Berita Solo Terbaru
Kampung Presiden di Solo Sepi & Sunyi Tak Ada Demo saat Momen Setahun Jokowi-Amin, Ini Alasannya
Koordinator Aksi BEM Solo Raya, Dzikri mengaku masih mengadakan rapat untuk membahas penolakan UU Cipta Kerja.
Penulis: Ilham Oktafian | Editor: Asep Abdullah Rowi
"Legislatif kan harusnya memihak kepada rakyat, mereka dipilih dan digaji rakyat, jadi harus wakili suara rakyat," ucapnya.
Dia berharap Jokowi bisa melakukan evaluasi besar-besaran, agar tata pemerintah bisa berjalan lebih baik lagi.
Catatan Akademisi
Dilansir dari Kompas.com, Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf menilai, pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat ini terkesan abai dengan suara rakyat.
Menurutnya, berbagai kebijakan negara, seperti pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja, ditentukan tanpa partisipasi publik.
Ia pun mendorong agar Presiden dapat menerima kritik dan membuka ruang dialog.
Hal ini ia sampaikan sebagai catatan satu tahun kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf yang jatuh tepat hari ini.
"Penting betul presiden mengubah strategi komunikasi publiknya agar lebih mendengarkan apa yang disuarakan masyarakat, tokoh, ormas-ormas, dan sebagainya," kata Asep saat dihubungi, Selasa (20/10/2020).
Asep berpendapat, saat ini Jokowi sibuk mengejar target pemerintahan, khususnya di bidang ekonomi dan investasi.
Baca juga: Periode Kedua Jokowi Berjalan 1 Tahun, Utang Luar Negeri Indonesia Bertambah Rp 1.721 Triliun
Baca juga: Sosok Syahganda Nainggolan Petinggi KAMI yang Ditangkap Polisi: Dulu Pernah Ramal Jokowi Bakal Jatuh
Namun, Asep menilai, Jokowi telah salah mengambil jalan ketika justru meminggirkan pelibatan publik.
"Setuju bahwa ekonomi penting, tapi mereka salah jalan, salah paradigma, dan salah kerja mereka (misalnya) membuat UU di bidang perekonomian. Jadi memakai jalan pintas," ujarnya.
Situasi ini kemudian diperburuk dengan sikap DPR yang selalu sepakat dengan pemerintah.
Pasalnya, tujuh dari sembilan fraksi di DPR merupakan partai pendukung pemerintah.
Asep mengatakan, semestinya DPR mampu melahirkan proses kritis terhadap jalannya roda pemerintahan.
"Sayangnya posisi DPR lemah. Jadi tidak ada kontrol efektif dari DPR sehingga lahir UU yang menuai polemik," kata dia.