Berita Sukoharjo Terkini
Kisah Nasiban, Penjual Angsle Nyentrik Kartasura : Jualan Sambil Joget, Malah Dicibir Tak Waras
Kisah Nasiban Penjual Angsle Legendaris Kartasura, Suka Joget Saat Jualan, Pernah Dikira Tak Waras
Penulis: Azfar Muhammad | Editor: Aji Bramastra
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Azhfar Muhammad Robbani
TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Banyak cara untuk berjualan dengan menarik perhatian pembeli.
Termasuk, apa yang dilakukan oleh pria bernama Muhammad Nasiban (60), atau yang banyak dipanggil warga Kartasura sekitarnya dengan panggilan Cak Nasib alias Pak Thing Thong.
Nasiban tinggal di kawasan sekitar Stasiun Gawok, Desa Gesingan RT 01 RW 09 Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo.
Baca juga: Melegenda, Kisah Penjual Es Kapal Solo, 36 Tahun di Bawah Pohon Beringin Baron, Kini Pindah di Kios
Ia menjadi penjual keliling yang populer di Kartasura, karena cara menjualnya yang nyentrik.
Saat menjual, ia kerap berjoget atau memeragakan gerakan kung-fu.
Ada kisah di balik kebiasaanya ini.
Ia mengaku, pendapatannya terus tergerus saat pandemi.
Biasa mangkal, saat pandemi ia hanya dapat 2- 3 pembeli angsle.
Ia pun coba berjualan keliling menggunakan motor dibanding mangkal di Pasar.
"Jika mangkal sehari paling dapat Rp 15 ribu. Tapi kalau keliling yah sehari bisa cepat," tandasnya.
Sambil keliling, ia pun berjoget.
Nah, berkat gayanya yang berisik dan kocak itu, terkenal-lah ia di kalangan warga Kartasura dan sekitarnya.
Nasiban berasal dari Jember, Jawa Timur.
Ia merantau ke Kartasura, Sukoharjo pada tahun 1986.
Dirinya tinggal di kawasan sekitar Stasiun Gawok Desa Gesingan RT 01 RW 09 Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo.
Sekitar tahun 2001 atau 2002 dirinya memulai berjualan Angsle setalah dirinya berhenti dari jualan dari Bakso.
"2002 saya berhenti dari jualan bakso terus saya berfikir dan punya ide untuk jualan minuman angsle," kata Nasiban kepada TribunSolo.com Rabu (7/4/2021).
Ia mengaku dirinya ingin meneruskan bisnis ibunya yang pernah jualan Angsle pikulan di Jember.
Yang unik dari Nasiban, dirinya berjualan dengan sangat nyentrik menggunakan mikrofon dan musik tradisional di gerobaknya.
Tidak hanya musik tradisional, Nasiban juga menggunakan sound system mini untuk menarik perhatian dan memanggil pelanggan.
"Pake ting ting ting (musik yang di gerobak dan sound system, hanya sekedar panggil pembeli, mencari perhatian agar punya ciri khas," tambahnya.
Menurut Nasiban, dengan ciri khas musik yang ia nyanyikan orang-orang mulai melirik dan memperhatikannya.
Namun ada juga orang yang bilang kepada dirinya beliau adalah sosok orang yang gila atau tidak waras.
"Pertama kali waktu itu yang lagunya unyil, anak kecil bergerombol senang datang," ujarnya.
Akhirnya ia mengaku orang-orang mulai mengenal dirinya dengan Pak Ting-tong.
Untuk lagu yang dimainkan oleh Nasiban dirinya sampaikan macam-macam lagu dari seluruh kalangan.
"Kadang sholawatan, anak-anak , gamelan musik musik nasional, dangdut, china, campursari dan lagu pop," katanya.
Ia mengaku, zaman masih muda dirinya pernah aktif di kegiatan janger dan mantan bermain musik tradisional di tahun 1960-an.
Dirinya setiap pagi mendorong gerobak atau keliling menggunakan motor pribadinya.
"Bangun setengah 6 pagi ke pasar dan keliling dan pulangnya sekitar sampai jam 1 atau jam 2 siang," katanya.
Menurut Nasiban, minuman Angsle biasanya disajikan di sore atau malam hari seperti wedang dan ronde.
"Berbeda dengan angsle yang umum, yang lain sore kaya wedangan kalau saya pagi siang sore, karena ada yang dingin," katanya.
Saat ditanyai kemana saja kelilingnya ia mengaku tidak menentu.
"Keliling ke Pasar Daleman, Pasar Kartasuro, Pasar Colomadu, Tegal Gondo jika sepi baru menyasar ke kampung-kampung dan perumahan," paparnya.
Sebanyak 60 cup gelas atau mangkok perhari ia bawa menggunakan motor atau gerobak.
Terkait omset, dirinya mengaku sebelum pandemi jauh lebih menguntungkan di banding saat ini.
"Sebelum ada Corona Rp 400-500 Ribu Rupiah perhari, kalau sekarang ya sekitar 100- 200 perhari sekarang," ujarnya.
Sebagai catatan, untuk harga Anglenya sendiri cukup murah hanya 5 ribu rupiah.
Pernah Jualan Bakso
Nah, sebelum populer ternyata sebelum menjadi penjual Angsle Keliling ia adalah seorang penjual bakso di Kartasura.
Ia mengawali peruntungannya sebagai penjual bakso urat pada tahun 1985.
"Mulai jualan bakso urat yang dibuat sendiri dari keliling menggunakan gerobak dan membuka lapak di Kartosuro," ujar Nasiban kepada TribunSolo.com, Rabu (7/4/2021).
Pada saat itu, dia mengaku usaha jualan bakso yang diberi nama 'Bakso Tingtong'.
"Karena iseng dan saya suka musik, di gerobak saya pasang alat musik dan soundsystem,” ujarnya.
Saat jadi penjual bakso, ia mengaku sempat merasakan masa jaya.
"Sehari dulu bakso bisa habis 25 kilo bakso, apalagi kalau Ramadhan dan Lebaran, bisa 50 kilo," paparnya.
"Penghasilannnya Rp 1 juta sampai 3 juta perhari. Zaman dulu kan besar, harga bakso pun terhitung murah," ujarnya.
Dirinya mengaku dari hasil penjualan baksonya ia telah berhasil membeli rumah di Kartasura.
"Setelah itu, saya akhirnya di tahun 2002 atau 2001 saya dapat musibah ditipu orang untuk membeli tanah dan berhenti jualan bakso," tandasnya (*)