Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Sukoharjo Terbaru

Cerita Tentang Surya Hastono, Juru Kunci Keraton Kartasura, Dapat Gaji Rp 107 Ribu per Bulan

Menjadi abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta menjadi kebanggaan tersendiri bagi sejumlah masyarakat.Seperti Surya Hastono Hadi Projo.

Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Ryantono Puji Santoso
TribunSolo.com/Agil
MNNg (Mas Ngabei) Surya Hastono Hadi Projo Nagoro. 

Saat dikunjungi Rabu (24/4/2019), dinding tembok bata merah itu bersih dari semak belukar dan rumput liar yang biasanya sulit ditembus.

Lubang besar di dinding puing-puing Keraton Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Lubang besar di dinding puing-puing Keraton Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah. (TRIBUNSOLO.COM/Krisna Sumargo)

Secara teknis dinding bata merah itu dibangun menggunakan teknik tradisional sistem kosot. Bata merah ukuran besar disusun dengan cara digosokkan satu sama lain sehingga lengket.

"Di sinilah dulu pasukan Raden Mas Garendi menjebol benteng dan menghancurleburkan cepuri keraton. Ini tempat tinggal raja," kata Freddo Candra Kusuma (23).

Lubang itu menurut kisah turun temurun, dihantam peluru meriam pasukan penyerbu yang dipimpin Kapiten Sepanjang, tokoh militan etnis Tionghoa dari Batavia.

Begitu benteng jebol, pasukan Raden Mas Garendi atau Sunan Kuning, merangsek masuk area tempat tinggal raja, menjarah rayah isinya, dan menghancurleburkan bangunannya.

Peristiwa dramatis pada 30 Juni 1742 itu menandai runtuhnya Keraton Kartasura yang berumur 62 tahun.

Ambruknya kerajaan itu juga menandai masa akhir kekuasaan Sunan Pakubuwana II di Kartasura yang didukung VOC. Raden Mas Garendi berumur 12 tahun saat kejadian.

Cucu Amangkurat III itu ditahtakan oleh pendukungnya yang bersekutu dengan pasukan Tionghoa sebagai Sunan Amangkurat V.

Seperti diceritakan Freddo, juru pelihara yang ditugaskan Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Jateng di situs Keraton Kartasura, sesudah keraton runtuh, tempat itu akhirnya telantar.

Keraton kemudian pindah ke Desa Sala, di sebelah timur Kartasura. Pusat kerajaan itu bertahan hingga saat ini menjadi Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Sejak tiga tahun terakhir, Freddo sendirian merawat lingkungan situs yang sebagian besar kini jadi permukiman dan pekuburan umum yang sudah tak difungsikan lagi.

Tugasnya sangat berat, karena harus merawat area situs seluas lebih kurang dua (2) hektare. Kondisi bekas Keraton Kartasura yang dibangun sejak 1680 Masehi itu tidak terlalu bagus.

Sisa atau jejak terjelas istana kerajaan dari masa Sunan Amangkurat II (Amangkurat Amral) hingga Susuhunan Pakubuwana II itu tinggal benteng cepuri keraton berbentuk persegi.

Secara umum tembok bata merah setebal kira-kira 2,5 meter itu masih cukup kokoh, namun sebagian besar diselimuti semak belukar dan konon kadang jadi sarang ular.

Pengunjung situs sejarah budaya itu bisa dihitung jari. "Selain peziarah, kadang juga ada rombongan anak sekolah," kata Freddo.

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved