Diskusi Obrolan Virtual Tribunnews
22 Tahun Setelah Reformasi, Korupsi yang Masih Menggurita Jadi PR, Hukum Dinilai Tajam ke Bawah
Diskusi '22 Tahun Setelah Reformasi, Mau Apa Lagi?' via daring yang berlangsung sekira 2 jam memunculkan fakta-fakta menarik.
Penulis: Asep Abdullah Rowi | Editor: Adi Surya Samodra
"Ada serakah, jadi gak pernah nerimo (terima), kebutuhan untuk menunjang hidup, kesempatan hingga pengungkapan kasus yang selama ini terjadi tak sebanding," tuturnya.
• Jokowi Kirim 20.000 Paket Sembako ke Solo, Ada Pesan yang Dititipkan via Utusan Presiden, Ini Isinya
• 34 Artis Buat Video Kompilasi Baca Alquran, Ada Baim Wong, Raffi Ahmad, Teuku Wisnu hingga Irwansyah
"Ada kesan pembiaran, ya weslah rapopo (ya udah tidak apa-apa), kemudian hilang begitu saja," aku dia menekankan.
Maka Prof Ismi berharap 22 tahun reformasi menjadi momentum, sehingga prinsip dasar reformasi agar negara lebih baik bisa dijalankan dengan fokus penanangan yang lebih serius.
Mengingat menurut dia, selama ini penanganan korupsi dinilai tidak ada standarisasi yang jelas, sehingga UU memunculkan multi interpretasi.
"Penegak hukum tidak mempunyai kekuatan absolute dalam menangani kasus korupsi, terlebih ada tekanan," aku dia.
"Belum ada konsistensi penanganan, jadinya kurang berani," terangnya membeberkan.
Anekdot Dibuat untuk Dilanggar
Masih menyambung, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Cak Nanto lebih menyoroti masalah hukum di tengah 22 tahun berjalannya reformasi di Indonesia.
"Yang selama ini terjadi, produk hukum di Indonesia banyak anekdotnya, dibuat untuk dilanggar dan tajam ke bawah tapi tumpul ke atas," paparnya.
"Pasca reformasi masih banyak muncul," aku dia mempertanyakannya.
Menurut Cak Nanto 22 tahun reformasi akan apa lagi?, dikatakan olehnya lebih baik masalah kebebasan dan kesetaraan harus nyata diwujudkan bukan malah dihilangkan.
• Jadwal Belajar dari Rumah TVRI Selasa 19 Mei 2020: Ada Tayangan Video Edukasi Soal Anti Korupsi
• Mahfud MD : Clear Ya, Tidak Ada Pembebasan Bersyarat untuk Napi Korupsi
"Gimiknya saja yang berbeda saat ini, sebenarnya sama dengan tahun lalu kamuflase aja, reformasi kamuflase," kata dia.
Pasalnya 22 tahun reformasi lanjut dia, selain banyaknya korupsi juga partai politik masih dikuasai segelintir orang.
"Jadi partai turun temurun, kami harus berharap apa pada alam demokrasi ini?," sindirnya.
Bahkan pihaknya memunculkan target utama untuk berlangsungnya 22 tahun reformasi yakni melakukan reformasi lanjutan pada tatanan partai politik sehingga tercipta demokratisasi.
"Fungsi dan manfaat, kekuasaan dan dominasi itu ditentukan oleh parpol bukan rakyat sejatinya," pungkasnya. (*)