Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Sukoharjo Lumbung Padi Nasional Tetapi Punya Masalah Akses Permodalan

Berdasar keterangan Netty, Sukoharjo rata-rata memiliki surplus padi 125.000 ton per tahun.

Penulis: Yudhistira Nurdian Qurrota | Editor: Daryono
TRIBUNSOLO.COM/YUDHISTIRA NURDIAN QURROTA
Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Sukoharjo, Netty Harijanti di Univet Sukoharjo, Sabtu (29/4/2017). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Yudhistira Nurdian Qurrota

TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Pemerintah Kabupaten Sukoharjo mengklaim produktivitas padi wilayahnya merupakan tertinggi di Jawa Tengah

"Sukoharjo merupakan lumbung padi jawa tengah dan salah satu lumbung padi nasional," ucap Netty Harijanti,  Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Sukoharjo, kepada TribunSolo.com, di sela-sela acara Lokakarya HSBC, Sukoharjo, Sabtu (29/4/2017).

Berdasar keterangan Netty, Sukoharjo rata-rata memiliki surplus padi 125.000 ton per tahun.

Luas lahan sawah Sukoharjo adalah lebih dari 20.000 hektar yang per hektarnya menghasilkan 10 ton sekali panen, dengan target panen sekitar 600.000 ton per tahun.

Hal tersebut menunjukkan untuk mencapai target, per hektar paling tidak mempunyai indeks penanaman tiga kali dalam setahun.

Dengan keadaan tersebut, produktivitas padi Sukoharjo selalu menjadi yang tertinggi di Jawa Tengah.

Perihal irigasi, Sukoharjo masih bergantung pada Waduk Gajah Mungkur (Wonogiri), meskipun terdapat juga irigasi-irigasi kecil yang jumlahnya ratusan.

Ketergantungan tersebut menjadi salah satu kendala operasional pertanian Sukoharjo.

Masalah hama, penyakit, dan cuaca buruk juga selalu membayangi para petani Sukoharjo.

Tambahan modal juga lebih dibutuhkan karena intensitas penanaman lahan di Sukoharjo tidak mengenal jeda.

Petani Sukoharjo juga mempunyai masalah dalam akses permodalan.

"Agunan untuk kreditur selalu sertifikat lahan yang per Rp 25 juta harus ada satu agunan." 

"Satu Gabungan kelompok tani (Gapoktan) biasanya mengelola 30 hektar lahan dan membutuhkan sekitar Rp 175 juta." 

"Itu yang jadi masalah, butuhnya cuma Rp 175 juta tapi per Rp 25 juta harus ada satu agunan, padahal ketua Gapoktan biasanya satu lahannya bernilai sekitar Rp 700 juta," papar Netty.(*) 

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved