Viral
Fakta Jembatan Viral di Karawang, Pengendara Hemat Waktu 1 Jam, Endang Raup Omzet Rp20 Juta Per Hari
Baru-baru ini sebuah jembatan yang berada di Kabupaten Karawang, viral di media sosial.
Penulis: Naufal Hanif Putra Aji | Editor: Rifatun Nadhiroh
TRIBUNSOLO.COM - Baru-baru ini sebuah jembatan yang berada di Kabupaten Karawang, viral di media sosial.
Uniknya, jembatan yang berlokasi di Karawang Timur itu disokong dengan beberapa perahu yang berjejer di air.
Baca juga: Viral Jembatan Perahu Haji Endang Beromzet Rp 25 Juta per Hari, Terungkap Awal Mula Pembuatannya
Sosok di balik dibangunnya jembatan ini adalah diprakarsai oleh Haji Endang.
Diberitakan TribunJateng, Haji Endang awalnya hanya membuat perahu kayu eretan untuk membantu warga menyebrang pada tahun 2010.
Perahu itu digunakan untuk mengubungkan Desa Anggadita dengan Desa Parung Mulya di Karawang, Jawa Barat.
Dengan menggunakan perahu eretan ini, warga tak perlu memutar jauh dan bisa menghemat waktu.
Karena tingginya minat warga menggunakan perahu itu untuk menyebrang, Haji Endang pun menambah lagi menjadi dua.
Kemudian ia memiliki gagasan untuk menjejerkan perahu menjadi tumpuan jembatan.
Baca juga: Viral Cerita Gadis Tubuhnya Gatal dan Bentol Usai Pindah Kos, Syok Temukan Ini di Balik Kasur
Dengan belajar otodidak, pria lulusan SMP ini pun mewujudakan sebuah jembatan perahu yang diinginkannya.
Haji Endang pun nekat meminjam uang ke bank dengan jaminan sertifikat tanah untuk merealisasikan jembatan tersebut.
Jembatan yang ia gagas pun berhasil dibuat dan dilewati warga.
Namun, perahu kayu yang dijadikan plat besi ini memiliki kendali ketika sampah enceng gondok lewat.
Bahkan sempat ada perahu yang terbawa karena baut lepas.
Kemudian Haji Endang meminjam uang kembali untuk mengganti perahu kayu dengan perahu besi.
Sehingga bisa berdiri sampai sekarang ini.
Kini Haji Endang sudah memiliki 40 karyawan yang membantu merawat serta menjaga operasional jembatan ini.
Para pengendara mengaku terbantu
Dilansir dari Kompas.com, sejumlah pengendara mengaku terbantu adanya jembatan penyeberangan di Dusun Rumambe 1, Desa Anggadita, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang milik Muhammad Endang Junaedi.
Kardi salah seorang pengendara menyebut melintasi penyeberangan itu dapat menghemat waktu sekitar satu jam.
Saban hari Kardi mengaku sedikitnya enam kali melintasi jembatan penyeberangan perahu poton itu.
Sebab pekerjaannya mengantarkan roti ke warung - warung di area kawasan industri yang berada di seberang Sungai Citarum.
"Sangat terbantu. Kalau muter sejaman (sekitar satu jam)," ungkap dia.
Ia pun mengaku tak keberatan membayar Rp 2.000 saat menyeberang.
Sebab jika memutar justru ongkos transportnya lebih besar.
Hal yang sama disampaikan Sidik (45). Dengan melewati jembatan itu, ia mengaku menghemat waktu menjadi hanya sekitar 20 menit menuju tempat kerja.
Jika memutar memakan waktu sekitar 40 menit.
"Aksesnya mempercepat ya, daripada mutar," kata Sidik.
Jembatan perahu poton itu diketahui menghubungkan Desa Anggadita Kecamatan Klari dengan Desa Parungmulya Kecamatan Ciampel, menyeberangi Sungai Citarum.
Sekali menyeberang tarifnya Rp 2.000.
"Dari awal sejak masih eretan (tarifnya) enggak naik, masih Rp 2.000. Namun tidak paten, kadang ada yang ngasih Rp 1.000 kadang ada juga yang enggak (bayar) ya enggak apa-apa. Apalagi jika warga sekitar," ucap Endang, pemilik jembatan.
Baca juga: Penerawangan Ahli Spiritual Ki Kusumo: Tahun 2022 Bakal Banyak Pencerahan dan Kemajuan
Tak semata bisnis
Endang mengaku membuat jembatan penyeberangan perahu tak hanya soal bisnis, melainkan juga membantu masyarakat.
Selain memangkas jarak, ia menyebut hadirnya jembatan penyeberangan itu memantik perekonomian warga.
Sebab selain jembatan, Endang mengaku memperbaiki akses warga.
"Banyak warga berjualan di sepanjang jalan. Saya juga merekrut sekitar 40 orang dengan tidak memandang usia," ucap pria 62 tahun itu.
Setiap hari, kata dia, sekitar 10.000 pengendara sepeda motor yang melintas. Kebanyakan dari mereka merupakan pekerja pabrik.
Ia juga tak menampik jika omsetnya tak kurang dari Rp 20 juta dalam sehari saat hari kerja.
"Namun kami juga ada biaya operasional. Misalnya untuk perawatan perahu, upah pekerja, penerangan hingga perbaikan akses jalan," kata Endang.
Endang pun mengaku selalu memerhatikan keselamatan pengendara yang melintas.
Ia bersama para pekerjanya selalu memantau ketinggian air Sungai Citarum.
"Kalau tidak memungkinkan kami tutup," ujar dia.
(Tribunjateng/Kompas)