Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Kisah Pilu Bocah Hiperaktif di Nunukan, Hidup Diikat ke Pohon dan Dikurung dalam Rumah

Nasib Ruslan seorang bocah berusia 9 tahun di Nunukan, Kalimantan Utara membuat hati teriris. Sebab, sehari-hari dia harus diikat dan dikurung.

kompas.com
Abdul Jaya bersama Ruslan, bocah disabilitas yang diasuhnya sejak 7 tahun lalu(Kompas.com/Ahmad Dzulviqor) 

Polah Ruslan diakui Jaya dikeluhkan masyarakat, sudah seringkali Ruslan lari dari rumah, bocah tersebut mengambil makanan dan minuman di warung seenaknya, merusak tananam atau mencoret coret properti orang dengan batu atau benda yang didapatnya di jalan.

Sejak kecil, Ruslan sudah tidak bisa bicara, sehingga ekspresi tak biasa yang diperlihatkan kemungkinan emosi yang muncul atau keinginan yang tak bisa dia jelaskan akibat keadaannya tersebut.

‘’Setiap hari dia mengamuk, biasanya waktu lapar, dia benturkan kepalanya ke lantai, dia tanduk dinding papan, sampai berdarah-darah, kadang saya tenangkan, saya obati lukanya dengan minyak batu atau minyak mentah,’’katanya.

Jaya seringkali harus menjelaskan keadaan Ruslan yang tidak seperti bocah normal pada umumnya.

Dia juga mencari asal jajan atau minuman kaleng yang diambil Ruslan untuk membayarnya dan meminta maaf pada pemilik warung.

Kondisi Ruslan membuat Jaya tak bisa berbuat banyak. Saking hiperaktifnya, ia harus menguatkan hati untuk mengikat Ruslan ke pohon, mengurungnya dalam gubuk, atau mengikat tali panjang dengan simpul mati ke kakinya, agar Ruslan tak lepas dari penjagaannya.

‘’Kalau saya tidur, saya buat simpul mati, saya ikat talinya di kaki Ruslan, simpul satunya saya ikatkan di kaki atau tangan saya, begitu dia mencoba lari jauh, saya pasti bangun karena pengaruh tali itu kan,’’lanjutnya.

Demi amanah, Jaya telan hinaan orang dan hanya bersabar

Jaya menceritakan, tidak terhitung berapa kali menelan hinaan dan caci maki orang akibat ulah Ruslan, namun ia lagi lagi hanya bisa mengucapkan maaf dan menjelaskan keadaan Ruslan.

Ia menceritakan bahwa Ruslan merupakan anak adiknya yang bermasalah dalam rumah tangga, sehingga menyerahkan sepenuhnya hak asuh Ruslan yang saat itu masih berusia dua tahun. Kebetulan saat itu, ia juga tengah menduda.

‘’Sekitar tujuh tahunan saya asuh dia, waktu kecil sering jatuh dia (Ruslan) dari ayunan, kepalanya sering terbentur, beberapa kali saya bawa berobat kampung, ke orang pintar tidak juga bisa sembuh, namanya amanah, mau diapa?,’’katanya.

Jaya juga tidak tega memasukkan Ruslan ke sekolah dalam kondisi demikian. Ruslan tidak memiliki kemampuan layaknya anak normal sebayanya, ia masih buang air besar maupun buang air kecil di celana.

‘’Kalau saya kasih pulpen atau pensil, saya takut dia tusuk-tusuk ke kepala atau mata, nah setiap hari dia benturkan kepalanya dan dipukul pukulnya, kasihan sekali,’’imbuhnya.

Keluarga Jaya yang tadinya menampungnya bersama Ruslan juga sering protes karena Ruslan selalu kencing dan buang air besar sembarangan di dalam rumah.

"Saya ini sekarang tinggal di pos ronda, jadi gubuk yang saya tempati ini tadinya pos ronda, saya tutup papan papan bekas yang saya dapat, tidak masalah asal bisa membesarkan Ruslan,"katanya tegas.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved