Berita Karanganyar Terbaru
Ini Cerita Bowo, Sosok Pria yang Sukarela Urai Kemacetan Saat Tawangmangu Diserbu Ribuan Wisatawan
Mengenakan rompi oranye, Bowo membawa peluit di jalan tersebut. Dia terlihat sedang mengatur kendaraan agar tidak terjadi timbulnya gesekan
Penulis: Mardon Widiyanto | Editor: Aji Bramastra
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Mardon Widiyanto
TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR - Para sukarelawan pengatur lalu lintas memang bukan siapa-siapa.
Meski, mereka yang bekerja tanpa ada janji honor atau uang bayaran ini punya jasa yang mulia : mereka membantu mengurai kemacetan, dengan menjadi lampu pengatur lalu lintas beryawa.
Baca juga: Libur Tahun Baru 1 Januari 2022, Wisatawan Tumplek Blek di Tawangmangu, Jalur Menuju Puncak Macet
Ya, mereka lah yang akhirnya menggantikan fungsi lampu pengatur lalin, di sebuah kawasan yang macet.
Terlebih, saat di kawasan itu tak ada petugas kepolisian yang berjaga.
Salah satu dari sukarelawan itu adalah Bowo.
Pria ini mencuri perhatian TribunSolo.com saat terjadi kemacetan di Simpang Tiga Balekambang, tepatnya di Kelurahan Kalisoro, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Minggu (2/1/2022) sore.
Bowo ikut membantu mengurai kemacetan kendaraan di jalan tersebut.
Mengenakan rompi oranye, Bowo membawa peluit di jalan tersebut.
Dia terlihat sedang mengatur kendaraan agar tidak terjadi timbulnya gesekan antar pengguna jalan.
Sekitar pukul 16.00 WIB, saat kendaraan dari jalan Lawu Asri terlihat lengang, ia kemudian meninggalkan jalan tersebut.
Nama lengkapmya adalah Saeful Prabowo (25), warga Dusun/Kelurahan Kalisoro, Kecematan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar.
Bowo sapanya, mengaku secara kebetulan melintas dan melihat jalan tersebut macet.
Merasa ingin membantu kondisi agar tak makin macet, Bowo pun turun.
"Kebetulan saya lewat jalan kok macet sekali, saya inisiatif bantu jalan kendaraan lain, sekitar pukul 15.00 WIB," ucap Saeful saat ditemui TribunSolo.com di rumahnya, Minggu (2/1/2022).
Ia tak menampik kalau ia mendapat uang dari pengendara, atas usahanya membantu mengurai kemacetan itu.
Tapi, Bowo menegaskan, ia sama sekali tak pernah meminta apalagi mengancam pengendara yang tak memberi uang.
Bowo mengaku, dua pekerjaan tetapnya adalah menjadi tukang parkir mulai pagi hingga sore.
Sementara itu, sekitar pukul 18.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB dia berdagang sate menggunakan sepeda motornya.
"Saya bekerja pagi hingga dini hari untuk menghidupi istri dan dua anak saya," kata Saeful.
Penghasilannya sebagai tukang parkir dan penjual sate keliling pas-pasan.
Bahkan penghasilannya sebagai jukir bisa nol, karena sepinya pengunjung di lokasi parkir yang dikelolanya.
Dari menjual sate, ia dapat sekitar Rp 100 ribu.
"Siang jadi tukang parkir, ya paling nggak, bisa beli nasi, untuk sate ayam baru bisa buat mutar modal saja," ungkap Bowo. (*)