Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Gempa dan Tsunami di Donggala dan Palu

Bangunan Lantai 2 di Palu Jadi 'Santapan' Gempa, Rawan Roboh

Bangunan dan fasilitas umum pun tak luput dari amukan bencana. Namun, sebenarnya masyarakat Palu sudah sadar dengan adanya potensi gempa.

Editor: Noorchasanah Anastasia Wulandari
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO
Warga mengambil barang di Grand Palu Mall usai gempa bumi di Pura, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (30/9/2018). Gempa bermagnitudo 7,4 yang mengguncang Donggala dan Palu mengakibatkan ribuan bangunan rusak dan sedikitnya 420 orang meninggal dunia. 

TRIBUNSOLO.COM, PALU - Bencana alam gempa bumi dan tsunami yang melanda wilayah Sulawesi Tengah mengakibatkan berbagai kerusakan.

Bangunan dan fasilitas umum pun tak luput dari amukan bencana.

Namun, sebenarnya masyarakat Palu sudah sadar dengan adanya potensi gempa.

Hal ini diungkapkan oleh dosen Teknik Arsitektur di Universitas Tadulako, Palu, Rifai Mardin, terkait dengan bangunan rumah masyarakat yang secara struktur sudah aman terhadap guncangan.

"Untuk gempa, harusnya perumahan di Kota Palu cukup kuat menahan gempa, setidaknya mayoritas bangunan tidak akan begitu saja roboh," ujar Rifai kepada Kompas.com, Senin (1/10/2018).

Dia menambahkan, masyarakat dan Pemerintah Kota Palu sudah cukup sadar dengan ancaman gempa sehingga rumah-rumah di Palu dan sekitarnya dibangun dengan struktur yang cukup kuat.

"Bangunan rumah yang hancur kebanyakan akibat tsunami maupun likuifaksi," ucap dia seperti dikutip TribunSolo.com dari Kompas.com.

Puing bangunan di Perumnas Balaroa akibat gempa bumi yang mengguncang Kota Palu, Sulawesi Tengah, difoto Minggu (30/9/2018). Gempa bermagnitudo 7,4 mengakibatkan ribuan bangunan rusak dan sedikitnya 420 orang meninggal dunia.
Puing bangunan di Perumnas Balaroa akibat gempa bumi yang mengguncang Kota Palu, Sulawesi Tengah, difoto Minggu (30/9/2018). Gempa bermagnitudo 7,4 mengakibatkan ribuan bangunan rusak dan sedikitnya 420 orang meninggal dunia. (KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

Masyarakat Palu juga sudah sadar akan potensi bencana yang mengintai.

Mayoritas struktur atap rumah menggunakan seng yang ringan, dan bukan genteng berat seperti di Jawa.

Struktur tulangan sederhana juga sudah diterapkan di rumah-rumah masyarakat Palu.

Bahkan mayoritas bangunan yang "hanya" mendapat serangan gempa masih dapat berdiri.

Berbeda dengan bangunan di Jawa pada umumnya.

"Namun, gempa bermagnitudo 7,4 memang sangat 'benci' dengan bangunan bertingkat, mayoritas bangunan bertingkat menggunakan rigid frame, dan menjadi santapan gempa," tambah pria yang memiliki spesialisasi di urban planning dan disaster resillience ini.

Rifai menceritakan, hingga tahun 2000-an, bangunan di Palu mayoritas hanya memiliki dua lantai.

Bangunan baru, seperti Hotel Roa-roa dan Santika, dengan lebih dari tiga lantai merupakan hal yang baru dikenal setelah waktu tersebut. (Kompas.com/Rosiana Haryanti)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bangunan di Palu Rawan Roboh, Begini Penyebabnya"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved