Berita Solo Terbaru
Keraton Solo Masih Berseteru, Tradisi Selikuran Ramadhan Ada Dua, dari Raja PB XIII dan Kubu LDA
Tradisi Malam Selikuran di Keraton Solo, tak luput dari perseteruan antara kubu Raja Paku Buwono (PB) XIII dan Lembaga Dewan Ada (LDA).
Penulis: Fristin Intan Sulistyowati | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Fristin Intan Sulistyowati
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Tradisi Malam Selikuran di Keraton Solo, tak luput dari perseteruan antara kubu Raja Paku Buwono (PB) XIII dan Lembaga Dewan Ada (LDA).
Terpantuan dilapangan TribunSolo, Gelaran acara selikuran di Masjid Agung Solo, Minggu (2/5/2021) dibagi dua sesi pelaksaan.
Sesi pertama dilakukan oleh Lembaga Dewan Ada (LDA) pada pukul 20.00 WIB.
Gusti Moeng menjelaskan malam selikuran cukup dilalukan dengan sederhana tanpa ada kirab dan langsung berada di Masjid Agung Solo.
Baca juga: Viral Pungli di Gajahan, Ternyata Ada Perda Solo Soal Penarikan Dana, Berikut Aturan & Batasannya
Baca juga: Makna Malam Selikuran Keraton Solo, Ada Kirab Tumpeng & Abdi Dalem : Kemuliaan Malam Seribu Bulan
"Kita hanya gunakan satu tumpeng saja. Intinya kita berdoa, bersyukur masih dipertemukan dengan Ramadhan tahun ini," aku dia kepada TribunSolo.com.
"Dan semoga diberikan anugerah yang luar biasa utamanya bagi Kraton Solo," ungkapnya setelah pelaksana acara selikuran.
Lalu dilanjut disesi kedua, kubu Raja Paku Buwono (PB) XIII sekitar pukul 21.00 WIB.
Dengan lalukan kirap ting (lampu) dan 1000 tumpeng yang dibawa oleh abdi dalem Kraton Solo dengan prokes yang ketat.
Pengageng Parentah Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, K.G.P.H. Dipokusumo, mengatakan kirab ini secara aturan majadi kewenangan Raja Paku Buwono (PB) XIII untuk pegelaranya.
"Otoritas tinggi di Keraton Solo, berkaitan ruang lingkup wilayah sesui aturan Keputusan Presiden Tahun 2003," jelasnya.
"Jadi penyelengaraan upacara-upacara sebaikanya sebagi otoritas Raja Paku Buwono (PB) XIII," aku dia menekankan.
Makna Selikuran
Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menggelar tradisi Malam Selikuran di bulan Ramadan, Minggu (2/ 5/ 2021) sekira pukul 20.00 WIB.
Dalam tradisi itu akan diadakan kirab tumpeng dan arak-arakan abdi dalam dengan membawa lampu lentera yang dimulai dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menuju kompleks Masjid Agung Solo.
Itu digelar dengan menjalankan protokol kesehatan mengingat masih mewabahnya pandemi Covid-19.
Arak-arakan abdi dalem tetap dibuat berjarak satu sama lain.
Baca juga: Style Rian Dmasiv Kerja Bakti di Kawasan Keraton Solo, Pakai Kaus dan Bawa Kemoceng
Baca juga: Ketua BPK Agung Firman Bergelar Kanjeng Pangeran Haryo, Diberikan Langsung Raja Keraton Solo PB XIII
Pengageng Perintah Keraton Kasunanan Surakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Dipokusumo, mengatakan tradisi malam selikuran miliki makna kemuliaan malam lailatul qadar.
"Tumpeng sewu, melambangkan malam seribu bulan 10 haris sebelum lebaran dan lampu ting sebagai pencahayaan," ungkap Dipokusumo.
Tumpeng tersebut, sambung Dipokusumo, sudah didoakan oleh pemuka agama.
"Kalau dulu sampai ke Stadion Sriwedari, lalu belakangan ini diperpendek di Masjid Agung saja," ujarnya.
Cuma 200 Orang
Sebelumnya, tradisi Malam Selikuran digelar pihak Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Minggu (2/5/2021) mulai pukul 20.00 WIB di tengah wabah pandemi Covid-19.
Dalam tradisi tersebut, proses kirab disebut-sebut bakal dilakukan dengan rute awal Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menuju Masjid Agung Solo.
Ketua Pelaksana Satgas Penanganan Covid-19 Solo, Ahyani, mengatakan acara tersebut sudah mengantongi izin.
Izin diberikan karena pelaksanaannya tetap menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
"Sejak dulu sudah ada izin induk untuk Keraton Solo, jadi kalau ada kegiatan - kegiatan lainya sifatnya pemberitahuan," ungkap Ahyani kepada TribunSolo.com.
Baca juga: Dinilai Lestarikan Budaya, Ketum PBNU Said Aqil Dianugerahi Gelar Keraton Solo Kanjeng Pangeran Arya
Baca juga: Sempat di Zona Orange, Kini Karanganyar Kembali ke Zona Merah Kasus Covid-19
Pembatasan jumlah orang yang mengikuti acara Tradisi Malam Selikuran menjadi salah satu protokol kesehatan yang harus dijalankan.
Kurang lebih 200 orang yang diperbolehkan mengikuti tradisi tersebut. Itu sesuai dengan pemberitahuan yang tertera.
"Nanti kita lihat kalau yang datang melebihi ketentuan yang disepakati yakni 200 orang dalam lingkungan Kraton dan Masjid Agung Solo akan kami bubarkan," ungkapnya.
Ahyani juga menegaskan protokol kesehatan harus dipatuhi keseluruhan, mulai pengunaan masker, penyediaan handsanitezer dan pengatur jarak harus sesui prosedur
"Jika ada yang melanggar prokes akan kami cabut izin, dampaknya pelarangan kegiatan selanjutnya," ujarnya. (*)