Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Setengah Jam Lamanya Warga Jatipuro Karanganyar Lempar Apem di Puncak Tradisi Wahyu Kliyu

Usai doa, warga pun mengambil potongan apem dari dalam ratusan bakul yang telah dijejerkan di halaman rumah sesepuh Desa Jatipuro bernama Rakino

Penulis: Efrem Limsan Siregar | Editor: Putradi Pamungkas
TribunSolo.com/Efrem Limsan Siregar
Bupati Karanganyar Juliyatmono (kemeja dan peci hitam) meleparkan potongan apem pada puncak upacara adat Wahyu Kliyu di Dusun Kendal, Desa Jatipuro, Kecamatan Jatipuro, Karanganyar, Kamis (27/9/2018) dini hari. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Efrem Siregar

TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR - Ratusan warga Kecamatan Jatipuro, Karanganyar, Jawa Tengah, melempar potongan apem yang menjadi puncak upacara adat Wahyu Kliyu, Kamis (27/9/2018) dini hari.

Prosesi dimulai pada tengah malam di rumah sesepuh Desa Jatipuro, Rakino.

Sebelum warga melempar apem, prosesi didahului dengan doa bersama yang dipimpin pemuka agama di lokasi.

Usai doa, warga pun mengambil potongan apem dari dalam ratusan bakul yang telah dijejerkan di halaman rumah sesepuh Desa Jatipuro bernama Rakino.

Diduga Akibat Hubungan Arus Pendek Listrik, Asrama TNI di Palopo Hangus Terbakar

Apem ini dibuat oleh warga sendiri.

Masing-masing bakul berisi 344 potongan kecil apem.

Bupati Juliyatmono yang hadir dalam prosesi itu menjadi orang pertama yang melempar apem ke sebuah tempat kosong di halaman rumah Rakino yang telah dialasi oleh sejumlah daun pisang.

Warga tak henti-hentinya melemparkan apem sambil meneriakan ‘wahyu kliyu’.

Gudang Pabrik Pupuk Terbesar di Aceh Dilalap Api

Apem hanya boleh dilemparkan oleh kaum laki-laki.

Menurut Rakino, frasa wahyu kliyu berasal dari bahasa Arab, “Yaqaqu, yaqayum” yang berarti Yang memberi kekuatan.

“Namun, orang Jawa lama kelamaan mengucapkannya menjadi wahyu kliyu,” kata Rakino.

Rakino menambahkan, tradisi Wahyu Kliyu sudah digelar sejak sekitar tahun 1884 dan telah melewati 8 generasi.

Ridwan Kamil Buka Donasi untuk Korban Insiden Pengeroyokan di Laga Persib Kontra Persija

Tradisi secara turun temurun rutin digelar setiap 15 Muharram.

Prosesi dilaksanakan pada tengah malam untuk memberikan kesan hening sebagaimana orang pada umumnya memanjatkan permohonan kepada Tuhan dalam keheningan.

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved