Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Intip Dapur Ayam Panggang Mbok Denok di Pelosok Tapi Pembeli Membludak : Masih Pakai Tungku & Kayu

Pemilik menerapkan sistem open kitchen atau dapur terbuka di mana pelanggan bisa silih berdatangan mengamati proses dimasaknya ayam panggang.

Penulis: Muhammad Irfan Al Amin | Editor: Asep Abdullah Rowi
TribunSolo.com/Muhammad Irfan
Warung Ayam Panggang Mbok Denok di Jalan Raya Jatipuro - Jatiyoso, Desa Sangen, Kecamatan Jatipuro, Kabupaten Karanganyar, Sabtu (20/3/2021). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com,Muhammad Irfan Al Amin

TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR - Dalam dunia usaha kuliner, dapur kerap kali menjadi suatu hal yang tertutup bagi para pelanggannya.

Namun hal itu tidak berlaku Warung Ayam Panggang Mbok Denok.

Lokasinya berada di Jalan Raya Jatipuro - Jatiyoso, Desa Sangen, Kecamatan Jatipuro, Kabupaten Karanganyar.

Pemilik menerapkan sistem open kitchen atau dapur terbuka di mana pelanggan bisa silih berdatangan mengamati proses dimasaknya ayam panggang.

Uniknya, proses memasak masih menggunakan kayu bakar dan tungku dari tanah liat.

Proses yang tradisional ini sudah dilakukan sejak awal berdiri di tahun 1996.

Baca juga: Kampung Lampion di Sarigunan Sragen Hanya Buka Dua Kali Seminggu, Ada Kuliner Tumpang Koyor

Baca juga: Ayam Panggang Mbok Denok Karanganyar : Lokasi Jauh, Makan Nunggu 1 Jam, Tapi Pembeli tetap Membludak

Hal itu dikisahkan oleh pengelola warung tersebut Dendi Resmadi (38) yang tetap setia menjaga cita rasa yang dirintis oleh ibunya, Suwarni.

"Meski zaman sudah modern namun peralatan kita masih bertahan dengan sistem tradisional," terangnya kepada TribunSolo.com, pada Sabtu (20/3/2021).

Para pembeli yang datang juga bisa ikut merasakan sensasi memasak di dapur Mbok Denok.

"Paling banyak juga foto-foto, karena kalau orang kota melihat dapur semacam ini sudah langka," ungkapnya.

"Paling berposes seakan memasak di kuali paling besar," imbuhnya.

Melalui sistem open kitchen, Dendi ingin mengajak pembelinya seperti bernostalgia dengan cara masak orang tua di tempo dulu.

"Seperti nostalgia para simbah kita di desa masak seperti apa," terangnya.

Dirinya juga tidak takut apabila ada pelanggannya yang bertanya mengenai bumbu dan resep dari ayam panggangnya.

"Resepnya cuma bumbu sederhana, semuanya ada di pasar, ayam kampung juga ada di pasar, tapi eksekusinya yang beda," ucapnya.

Dirinya menuturkan untuk satu ekor ayam membutuhkan waktu hingga nyaris satu jam agar bisa mencapai meja pelanggan.

"Kami memasak setidaknya butuh waktu hingga 45 menit," ujarnya.

Saat ditanyakan apakah ingin beralih menggunakan peralatan masak modern, Dendi masih memilih untuk mempertahankan resep yang diberikan ibunya tersebut.

"Ini soal rasa, kalau alatnya beda semuanya ikut berubah," jelasnya.

Kuliner Unik di Karanganyar

Ke mana anda akan menuju saat berwisata kuliner di Karanganyar?

Cobalah ke sudut Kabupaten Karanganyar di Jalan Raya Jatipuro - Jatiyoso, Kecamatan Jatipuro, Kabupaten Karanganyar. 

Baca juga: Mantan Teroris Bom Bali 1 Jual Soto di Sukoharjo, Laris Manis, Sudah Punya 5 Karyawan

Di sana, ada kuliner istimewa berupaa warung Ayam Panggang Mbok Denok

Dari Kota Solo, jaraknya lumayan juga.

Bahkan lokasi tersebut hanya tinggal berjarak 10 menit saja ke pusat Kota Wonogiri.

Meskipun warung Mbok Denok jauh dari pusat Kota Solo maupun pusat Kabupaten Karanganyar, namun pelanggannya tetap datang silih berganti. 

Bila ke sana, jangan kaget kalau harus antre makan.

Masuklah ke dalam, maka terlihat setiap sudut meja sudah terisi oleh pelanggan yang tak sabar menanti matangnya ayam panggang pesanan mereka. 

Yang menarik, nama pemilik warung ini sebenarnya bukan bernama Mbok Denok.

Anak pemilik warung, Dendi Resmadi (38), mengatakan nama Mbok Denok merupakan julukan ibunya yang merupakan perintis dari warung itu. 

"Nama ibu saya sebenarnya Suwarsi, namun tetangga dan keluarga akrab memanggil namanya dengan Bu Denok," katanya. 

Berdiri sejak tahun 1996, Warung Ayam Panggang Bu Denok selalu ramai oleh pembeli. 

"Bahkan pelanggan saya ada yang datang dari Bali, saya tidak tahu dia dapat info darimana," ucapnya. 

Ukuran ayam yang dipesan juga bermacam-macam, dari yang utuh hingga hanya potongan daging saja. 

"Kami bisa beli utuh, atau perpotongan tergantung selera," terangnya. 

Untuk satu ekor ayam utuh pembeli harus menyiapkan kocek dengan nominal Rp 65 ribu, hingga Rp 75 ribu. 

"Tergantung besaran ukuran ayam, semakin besar semakin mahal," ujarnya. 

Dirinya mengakui sehari rata-rata menghabiskan 50 potong ayam. 

"Kami tidak ingin terlalu banyak, jumlah segitu saja antrinya sudah sangat panjang," jelasnya. 

Bila Bulan Ramadhan tiba, jumlah pemesanan mencapai hingga tiga kali lipat dari hari biasa. 

"150 ekor bisa dan semuanya ayam kampung," ujarnya.

Rasanya? Memang tiada lawan.

Bumbunya benar-benar meresap, dilengkapi pilihan sambal terasi dan urap.

Mungkin itu yang menjelaskan kalau banyak pembeli yang rela datang meski jauh dan bersabar mengantre. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved