Pelemahan Nilai Tukar Rupiah Berdampak pada Produktivitas Industri Batik di Solo
Adanya pelemahan ini memukul dunia usaha di Surakarta, satu di antaranya sektor kerajinan batik.
Penulis: Garudea Prabawati | Editor: Hanang Yuwono
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Garudea Prabawati
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) terus berfluktuasi dan terpuruk hingga level Rp 14.818 per dolar AS, per Rabu (12/9/2018).
Adanya pelemahan ini memukul dunia usaha di Surakarta, satu di antaranya sektor kerajinan batik.
"Secara prosentase, kinerja produkstifitas kerajinan batik saat ini turun 30 persen, terjadi sejak dua hingga tiga bulan yang lalu," ujar Alpha Febela Priyatmono, selaku Ketua Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan, kepada TribunSolo.com, Rabu (12/9/2018).
Kondisi ini mempengaruhi proses produksi kerajinan batik yang notabene masih bergantung pada bahan baku impor.
• Ikuti Kirab Suro Keraton Solo, Trah Cakraningrat Ini Ingin Buktikan Statusnya sebagai Cucu Asli PB X
Pemilik Batik Mahkota Laweyan juga menambahkan, bahan baku batik yakni kain dan pewarna batik masih banyak diimpor, sehingga saat rupiah melemah harga bahan baku makin mahal.
"Batik itu impor kontennya masih tinggi, bahan pewarna banyak diimpor dari India, adapun lainnya dari China," katanya.
Juga untuk kain batiknya, di mana 90 persen masih impor dari China.
Hampir semua impor kecuali pewarna alam, yang juga dikembangkan oleh perajin batik Laweyan, Surakarta.
• Penertiban HP 105 Jebres Tengah Tinggal Tunggu Perintah Wali Kota Solo
Alhasil, inovasi dan kreatifitas terus dipacu, setidaknya untuk terus melenggang di tengah arus pelemahan rupiah.
"Antara lain dengan menjaga eksistensi wisata budaya serta belanja Kampoeng Batik Laweyan," tutupnya. (*)