Insiden di Kedung Ombo Boyolali
Kisah Kelam di Balik Waduk Kedung Ombo, Ada 'Hadiah' Stempel PKI Bagi Penentang Proyek Kala Itu
Kejadian mengerikan 9 orang tewas tenggelam di Waduk Kedung Ombo membuka kembali memoar perjalanan pembangunannya.
Penulis: Muhammad Irfan Al Amin | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Muhammad Irfan Al Amin
TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Kejadian mengerikan 9 orang tewas tenggelam di Waduk Kedung Ombo membuka kembali memoar perjalanan pembangunannya.
Waduk buatan era Presiden Soeharto itu, berada di wilayah Kabupaten Boyolali, Sragen dan Grobogan.
Hal itu dikisahkan oleh salah seorang Aktivis Komite Solidaritas Waduk Kedung Ombo, Wahyu Susilo kepada TribunSolo.com.
Dirinya menceritakan, banyak hal janggal saat proses pembebasan lahan saat itu mulai tahun 1985 silam.
"Banyak masyarakat yang menentang, karena luas waduk itu sendiri menelan 37 desa di tiga kabupaten yaitu, Sragen, Boyolali, dan Grobogan," katanya kepada Senin (17/5/2021).
Baca juga: Lengkap 9 Korban Perahu Terbalik Ditemukan, Operasi Pencarian di Waduk Kedung Ombo Resmi Ditutup
Baca juga: Asal Usul Warung Apung di Kedung Ombo : Ternyata Diincar Wisatawan, Ingin Sensasi Makan di Atas Air
"Hanya demi menghabiskan dana bantuan dari Bank Dunia," terangnya menekankan.
Ya, menurut dia, Bank Dunia mengucurkan anggaran hingga 156 juta US dolar untuk membangun waduk seluas 5.898 hektar tersebut.
Maka banyak lahan yang harus ditenggelamkan demi sebuah waduk tersebut.
"Terutama lahan yang digusur itu sebagian besar merupakan sawah milik warga, sehingga mereka mau makan apa saat itu?," ungkapnya.
Tragisnya menurut dia, para penentang kebijakan Waduk Kedung Ombo tidak hanya diperkarakan secara hukum, namun juga difitnah dan diberi label sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
Maklum saat itu ada yang menentang karena dinilai tidak ada komunikasi dengan baik dengan masyarakat sekitar.
"Di KTP mereka diberi label stampel ET (eks Tapol) yang membuat mereka kehilangan hak perdata di masyarakat," ujarnya.
Wahyu menjelaskan mereka telah berusaha menempuh secara jalur pengadilan hingga tingkat Mahkamah Agung, namun semuanya berujung pada kesia-siaan belaka.
"Kita tahu di belakang meja pengadilan ada siapa," kisahnya.