Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Sejarah Kota Solo

Masjid Tiban Wonokerso : Warga Heran, Tak ada Pemukiman, di Tengah Hutan Malah Ada Masjid

Sejarah dan Asal-usul Masjid Tiban Wonokerso : Belum ada Pemukiman, Tapi di Tengah Hutan Belantara Malah Ada Masjid

Penulis: Muhammad Irfan Al Amin | Editor: Aji Bramastra
TribunSolo.com/Muhammad Irfan Al Amin
Masjid Tiban Wonokerso, Wonogiri. Sudah ada lebih dulu ketimbang peradaban pertama. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Muhammad Irfan Al Amin

TRIBUNSOLO.COM, WONOGIRI - Sebuah masjid pusaka peninggalan para Walisongo masih berdiri kokoh di Dusun Tekil Kulon RT 01/RW 05, Sendangrejo Wonogiri.

Masjid tersebut bernama Masjid Tiban Wonokerso, yang diyakini menjadi masjid tertua di Wonogiri.

Baca juga: Padusan Solo, Pengelola Masjid Al-Wustho Sulap Kolam Ikan Jadi Kolam Mini : Biar Anak-Anak Senang

Bahkan, warga meyakini, Masjid Tiban Wonokerso merupakan salah satu masjid tertua di Jawa.

Ini karena kisah mengabarkan, masjid ini beridiri lebih dulu daripada Masjid Demak.

Setidaknya itulah penuturan sesepuh warga setempat sekaligus ta'mir Masjid Wonokerso, Slamet (72).

Kementerian Agama Kantor Wilayah Jawa Tengah juga menyebut bahwa masjid itu menjadi model maket Masjid Demak.

Slamet mengisahkan bahwa saat walisongo sedang mendirikan Masjid Demak, para wali tersebut mencari kayu material dari Hutan Jati Donoloyo, Slogohimo.

Dalam proses pencarian itu mereka singgah di suatu wilayah dan membangun tempat shalat di tengah hutan tersebut.

Kemudian seiring berjalannya waktu dan proses pembangunan Masjid Demak sudah selesai, Masjid Tiban pun ditinggalkan.

Hingga akhirnya masjid yang masih bertahan dengan bangunan kayunya itu ditemukan oleh Ki Ageng Tugu bersama pengikutnya saat melakukan babat alas di wilayah Wonogiri Selatan.

Maka dari situlah muncul nama "Tiban" karena masjid itu berdiri terlebih dahulu sebelum ada pemukiman warga, sehingga kanan kirinya saat itu masih hutan belantara.

Konon, warga pertama yang datang ke sana untuk membuat peradaban atau pemukiman baru, heran sudah ada masjid di tengah hutan.

Padahal, tak ada satupun penduduk di sana. 

Slamet juga menuturkan, setelah sekitar Masjid Tiban ditemukan pihak Keraton Surakarta memberikan perhatian terhadap pembangunan masjid itu.

Bahkan area itu di masa Keraton Surakarta diberi nama Wonokerso yang bermakna hutan yang diberi restu.

Seiring perjalanan waktu, masjid itu terus digunakan sebagai tempat peribadatan warga, walaupun ukuran luas masjid hanya 7X7 meter dan hanya mampu menampung jamaah tak lebih dari 30 orang.

Bahkan di masa Kolonial Belanda, Masjid Tiba Wonokerso menjadi patok penanda status penduduk di desa tersebut.

Masjid itu menjadi pemisah antara warga Islam Putihan yang berada di selatan dan Islam Abangan di Utara.

Bahkan di masa penjajahanBelanda, kolong Masjid Tiban wonokerso sempat digunakan menjadi tempat persembunyian para pejuang dari kejaran tentara Belanda.

Hingga kemudian pator tersebut memudar seiring perkembangan zaman dan Indonesia merdeka.

Kini setelah sekian abad berdiri, Masjid Tiban Wonokerso masih mempertahankan arsitektur bangunan kayunya dan tetap konsisten tidak menggunakan paku, hanya pasak atau pantek sebagai penghubung antar kayu satu dengan lainnya.

Hanya saja karena jumlah jamaah yang terus bertambah di tahun 1982, pihak Tamir Masjid membangun teras tambahan di bagian depan.

Semenjak tahun 1996, Masjid Tiban Wonokerso dikelola oleh Dinas Purbakala Jawa Tengah, sebagai benda cagar budaya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved