Menilik Lika-liku Perpustakaan 'Gerobak Buku' di Bawah Gunung Merbabu yang Jadi Penjaga Literasi

Warga Dukuh Gilingan Lor, Desa Urut Sewu membuat perpustakaan keliling dengan gerobak bekas HIK yang bertahan hingga kini demi menjaga literasi.

Penulis: Asep Abdullah Rowi | Editor: Asep Abdullah Rowi
TribunSolo.com/Asep Abdullah
Gerobak Buku untuk pengenalan dan pengembangan literasi di Dukuh Gilingan Lor RT 05 RW 05, Desa Urut Sewu, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Asep Abdullah Rowi

TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Pagi tiba, hembusan angin dari Gunung Merbabu pun masih terasa menusuk tulang.

Nuansa pagi yang dingin memang sudah biasa di lingkungan Dukuh Gilingan Lor RT 05 RW 05, Desa Urut Sewu, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

Terlebih desa tersebut terletak cukup dekat dengan gunung yang memilki ketinggian 3.145 meter.

Saat itu warga tampak mulai melakukan aktivitas seperti hari-hari biasanya, ada yang membersihkan bagian halaman rumah, berangkat bertani hingga mempersiapkan dagangan ke pasar.

Termasuk salah satu warganya, Yohanes Triyono yang salama ini cukup aktif membuat berbagai gerakan positif di desanya.

Sembari mengeluarkan sebuah gerobak berwarna hijau-kuning bertuliskan 'Ayo Membaca, di Sini Gudangnya Ilmu' dari dalam rumahnya, Mas Tri sapaan akrabnya tampak begitu ceria pagi itu.

Ya, pria 30 tahun yang merupakan penggagas perpustakaan Gerobak Buku bersama Sriyanta (33), lega dengan hasil jerih payahnya membuat program pengenalan dan pengembangan literasi untuk keluarga serta warga di kampung halamannya.

Yakni melalui sebuah konsep 'perpustakaan mini' dengan gerobak bekas Hidangan Istimewa Kampung (HIK) atau yang biasa dikenal dengan tempat wedangan untuk menjual nasi kucing, teh dan aneka cemilan saat menjelang malam hari.

Meskipun harus mengalami lika-liku perjuangan yang tidak mudah, tetapi akhirnya Gerobak Buku yang didirikan pada bulan Agustus 2018 lalu, masih bisa bertahan dan eksis hingga menjelang tutup tahun 2019 ini.

"Kami lega karena masih banyak anak-anak hingga ibu-ibu mau pinjam, ya walaupun dari segi koleksi terbatas," aku Mas Tri kepada TribunSolo.com, Minggu (29/9/2019).

"Apalagi perlahan banyak anak-anak yang akhirnya gemar membaca," tutur dia membeberkan.

Gerobak yang dijalankan baru meluncur belasan meter sembari membunyikan kentongan untuk memanggil calon pembaca, ternyata sudah ada anak-anak yang sepertinya tertarik dengan buku-buku koleksinya tersebut.

Dia adalah Ulul Hidayah (10) dan Astrid Widiastuti (11).

Dua sahabat yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) Negeri 3 Urut Sewu itu, tampak menghampiri gerobak nan sederhana yang berisi beraneka ragam buku bacaan, mulai dari dongeng, sejarah, ilmu pengetahuan hingga wirausaha.

Tanpa ragu Ulul dan Astrid pun tampak memilah-milah buku yang dia suka.

"Saya yang ini, suka bacaan dongeng mas," ujar Ulul ditimpali Astrid sembari menunjukkan buku yang dipegangnya kepada Mas Tri.

Dua anak itu di antara puluhan anak lain yang selama ini menjadi 'pembaca setia' perpustakaan keliling yang dioperasikan langsung oleh anggota Karang Taruna PUBG (Pemuda Ubet Upaya Gawe)  secara bergantian.

Tanpa pikir panjang, Ulul dan Astrid pun lantas berhasil membawa pulang buku dongeng anak-anak yang digemarinya dengan gratis.

"Biasanya satu buku yang saya pinjam habis dibaca dalam sehari, tetapi saat tidak ada pekerjaan rumah (PR)," aku Ulul.

Itulah salah satu pemandangan yang terlihat di lingkungan Dukuh Gilingan Lor yang berada di pinggiran Kabupaten Boyolali atau berjarak belasan kilometer dengan puncak Merbabu.

Meskipun berada jauh dari perkotaan yakni 14 km ke pusat Kabupaten Boyolali atau 45 km ke Kota Solo, Dukuh Gilingan Lor seakan menjelma menjadi lingkungan pedesaan yang sadar dengan budaya literasi.

Buktinya menjadi satu-satunya dukuh atau rukun tetangga (RT) di Desa Urut Sewu yang memiliki perpustakaan, sehingga menjadi wadah dan fasilitas bagi warga untuk mengembangkan minat baca.

Bahkan diklaim menjadi satu-satunya di Kecamatan Ampel yang memiliki cara unik membantu membumikan budaya literasi di kalangan keluarga dan warga pada umumnya.

Kembali menurut Mas Tri yang juga mantan guru SMA Regina Pacis Solo itu, dirinya tergerak menciptakan sesuatu yang berbeda di desanya untuk kehidupan yang berkelanjutan.

"Buku ini kan jendela dunia, makanya kami membantu membukakan jendela bagi anak-anak penerus bangsa," harap dia.

Apalagi sebagai salah satu lulusan Sarjana (S1) di desanya, pria yang murah senyum itu ingin agar anak-anak di desanya yang berjumlah puluhan orang tidak lupa dengan buku sebagai jendela dunia.

Untuk itu minat baca dan budaya literasi benar-benar menjadi budaya yang ditanamkan sejak dini.

"Belum lagi saat ini anak-anak bisa terbius bermain ponsel," aku dia.

"Paling tidak Sabtu dan Minggu saat full di rumah, kami kampanyekan membaca buku yang paling dia suka, baik itu dongeng, pengetahuan dan sebagainya," jelasnya membeberkan.

Meskipun tidak mudah, tetapi perlahan tapi pasti anak-anak semakin tertarik dengan program literasi yang ditawarkannya.

Apalagi agar anak-anak tidak bosan, pada akhir pekan para pemuda Karang Taruna PUBG yang mengelola perpustakaan gerobak itu menyelenggarakan permainan menarik di desanya, layaknya outbond.

"Paling tidak mau melihat buku dulu, mau menyentuhnya, kemudian membaca," terang dia.

"Nah belum lagi kami buat permainan menarik, sehingga tidak bosan dengan perpustakaan keliling yang saat ini memang baru beroperasi di lingkungan tingkat dukuh saja," ungkapnya.

Gerobak Buku sebagai perpustakaan keliling yang dibuat warga.
Gerobak Buku sebagai perpustakaan keliling yang dibuat warga. (TribunSolo.com/Asep Abdullah)

Gerobak Bekas hingga Sumbangan

Ada kisah menarik di balik terlahirnya Gerobak Buku tersebut.

Suami dari Saraswati (26) dan ayah dari Narayana Kresna (2) itu mengaku berdirinya perpustakaan sempat hanya menjadi angan-angan.

Tetapi berkat kerjasama dengan warga lain yang juga peduli terhadap nasib anak-anak yakni Sriyanta, Mas Tri bisa mewujudkan angan-angannya demi warga desa tersebut.

Lulusan Universitas Bangun Nusantara (Univet) Sukoharjo itu menceritakan, belum lagi ide pembuatan perpustakaan keliling bak disambut dengan tangan terbuka oleh warga yang sebagian besar bertani dan beternak.

Setelah persiapan beberapa minggu, Agustus 2018 perpustakaan yang dikenal dengan Gerobak Buku itu pun lahir hingga kini pada September 2019 masih terus dimanfaatkan.

"Ya tidak semudah membalikkan tangan, karena kan kita tidak punya modal," aku pria yang saat ini lebih banyak membuka les privat di berbagai tempat.

Dia menuturkan, Sriyanta sebagai patnert-nya di Karang Taruna PUBG dengan ikhlas menghibahkan gerobak bekas HIK yang selama ini mangkrak di rumahnya.

Karena beberapa tahun sebelumnya, Sriyanta menggunakan gerobak tersebut untuk berjualan sebelum dia beralih kepada pekerjaan lain.

"Gerobaknya rusak, kemudian kita berpikir memperbaiki sampai mengecat ulang pakai uang siapa," ungkap Mas Tri diiyakan Sriyanta.

Beruntung warga di lingkungan Dukuh Gilingan Lor yang memiliki sekitar 42 kepala keluarga (KK) turut membantu pendanaan untuk menyalakan harapan melalui perpustakaan keliling tersebut.

"Orang di luar kan tidak tahu kalau ternyata perjuangan begitu berkesan, awalnya dari gerobak bekas HIK yang tidak terpakai hingga warga beramai-ramai menyumbang seikhlasnya," jelas dia.

Lebih lanjut mantan aktivis kampus di unit kegiatan mahasiswa (UKM) itu menuturkan, dengan modal gerobak HIK bekas yang dihibahkan warga tersebut, disulaplah barang yang biasanya untuk berjualan itu menjadi perpustakaan keliling.

"Ada modal renovasi gerobak sebesar Rp 2 juta dari hasil sumbangan warga," terang dia.

"Tapi istilahnya dalam bahasa kami di desa jingkatan, jadi sumbangan sukarela, karena ada yang beri iuran Rp 5.000 hingga puluhan ribu rupiah," ujar dia mengungkapkan.

Uang hasil sumbangan tersebut dibuat untuk memperbaiki gerobak yang sebagian besar telah keropos, mengganti ban hingga mengecat, sehingga menjadikan barang tersebut lebih layak dipandang.

"Di gerobak kami tulis Ayo Membaca, supaya selalu teringat untuk membuka buku, bukan membuka layar ponsel," harap dia berkelakar.

"Karena saat ini tantangan anak-anak ya barang yang satu itu, makanya ini salah satu cara menekan penggunaan ponsel melalui buku yang paling disukainya dulu," akunya membeberkan.

Berharap Hibah Buku untuk Koleksi

Dikatakan, saat ini baru ada 200 lebih koleksi buku dari berbagai jenis dan judul.

Dia berharap ada ada pihak-pihak mau menghibahkan buku bekasnya yang masih layak, baik buku untuk anak-anak hingga buku-buku tentang wirausaha, usaha kecil menengah (UKM) dan kerajinan.

Karena selama setahun lebih ini dia bingung untuk mengakses atau mencari buku gratis, mengingat sumber daya manusia (SDM) di lingkungannya terbatas.

Apalagi untuk mencari bantuan buku-buku agar koleksi semakin bertambah dan komplit, pihaknya tidak mengetahui secara persis harus melangkah kaki ke mana.

"Ya ada buku kami yang berisi teknik wirausaha dan sejenisnya, makanya ada ibu-ibu sering meminjam buku untuk meningkatkan wawasan soal usaha," kata dia.

"Tapi kalau ada yang mau menghibahkan buku-bukunya kami terima," ungkapnya berharap pada donatur buku.

Ketua RT 05 Dukuh Gilingan Lor, Suwarno menceritakan, sejak ada sejumlah pemuda dalam karang taruna yang ingin memajukan kehidupan desa melalui budaya literasi, dirinya langsung mendukung penuh.

Mengingat perpustakaan dengan Gerobak Buku menjadikan wadah bagi warga, terutama anak-anak sebagai penerus bangsa.

"Memang harus diakui, saat ini tantangan bagi anak-anak itu mainan ponsel," paparnya.

"Selama ada perpustakaan dan dikelola dengan variasi permainan seperti outbond pada hari-hari tertentu, sehingga membuat anak-anak tertarik," jelas dia menekankan.

Bahkan orang tua juga mendapatkan pengertian agar terus mendukung perpustakaan keliling di desa dengan mendorong anak-anaknya membaca sedikit demi sedikit.

Pengertian diberikan dalam setiap pertemuan tingkat RT.

"Orang tua di sini juga kami minta aktif, ajaklah anak untuk mengenal buku," ujar dia.

Mengingat di lingkungan RT 05 tersebut, ada sebanyak 42 KK.

"Satu rumah paling tidak ada 2 anak, jadi jumlahnya kan sudah terlihat," katanya.

Termasuk orang-orang tuanya juga ada yang mau memanfaatkan fasilitas perpustakaan keliling tersebut.

"Ya ada yang mau meminjam buku, di antaranya pinjam buku wirausaha dan sejenisnya," tutur dia. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved