Dinilai Diskriminatif dan Berbiaya Mahal, Warga Surabaya Gugat Aturan Rapid Test Antigen ke MA
Surat Edaran (SE) No.3/2020 digugat warga asal Jawa Timur Muhammad Soleh melalui judicial review (JR) atau uji materi ke Mahkamah Agung (MA).
Penulis: Rahmat Jiwandono | Editor: Adi Surya Samodra
Soleh tak menampik bahwa banyak pihak yang membatalkan liburan ke Bali karena adanya pengetatan yang dilakukan pemerintah.
Baca juga: Pemkot Solo Tegaskan Karantina Hanya untuk Pemudik Tak Bawa Swab Antigen, Jagong dan Kerja Tidak
Baca juga: Harga Tes Swab Antigen di Solo, Syarat Pemudik Masuk ke Kota Solo Saat Libur Nataru
Seharusnya, jika ingin melakukan pengetatan ke luar masuk Bali dilakukan tiga bulan lalu, bukan satu minggu mendekati libur Natal dan Tahun Baru.
"Orang-orang sudah ada yang terlanjur beli tiket pesawat ke Bali. Bahkan ada yang booking liburan lewat jalur darat," katanya.
Namun demikian, mereka terpaksa membatalkan karena harus mengeluarkan biaya tinggi untuk tes RT-PCR maupun antigen.
"Misalnya pesawat Surabaya ke Bali hanya Rp 300 ribu, sementara biaya tes PCR sekitar Rp 900 ribu,” kata Soleh.
Untuk perjalanan darat yang sebelumnya hanya diwajibkan rapid tes sekitar Rp 85 ribu, sekarang harus mengeluarkan biaya tambahan untuk rapid tes antigen sekitar Rp 250 ribu.
"Jika satu orang mungkin tidak terlalu bermasalah, tapi bagi rombongan dengan keluarga misal lima orang, tentu cost yang dikeluarkan sangat tinggi,” katanya.
Soleh menyayangkan, perataruan tersebut tidak diwajibkan untuk pihak yang melakukan perjalanan menggunakan kendaraan pribadi dan umum seperti bus.
Mereka hanya diimbau menggunakan rapid tes antigen.
“Yang jadi pertanyaan, apakah naik bus umum tidak berbahaya, apakah interaksi banyak orang diterminal tidak berbahaya? Kenapa yang dianggap berbahaya hanya Bandara udara dan stasiun kereta api? Kebijakan ini sunggu aneh dan tidak bisa dinalar secara logis,” ungkapnya.
Oleh karenanya, kebijakan kewajiban tes RT-PCR atau rapid tes antigen untuk keluar masuk Pulau Bali dan rapid tes antigen untuk keluar masuk Pulau Jawa bertentangan dengan asas pengayoman Pasal 6 huruf a dan asas kenusantaraan Pasal 6 e Undang-undang No 12 tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang telah diubah oleh UU No 15 tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No 12 tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Karenanya Mahkamah Agung (MA) harus membatalkan Surat edaran satuan tugas penanganan Covid-19 Nomor 3 Tahun 2020,” tegasnya. (*)