BJ Habibie Meninggal Dunia
BJ Habibie Meninggal, Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo Instruksikan Pengibaran Bendera Setengah Tiang
Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo menginstruksikan, warga Solo pasang bendera setengah tiang.
Penulis: Adi Surya Samodra | Editor: Fachri Sakti Nugroho
Laporan Wartawan Tribunsolo.com, Adi Surya
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo menginstruksikan, warga Solo pasang bendera setengah tiang.
Instruksi ini sebagai ungkapan berkabung atas meninggalnya Presiden Republik Indonesia (RI) ke-3, Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie.
"Kita sudah melakukan koordinasi dengan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ada di Solo," tutur Rudy kepada awak media, Kamis (12/9/2019).
"Mereka sudah diminta untuk menginstruksikan lurah dan seluruh warga masyarakatnya pasang bendera setengah tiang," imbuhnya.
• Warga Solo Gelar Doa Bersama Dipimpin Perwakilan Lima Agama di Loji Gandrung untuk BJ Habibie
Bendera setengah tiang sebagai simbol Indonesia berkabung akan diberlakukan minimal selama tiga hari mulai Kamis ini.
Rudy kemudian mengatakan, Indonesia patut merasa kehilangan sosok seperti BJ Habibie.
"Beliau adalah salah satu putra terbaik yang dimiliki Indonesia saat ini," kata Rudy.
"Bahkan, usia 83 tahun tidak menghalangi beliau untuk tetap memikirkan nasib bangsa dan negara Indonesia," imbuhnya.
Rudy berharap amal kebaikan beliau dapat diterima di sisi Tuhan.
"Semoga arwah beliau beserta amal kebaikan beliau diterima di sisi Tuhan," harap Rudy.
• Pagi Ini Anies Baswedan Bebaskan Aturan Ganjil Genap di 3 Kawasan demi Mudahkan Pelayat BJ Habibie
Napak Tilas BJ Habibie dan Jerman, Si Jenius Indonesia yang Dapat Julukan Mr Crack
Sosok BJ Habibie memang tak lepas dari negara Jerman.
Ya, di negeri itulah, BJ Habibie menimba ilmu hingga menjadi cendekiawan dengan nama mengkilap, tak hanya di Indonesia bahkan di Jerman.
Hubungan Habibie dengan Jerman, juga diangkat dalam film Ainun Habibie.
• Detik-detik Sebelum BJ Habibie Meninggal Dunia, Sempat Teteskan Air Mata di Depan Quraish Shihab
• Kisah Kenangan BJ Habibie, Lain dari Era Soeharto, Di Depan Habibie Menteri Berani Menggebrak Meja
Dilansir Kompas.com, Deputi Direktur Keuangan Urusan Pendanaan PT Regio Aviasi Industri (RAI) Desra Firza Ghazfan, mengatakan, Habibie adalah salah satu saja dari angkatan pertama generasi dirgantara yang dikirimkan Bung Karno ke luar negeri.
Tujuannya satu : belajar membuat pesawat.
Semasa muda, tepatnya pada 1954, Habibie mulai menguliti serba-serbi mesin pesawat di Fakultas Teknik Institut Teknologi Bandung yang saat itu, masih bernama Universitas Indonesia.
Hanya hitungan bulan di ITB, ia kemudian melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang di Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule Jerman, hingga menerima gelar Diplom Ingenieur pada 1960.
Lalu, gelar berikutnya adalah Doktor Ingenieur pada 1965 dari Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean.
Habibie memiliki rumus yang dinamakan "Faktor Habibie" karena bisa menghitung keretakan atau krack propagation on random sampai ke atom-atom pesawat terbang.
Habibie pun dijuluki "Mr Crack" karena keahliannya itu.
Di Jerman, Habibie pernah menjadi Kepala Riset dan Pengembangan Analisis Struktur pada perusahaan Hamburger Flugzeugbau Gmbh.
Dia bahkan menjadi wakil presiden dan direktur teknologi, serta penasehat senior perusahaan itu.
Habibie juga sempat bekerja di Messerschmitt-Bolkow-Blohm, perusahaan penerbangan yang berpusat di Jerman, sebelum kembali ke Indonesia pada 1973.
Ia memenuhi permintaan Presiden Soeharto untuk mengabdikan ilmunya di Indonesia.
Berdasarkan pemberitaan Kompas.com pada Februari 2017, Habibie menyatakan, tidak bisa dibayangkan apabila Indonesia tidak memiliki pesawat terbang.
Untungnya, Indonesia berhasil membuktikan kemampuan untuk bisa membuat pesawat terbang sendiri.
"Kita harus sangat sadari bahwa industri strategis dan khususnya dirgantara, adalah produk sepanjang masa yang dibutuhkan Indonesia," kata Habibie di sela-sela Presidential Lecture di Bank Indonesia (BI), Senin (13/2/2017).
Pada April 2015, Habibie memperkenalkan rancangan pesawat baru yang digarap oleh Regio Aviasi Industri, perusahaan yang didirikannya.
Pesawat itu dinamakan R80.
Untuk membuat pesawat ini, Habibie meminta bantuan kepada Presiden Joko Widodo.
"Yang kami butuhkan adalah dukungan pemerintah untuk financing bagian Indonesia. Bagian swasta dan luar negeri, mereka akan ikut kalau dari pemerintah ikut menyumbang dalam arti mengatakan 'silakan' karena industri pesawat terbang seperti Boeing dan Airbus dapat bantuan yang sama," ujar Habibie kepada Jokowi saat menunjukkan miniatur R80.
Habibie memaparkan kehebatan dari R80. Menurut dia, pesawat yang digerakkan oleh baling-baling memiliki kelebihan seperti mampu mengangkut penumpang dalam jumlah banyak, yakni antara 80-90 orang, waktu berputar yang singkat, hemat bahan bakar, dan perawatan yang mudah.
Habibie menyebut bahwa pesawat ini nantinya tidak kalah hebatnya dibandingkan Boeing 777.
Pesawat R80, lanjut dia, sangat tepat digunakan untuk tipe bandara sedang yang banyak ada di Indonesia.
Targetnya, proyek ini dapat diproduksi massal pada 2024.
Tak Boleh Pulang
Habibie pernah menceritakan pengalamannya bagaimana saat dirinya dilarang Bung Karno pulang ke Indonesia.
Saat itu, ia baru saja selesai belajar di Jerman.
Habibie saat itu masih berusia 28 tahun.
Soekarno melarang Habibie pulang.
Habibie disuruhnya tetap tinggal dan masuk ke dunia industri di Jerman.
Kata Bung Karno, Habibie hanya boleh pulang apabila dibutuhkan Indonesia.
"Tidak ada yang tahu bahwa industri strategis datang dari Bung Karno. Saya usia 28 tahun, saya mau pulang, dijawablah saya tinggal situ (Jerman) masuk industri (di sana) tapi dalam waktu yang dibutuhkan harus kembali. Saya tanda tangan (kesepakatan) itu," kata Habibie dalam orasi ilmiah saat peluncuran Habibie Institute for Public Policy and Governance (HIPPG) di Balai Sidang UI, Depok, Jawa Barat, Selasa (25/6/2019).
"Karena tidak mungkin Indonesia hidup tanpa pesawat terbang. Kita tidak mungkin buat kereta api dari Sabang sampai Merauke," ucap Habibie.
Menurutnya, masa Bung Karno ialah masa mengisi kemerdekaan dengan kaderisasi. Dan pada masa Presiden Soeharto ide-ide Sang Proklamator tersebut dilaksanakan.
"Di mana kaderisasi itu diciptakan untuk mengisi kemerdekaan. Akhirnya inisatif Bung Karno itu hilang dan yang melaksanakan Presiden Soeharto," tuturnya. (*)