Berita Sragen Terbaru
Cerita Para Pengusaha Batik di Desa Wisata Batik Pilang: Dihantam Corona, Rela Jual Mobil dan Sawah
Pandemi membuat pengusaha batik di Desa Wisata Batik Pilang, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen kelimpungan.
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Ryantono Puji Santoso
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Pandemi membuat pengusaha batik di Desa Wisata Batik Pilang, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen kelimpungan.
Pasalnya, semenjak adanya pandemi, jumlah permintaan kain batik anjlok, menyusul dibatasinya mobilitas masyarakat.
Kini, pengusaha batik di Sragen sekuat tenaga untuk bisa bertahan di tengah pandemi, yang belum tahu kapan akan berakhir.
Baca juga: Ruang Isolasi Terpusat Asrama Haji Donohudan Kosong, Rumah Sakit Darurat Masih Rawat 2 Pasien Corona
Baca juga: Jekek Tak Mau Ambil Resiko Pelajar Wonogiri Tertular Corona: Semua Siswa Divaksin Baru PTM
Dampak pandemi sangat dirasakan Aminah (68) yang merupakan pengusaha batik tertua di Desa Wisata Batik, Pilang, Masaran.
Aminah sudah puluhan tahun berkecimpung di dunia usaha batik, dan baru mendirikan usaha batiknya sendiri sejak 25 tahun yang lalu.
Aminah menuturkan, pandemi ini lebih berat jika dibandingkan peristiwa krisis moneter pada tahun 1998.
Baca juga: Ini Alat yang Sempat Buat Geram Bupati Yuni, Gegara Molor, Padahal saat Itu Kasus Corona Sragen Naik
"Waktu krisis moneter kacau, tapi pandemi lebih kacau lagi, soalnya kita tidak tahu, kapan pandemi akan berakhir," katanya kepada TribunSolo.com, Jumat (1/10/2021).
Tiga bulan pertama pandemi, permintaan batik langsung menurun drastis, bahkan tidak ada.
"Karena tidak adanya pembeli, tidak ada penghasilan, yang menyebabkan saya terpaksa berhutang," jelasnya.
Baca juga: Sekolah di Solo yang Dipakai untuk Karantina Pasien Corona Mulai Dikosongkan, Persiapan Tatap Muka?
Ia pun terpaksa memangkas jumlah karyawannya, yang awalnya berjumlah 12 orang, kini tinggal 5 orang saja.
"Untuk menutup itu, pengusaha yang lain disini, sampai harus menjual mobil dan sawahnya, karena memang keadaan seperti ini," terangnya.
Bahkan, dampak pandemi lebih berat, saat ia membiayai kuliah keempat anaknya.
Baca juga: Dicari: Relawan yang Bersedia Disuntik Virus Corona Varian Delta, Ilmuwan Janjikan Rp 88 Juta
Aminah dan suaminya bahkan terpapar covid-19 pada Desember tahun lalu, yang membuatnya harus istirahat total, mengingat usianya yang rentan terpapar.
Meski begitu, permintaan batik di pasar belum kembali normal jika dibandingkan dengan sebelum pandemi.
"Tapi, sedikit-sedikit masih tetap produksi, sambil membayar hutang, dan Alhamdulillah saat ini, hutang sudah mulai lunas," terangnya.
Agar tidak merugi, Aminah hanya akan memproduksi batik jika ada permintaan.
"Jika tidak dibayar cash, saya juga menolak, agar tidak merugi," pungkasnya. (*)