Berita Solo Terbaru
Tak Mau Berhenti Jualan, Nenek Korban Penipuan Amplop Berisi Potongan Koran: Mau Cari Uang Sendiri
Dia tidak mau berpangku tangan dan memutuskan tetap berjualan piring di lampu merah Patung Tembak, Jalan Veteran, Kecamatan Serengan, Kota Solo.
Penulis: Adi Surya Samodra | Editor: Ryantono Puji Santoso
Korban penipuan amplop berisi potongan kertas koran pemberian pembelinya tersebut tinggal di kediaman berwarna putih berukuran 55 meter persegi.
Baca juga: Kesaksian Nenek Penjual Piring di Solo, Dapat Amplop: Dikira Segepok Uang, Ternyata Potongan Koran
Baca juga: Nasib Pilu Nenek Penjual Piring di Solo Ditipu Pembeli, Amplop yang Diterima Berisi Potongan Koran
Rumah tersebut berada di gang sempit di daerah Pringgolayan hanya bisa dimasukki sepeda angin atau sepeda motor.
"Saya tinggal di sini bersama cucu perempuan saya yang sekarang duduk di bangku SMK," ucap Sariyo kepada TribunSolo.com, Sabtu (20/2/2021).
Cucunya tersebut tinggal bersamanya karena tengah menimba ilmu di Kota Solo.
Sebelum bersama Sariyo, ia tinggal di rumah kontrakan daerah Kabupaten Klaten bersama ayahnya. Ibunya sudah meninggal dunia.
"Ini tinggal sementara bersama saya kalau sekolah sudah masuk. Keluarga saya tidak punya apa-apa," ucap dia.
"Yang penting cucu saya bisa sekolah," tambahnya.
Rumah hunian Sariyo minim properti. Hanya ada dua kasur dan beberapa bantal, televisi satu, alat penanak nasi, dan jemuran dari tali.
Baca juga: Viral Video Pria Bagi Amplop Isi Uang dan Gambar Paslon di Gunungkidul, Begini Respons Bawaslu
Beberapa boneka beruang dan panda tergantung rapi di salah satu sudut ruang.
Pakaian Sariyo dimasukkan ke dalam boks. Hanya ada satu kursi panjang di luar rumah.
Penerangan lampu begitu minim. Itu hanya ada di lokasi tempat tidur cucunya yang dekat dengan jendela.
Jika itu tak dihidupkan, ruangan dalam hunian Sariyo begitu gelap gulita.
"Rumah ini sebenarnya saya beli sejak tahun 1982. Itu karena saya ingin ikut anak saya ke Solo pada waktu itu," ucap Sariyo.
Demi itu, Sariyo rela menjual rumahnya yang berada di Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri sebagai modal awal perantauan.
Seiring berjalannya waktu, rumah tersebut kemudian ia jual dan dibeli oleh keponakannya.
Keputusan menjual rumah karena Sariyo sudah tua dan hasil jualnya langsung ia bagikan ke anak-anaknya.
"Tapi saya diperbolehkan tinggal di sini seumur hidup saya. Untuk air dan listrik, biayanya ditanggung keponakan saya," ujarnya. (*)