Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Sragen Terbaru

Kisah Sate Ayam Ponorogo Pak Bagong yang Kondang di Sragen: Dulu Warung Kecil, Kini Langganan Bupati

Setelah cukup ahli membuat sate khas Ponorogo, Pak Bagong memberanikan diri membuka usaha sendiri di kampung halamannya, pada tahun 1979.

Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Hanang Yuwono
TribunSolo.com/Septiana Ayu
Penampakan warung makan Sate Ayam Ponorogo Pak Bagong yang kini telah memiliki 4 cabang di Sragen, Senin (13/12/2021). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari

TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Warga Sragen mungkin banyak yang tidak asing lagi dengan Sate Ayam Ponorogo Pak Bagong.

Ya, sate ayam itu kini sudah melegenda di Sragen, karena sudah mulai berjualan sejak puluhan tahun yang lalu.

Pemiliknya ialah pria yang lebih nyaman dipanggil Pak Bagong (69), berasal dari Desa Gabus, Kecamatan Ngrampal, Kabupaten Sragen.

Pak Bagong menceritakan pada tahun 1966, ia berangkat  langsung ke Ponorogo untuk belajar membuat sate.

"Tahun 1966 saya belajar langsung di Ponorogo, kemudian saya ditarik ke Semarang tahun 1971 selama beberapa tahun," ujarnya kepada TribunSolo.com, Senin (13/12/2021).

Baca juga: Inilah Potret Hj Fatimah : Dari Jualan Soto di Trotoar, Kini Jadi Salah Satu Wanita Terkaya Boyolali

Baca juga: Dulu Jualan Sate Ayam, Nasib Asisten Raffi Ahmad Ini Berubah saat Kerja di Dunia Sinetron

Setelah cukup ahli membuat sate khas Ponorogo, ia lalu memberanikan diri membuka usaha sendiri di kampung halamannya, pada tahun 1979.

Pertama kali, ia berjualan di warung kecil yang kini telah menjadi apotek Kimia Farma di Terminal Lama Sragen.

Selama bertahun-tahun ia berjualan di sana, akhirnya ia memutuskan untuk pindah ke pusat kuliner PKL Garuda Sragen

Jika dihitung, sudah 42 tahun Pak Bagong konsisten berjualan sate ayam khas Ponorogo.

Kini, sate ayam Ponorogo Pak Bagong sudah membuka 4 cabang yang ada di Kota Sragen

Cabang sate ayam Ponorogo Pak Bagong ada di Kelurahan Sragen Wetan, Teguhan, Pusat Kuliner Garuda dan Sentra Kuliner Brigjen Katamso Veteran Sragen

Masing-masing cabang dikelola oleh dirinya sendiri, dan ketiga anaknya. 

Pak Bagong memang sengaja mengajarkan ketiga anaknya cara membuat sate agar bisa mandiri. 

"Saya mendidik anak-anak sampai bisa, inginnya bisa mandiri semua, jadi saya kasih tempat, saya atur biar mendapat rezekinya masing-masing," jelasnya. 

Rahasia usahanya tetap eksis hingga saat ini, diakui Pak Bagong karena racikan bumbu satenya itu bisa cocok di lidah orang manapun. 

"Yang penting resep bumbunya, lain orang, lain masakan, rasanya beda, kalau disini semua orang cocok, banyak pelanggan saya dari luar kota, Bandung, Jakarta," paparnya. 

Tak hanya resep, kualitas sate pun tetap dipertahankan, meski harga barang pokok bisa naik turun.

Satenya telah melegenda di kalangan pejabat di Sragen, yang mana setiap ada event besar, sate ayamnya lah yang disuguhkan untuk para tamu. 

"Dulu mantan Kapolres jika ada rapat, atau tamu sering pesan di kami, Bupati Yuni kalau pesan ya ke sini," terangnya. 

Dagangan Diborong ASN

Beberapa waktu belakangan, aturan PPKM sempat membuat para pedagang kaki lima (PKL) merasa tercekik.

Bahkan, tak sedikit PKL di Sragen yang terpaksa gulung tikar. 

Pemandangan itu sempat terlihat di Pusat Kuliner PKL Garuda Sragen, yang mana dari 12 PKL, yang bisa bertahan hanya 4 pedagang saja. 

Kini, setelah ada pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), para PKL akhirnya bisa bernafas lega. 

Baca juga: Jelang Nataru, Polres Wonogiri Pastikan Tidak Ada Penyekatan: Hanya Check Point dan PPKM Mikro

Baca juga: Tiga Sentra Kuliner di Sragen Kembali Dibuka, Pemkab Ingatkan Pedagang Jangan Sampai Ngepruk Harga

Betapa tidak, kini pembeli mulai berdatangan, setelah aturan pembatasan mobilitas masyarakat yang ketat tidak diberlakukan lagi.

Seperti yang dilakukan aparatur sipil negara (ASN) di Sragen, yang berbondong-bondong datang untuk memborong makanan yang disajikan PKL.

Aksi tersebut, menurut salah satu PKL, Tri Warsiti mengatakan sangat berdampak pada penjualannya. 

"Setelah diborong perasaannya ya senang, baru merasakan ramai setelah ada PPKM kemarin," ujarnya kepada TribunSolo.com, Senin (13/12/2021). 

Siti, begitu panggilan akrabnya, kesehariannya berjualan sate ayam khas Ponorogo. 

Usaha itu telah dijalankan secara turun temurun, dari sang ayah. 

Selama ada PPKM, Siti mengaku penghasilannya turun lebih dari 50 persen. 

"Selama pandemi tetap berkurang, sampai 50 persen, karena ada PPKM, jadinya ada batasan untuk kita berjualan," jelasnya. 

Selain itu, banyaknya PKL lain yang memilih tutup juga berdampak kepada pada penjualannya. 

"Kalau semakin banyak menunya kan, pengunjung bisa memilih-milih, jadi bisa lebih ramai," kata Siti. 

"Harapannya setelah ini tidak ada pandemi dan PPKM lagi, agar pedagang disini bisa berjualan seperti dulu lagi," tambahnya.

(*) 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved