Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Hotman Paris Desak Menhub Revisi Permenhub No 77 Tahun 2011: Rancu & Bisa Disalahgunakan Maskapai

Hotman Paris menyoroti Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011. Menurutnya, Permenhub tersebut payah dan merugikan korban jatuhnya pesawat.

kompas.com
Pengacara Hotman Paris Hutapea memberikan tanggapannya mengenai Pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh pada, Senin (29/10/2018). 

TRIBUNSOLO.COM - Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea menyoroti Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 77 Tahun 2011.

Peraturan tersebut berisi tentang tanggung jawab pengangkut angkutan udara yang mengatur mengenai asuransi delay pesawat, bagasi hilang, dan kecelakaan.

Menurut Hotman Paris, Permenhub tersebut perlu direvisi karena isinya merugikan penumpang.

Diberitakan sebelumnya, Hotman Paris mengatakan ada oknum yang menyebarkan surat larangan kepada keluarga korban Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT-610 agar tidak menggugat maskapai tersebut.

Informasi itu diperoleh Hotman dari keluarga korban dimana mereka dilarang menggugat maskapai apabila sudah memperoleh santunan.

Dilansir TribunSolo.com dari akun Instagram miliknya @hotmanparisofficial, Kamis (29/11/2018), ia menyampaikan pesan kepada Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi.

Menurut Hotman Paris, bunyi pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan tersebut payah.

"Hallo Menteri Perhubungan, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 isinya payah, bukan dibuat oleh pengacara yang benar," ujar Hotman Paris.

Ia pun menyoroti bunyi pasal 2 dan 3.

Di mana disebutkan bahwa penumpang yang meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat akan diberikan ganti rugi sebesar Rp 1,25 miliar per penumpang.

Terkait hal itu, Hotman Paris pun mempertanyakan kenapa nyawa seseorang hanya dihargai Rp 1,25 miliar.

"Di pasal 2 dan pasal 3 disebutkan bahwa apabila penumpang meninggal maka pengangkut perusahaan penerbangan membanyar Rp 1,25 miliar. Masak nyawa cuma Rp 1,25 miliar?," katanya.

Di sisi lain, dalam pasal 23 disebutkan bahwa tidak menutup kemungkinan ahli waris untuk menuntut pengangkut ke pengadilan negeri.

Menurutnya, hal tersebut menjadi rancu dan justru bisa disalahgunakan oleh pihak perusahaan penerbangan.

"Ini kan jadi rancu dan ini akan disalahgunakan oleh perusahaan penerbangan.

Tentu perusahaan penerbangan sebelum membayar Rp 1,25 miliar dia akan minta kepada keluarga korban surat rilis and riset untuk tidak menggugat ganti rugi.

Sehingga pada akhirnya nyawa manusia itu seolah-olah hanya dinilai Rp 1,25 miliar.

Akan disalahgunakan itu Peraturan Menteri Perhubungan karena isinya kurang bagus draftnya," pungkasnya.

Lebih lanjut, Hotman Paris mempertanyakan apakah ada bedanya ganti rugi untuk penumpang dalam kecelakaan pesawat yang disebabkan karena keadaan alam dengan kelalaian.

"Bapak Menteri Perhubungan, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011, saya ada pertanyaan, kalau pesawat jatuh karena halilintar atau karena keadaan alam pesawatnya itu layak terbang tapi karena halilintar, bedanya ganti rugi terhadap penumpang apabila pesawatnya tidak layak terbang, bedanya apa? Atau karena kelalaian. Tentu berbeda," kata bapak tiga anak itu.

Maka dari itu, Hotman Paris meminta Menteri Perhubungan untuk segera merevisi Permenhub Nomor 77 Tahun 2011 karena dianggap merugikan penumpang.

"Bagaimana nyawa hanya dibatasi Rp 1,25 miliar. Memang di pasal 23 boleh menuntut tapi itu kan jadi rancu," jelasnya.

Hotman Paris kemudian memberikan nasihat hukum kepada Menteri Perhubungan untuk melindungi korban jatuhnya pesawat.

Lantaran menurutnya keluarga korban berhak menuntut ganti rugi kepada pihak maskapai dan pembuat pesawat.

"Tolong bapak Menteri Perhubungan perintahkan ke perusahaan penerbangan.

Kalau perusahaan penerbangan mau membayar menganti rugi Rp 1,25 miliar sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 yang peraturannya isinya payah, parah.

Tolong perintahkan Menteri Perhubungan dan perintahkan kepada perusahaan penerbangan jangan minta syarat surat tidak akan menuntut ganti rugi apabila keluarga korban mau menerima Rp 1,25 miliar tersebut.

Sebab dengan demikian, maka nyawa manusia harganya menjadi cuma Rp 1,25 miliar," ungkap Hotman Paris. 

Berikut bunyi Pasal 2, 3, dan 23 dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011:

BAB II

JENIS TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DAN BESARAN GANTI KERUGIAN

Pasal 2

Pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap :

a. penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka;

b. hilang atau rusaknya bagasi kabin;

c. hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat

d. hilang, musnah, atau rusaknya kargo;

e. keterlambatan angkutan udara; dan

f. kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.

Pasal 3

Jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-Iuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a ditetapkan sebagai berikut:

a. penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat udara karena akibat kecelakaan pesawat udara atau kejadian yang semata-mata ada hubungannya dengan pengangkutan udara diberikan ganti kerugian sebesar Rp. 1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah) per penumpang;

b. penumpang yang meninggal dunia akibat suatu kejadian yang sematamata ada hubungannya dengan pengangkutan udara pada saat proses meninggalkan ruang tunggu bandar udara menuju pesawat udara atau pada saat proses turun dari pesawat udara menuju ruang kedatangan di bandar udara tujuan dan/atau bandar udara persinggahan (transit) diberikan ganti kerugian sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) per penumpang;

c. penumpang yang mengalami cacat tetap, meliputi :

1) penumpang yang dinyatakan cacat tetap total oleh dokter dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak terjadinya kecelakaan diberikan ganti kerugian sebesar Rp. 1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah) per penumpang; dan

2) penumpang yang dinyatakan cacat tetap sebagian oleh dokter dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak terjadinya kecelakaan diberikan ganti kerugian sebagaimana termuat dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

d. Cacat Tetap Total sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 1 yaitu kehilangan penglihatan total dari 2 (dua) mata yang tidak dapat disembuhkan, atau terputusnya 2 (dua) tangan atau 2 (dua) kaki atau satu tangan dan satu kaki pada atau di atas pergelangan tangan atau kaki, atau Kehilangan penglihatan total dari 1 (satu) mata yang tidak dapat disembuhkan dan terputusnya 1 (satu) tangan atau kaki pada atau di atas pergelangan tangan atau kaki.

e. penumpang yang mengalami luka-Iuka dan harus menjalani perawatan di rumah sakit, klinik atau balai pengobatan sebagai pasien rawat inap dan/atau rawat jalan, akan diberikan ganti kerugian sebesar biaya perawatan yang nyata paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) per penumpang.

BAB VI

PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 23

Besaran ganti kerugian yang diatur dalam peraturan ini tidak menutup kesempatan kepada penumpang, ahli waris, penerima kargo, atau pihak ketiga untuk menuntut pengangkut ke pengadilan negeri di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(TribunSolo.com/Rohmana Kurniandari)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved