Ini Peran Penting Gus Dur di Balik Kebebasan Merayakan Imlek di Indonesia
Nama Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid memang tidak bisa lepas dari kebebasan etnis Tionghoa dalam merayakan Tahun Baru China atau Imlek.
TRIBUNSOLO.COM - Nama Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid memang tidak bisa lepas dari kebebasan etnis Tionghoa dalam merayakan Tahun Baru China atau Imlek di Indonesia.
Pria yang akrab disapa Gus Dur itu memiliki peran besar hingga akhirnya etnis Tionghoa dapat merayakan Imlek secara terbuka.
Pada era Orde Baru, di bawah kepemimpiman Presiden Soeharto, masyarakat Tionghoa dilarang merayakan Imlek secara terbuka.
Larangan itu tertuang pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.
Dalam aturan itu, Soeharto menginstruksikan etnis Tionghoa yang merayakan pesta agama atau adat istiadat agar tidak mencolok di depan umum, tetapi dilakukan dalam lingkungan keluarga.
Sementara itu, untuk kategori agama dan kepercayaan China ataupun pelaksanaan dan cara ibadah dan adat istiadat China itu diatur oleh Menteri Agama setelah mendengar pertimbangan Jaksa Agung.
Imlek dan Cap Go Meh kemudian masuk dalam kategori tersebut.
• Imlekan di Solo, Nikmati Indahnya Ribuan Lampion di Pasar Gede Solo
• Imlek 2020: Kisah Penjual dari Cirebon Mengadu Nasib Jualan Mainan Barongsai di Pasar Gede Solo
Bebaskan perayaan Imlek
Setelah Soeharto lengser pada 1998, diskriminasi terhadap etnis tertentu tak serta merta menghilang.
Tindakan diskriminatif kerap kali muncul, salah satunya saat etnis Tionghoa diwajibkan menyertakan surat bukti kewarganegaraan RI ketika mengurus dokumen kependudukan.
Namun, saat Gus Dur menjabat sebagai presiden, perubahan pun terjadi.
Gus Dur mengambil langkah spontan dengan mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.
Dilansir dari Harian Kompas, Sekretaris Dewan Rohaniwan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia Budi Tanuwibowo mengaku masih ingat bagaimana latar belakang dicabutnya Inpres tersebut.
Menurut dia, pencabutan Inpres tersebut sangat unik. Prosesnya terbilang cepat dan spontan. Budi bahkan sempat kaget melihat sikap Gus Dur.
"Waktu itu, kami ngobrol sambil berjalan mengelilingi Istana. Gus Dur lalu bilang, oke, Imlek digelar dua kali, di Jakarta dan Surabaya untuk Cap Go Meh. Kaget juga saya," kata Budi, dikutip dari Harian Kompas yang terbit 7 Februari 2016.