Virus Corona
Jelang Ajaran Baru, Inilah Syarat Sebuah Sekolah Bisa Lakukan Belajar Tatap Muka
Meski beberapa daerah sudah mempersiapkan new normal atau normal baru namun masih ada daerah yang terjadi kenaikan kasus.
Penulis: Naufal Hanif Putra Aji | Editor: Hanang Yuwono
TRIBUNSOLO.COM - Pandemi corona di Indonesia belum juga berakhir.
Meski beberapa daerah sudah mempersiapkan new normal atau normal baru namun masih ada daerah yang terjadi kenaikan kasus.
• DPR Sebut Dunia Pendidikan Indonesia dalam Kondisi Darurat Gara-gara Covid-19
Sektor pendidikan menjadi fokus utama di tengah pandemi, karena pada 13 Juli 2020 mendatang telah memasuki tahun ajaran baru.
Dikutip dari tayangan Kompas TV, Dokter Reisa menjelaskan jika sekolah yang berada di zona hijau dengan kasus covid 19 yang tidak ada lagi sudah bisa belajar dengan bertatap muka.
Namun tak hanya itu sekolah juga harus mendapatkan izin pemerintah daerah serta memenuhi standar kesiapan pembelajaran tatap muka.
Untuk standar agar bisa melaksanaan kegiatan belajar tatap muka Dokter Reisa menjelasan sekolah harus memenuhi perintah berikut ini.
"Pertama harus tersedia sarana sanitasi seperti toilet bersih tempat cuci tangan hand sanitizer dan desinfektan, kedua tersedia akses fasilitas pelayanan kesehatan" ujarnya.
Ketiga Reisa menjelaskan sekolah harus siap menerapkan area wajib masker di lingkungan sekolah.
"Keempat memiliki termometer untuk mengukur suhu tubuh warga sekolah, kelima mampu memetakan warga sekolah yang tidak boleh melakukan kegiatan di sekolah" ucap Reisa.
"Yaitu yang memiliki kondisi medis penyertaan atau komorbid kemudian yang tidak memiliki akses transportasi yang menerapkan jaga jarak kemudian yang memiliki riwayat perjalanan dari zona kuning orange dan merah atau riwayat kontak dengan orang terkonfirmasi positif covid 19 dan belum menyelesaikan isolasi Mandiri selama 14 Hari" tambahnya.
• Impian Gelar Belajar di Sekolah Kandas, Dinas Pendidikan Karanganyar Tetap Terapkan KBM via Online
Serta faktor keenam adalah adanya kesepakatan bersama komite sekolah untuk memulai pembelajaran tatap muka.
Perlu adanya persetujuan orang tua ketika akan ada pembelajaran tatap muka jika semua sudah sepakat maka baru bisa dimulai.
"Orang tua atau wali murid harus memeriksa kesiapan kesehatan anak-anak, pastikan mereka bisa mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah, jangan memaksa pastikan siap secara fisik mental lahir dan batin" ujarnya.
Dokter Reisa mengungkap jika menurut para pakar pendidikan, sebenarnya kembali bersekolah tetap muka itu penting karena sekolah tidak hanya sebagai tempat anak kita belajar saja.
Hal ini juga sekolah jadi tempat dimana anak-anak ikut serta dalam program gizi berimbang seperti pemberian makanan tambahan anak sekolah dan tentunya dalam program vaksinasi.
Namun dalam hal ini keselamatan dan kesehatan anak adalah hal yang paling utama menjelang pelaksanaan tahun ajaran dan tahun akademik baru 2020 / 2021.
Sementara dikutip dari kompas.com, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menyebut kegiatan pendidikan di Indonesia di tengah pandemi Covid-19 sebagai bentuk darurat pendidikan.
Syaiful beralasan, banyak murid sekolah dan mahasiswa yang tidak dapat belajar secara maksimal melalui pendidikan jarak jauh.
"Kita sedang menghadapi darurat pendidikan di Indonesia. Kenapa darurat pendidikan, karena anak-anak kita tidak maksimal bisa belajar," kata Syaiful dalam sebuah diskusi, Sabtu (27/6/2020).
• Tak Ada Kontrol, Dinas Pendidikan Sukoharjo Sebut Belajar Online saat Corona Dianggap Belum Efektif
Syaiful menuturkan, pendidikan jarak jauh tersebut belum efektif karena Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan belum menyiapkan adaptasi kurikulum.
Selain itu, Syaiful juga menyebut tidak semua sekolah dapat menyelenggarakan pendidikan jarak jauh karena fasilitas sekolah yang tidak mencukupi atau orangtua murid yang tidak punya pulsa untuk mengakses internet.
"Jadi banyak sekolah swasta yang kolaps, dari sekian ribu sekolah banyak yang kolaps karena orangtua tidak bisa membayar SPP dan sebagainya," kata Syaiful.
Syaiful menambahkan, kondisi pandemi yang sedang terjadi juga dapat berpengaruh pada perkembangan gizi anak karena menurunnya penghasilan para orangtua.
"Penndapatan orangtua turun akhirnya tidak bisa memebrikan makanan yang bergizi bagi anak-anak Indonesia. Risikonya adalah semakin banyak anak-anak indonesia yang masuk pada fase yang disebut stunting," kata Syaiful.
Menurut dia, berkurangnya asupan gizi tersebut juga dapat menyebabkana anak-anak tidak dapat menerima pengetahuan dengan baik.
(*)