Sujiwo Tedjo Beri Penjelasan tentang Radikal Menanggapi Data Temuan 41 Masjid Terpapar Radikalisme
Sujiwo Tedjo ikut memberikan tanggapan terkait data yang menyebutkan adanya 41 masjid yang terpapar radikalisme.
Penulis: Fachri Sakti Nugroho | Editor: Fachri Sakti Nugroho
TRIBUNSOLO.COM - Sujiwo Tedjo ikut memberikan tanggapan terkait data yang menyebutkan adanya 41 masjid yang terpapar radikalisme.
Pernyataan Sujiwo Tedjo tersebut disampaikan di acara Indonesia Lawyers Club Tv One, Selasa (27/11/2018).
Dikatakan oleh Sujiwo Tejo, radikalisme tidaklah seperti yang terlihat kasat mata.
Radikalisme tidak melulu berbentuk ucapan atau perbuatan yang keras dan kasar.
• Diskusi Bersama Bahas Desa Damai Anti-Radikalisme Ini Hadirkan Menteri Desa dan Yenny Wahid
Ada beberapa hal yang terlihat halus dan tenang namun sebetulnya ada sisi radikal di dalamnya.
Sujiwo Tedjo mencontohkan seperti adanya kemiskinan yang tersistematis.
"Kadang kita melihat yang kasat mata, yang tak kasat mata tak dilihat," kata Sujiwo Tedjo.
"Jadi radikal itu arti sebetulnya akar, jadi gerakan radikal adalah gerakan kembali ke akar."
"Jadi akar seluruh agama adalah kasih sayang tapi kok sekarang jadi kekerasan, oke saya ikut yang mayoritas bahwa radikalisme adalah kekerasan."
Sujiwo Tedjo kemudian memberikan analogi tentang radikalisme yang kasat mata dan tak kasat mata.
"Kalau Pak Karni melihat perempuan makan steak sama melihat macan makan kijang, mana yang keras, mana yang radikal," kata Sujiwo Tedjo.
"Pasti orang bilang macan, padahal intinya sama, sebelum jadi steak itu dijagal disembelih."
"Artinya, dengan kebudayaan, pemiskinan, tidak kelihatan keras, tetapi aksi teror kelihatan keras."
"Orang yang terbunuh karena terorisme dan yang terbunuh karena pemiskinan sistematis tidak dianggap sebagai kekerasan."
• Kota Solo Tergolong Zona Merah Penyebaran Radikalisme dan Terorime di Indonesia
"Jadi bagi saya jangan-jangan yang terjadi selama ini adalah ada khotib yang tenang, ada khotib yang tidak tenang."
"Jadi hati-hati melihat radikalisme, jangan-jangan semuanya itu radikal."
"Dalam tinjauan kebudayaan sama saja, yang satu buat tenang, tapi banyak orang miskin."
"Atau membuat gak tenang, kemiskinan harus diperjuangkan, karena memang harus diperjuangkan."
Simak video lengkap pernyataan Sujiwo Tedjo di bawah ini.
• Aktivis 98 Gelar Konsolidasi di Solo, Bahas Antisipasi Radikalisme, Intoleransi, dan Terorisme
Penjelasan BIN
Sebelumnya, Juru Bicara Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto mengungkapkan, temuan soal 41 masjid di lingkungan pemerintah yang terpapar radikalisme didapat dari hasil survei oleh Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Nahdlatul Ulama.
Temuan tersebut diungkapkan Kasubdit di Direktorat 83 BIN, Arief Tugiman, dalam diskusi terkait peran ormas Islam dalam NKRI, di kantor Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) Jakarta, beberapa waktu silam.
Wawan menuturkan, hasil survei tersebut kemudian didalami lebih lanjut oleh BIN.
"Survei dilakukan oleh P3M NU, yang hasilnya disampaikan kepada BIN sebagai early warning dan ditindaklanjuti dengan pendalaman dan penelitian lanjutan oleh BIN," kata Wawan, saat ditemui di Restoran Sate Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (20/11/2018).
Kategori radikalisme tersebut, lanjut dia, dilihat dari konten yang dibawakan penceramah di masjid tersebut.
Ia menuturkan, terdapat sekitar 50 penceramah dengan konten yang menjurus radikalisme.
"Jadi, konten ceramahnya yang kita utamakan, karena itu kan setahun sudah ada daftar penceramahnya, kalau masjidnya sih enggak ada yang radikal, tapi penceramahnya," terang dia.
Dia menuturkan, keberadaan masjid di lingkungan pemerintah seharusnya steril dari hal-hal yang berbau radikal.
Hal tersebut merupakan salah satu upaya BIN menjaga persatuan di Indonesia.
Ke depannya, BIN berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk melakukan pemberdayaan agar tercipta ceramah yang lebih sejuk.
"Hal tersebut adalah upaya BIN untuk memberikan early warning dalam rangka meningkatkan kewaspadaan, tetap menjaga sikap toleran dan menghargai kebhinekaan," ujar dia.
"Selanjutnya dilakukan pemberdayaan Da'i untuk dapat memberikan ceramah yang menyejukkan dan mengkonter paham radikal di masyarakat," sambung dia.
Tanggapan Menteri Agama
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin juga memberi tanggapn terkait data temuan tersebut.
Ia memastikan pihaknya akan mendalami temuan terkait adanya 41 Masjid di lingkungan pemerintah yang terpapar paham radikalisme.
Untuk saat ini, Lukman mengaku belum bisa mengomentari soal itu.
Termasuk terkait adanya 50 penceramah di 41 masjid itu yang diduga kerap menyebarkan ajaran radikal.
"Saya harus dalami dulu, saya belum bisa komentar soal itu," kata Lukman saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (21/11/2018). (*)