Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

YLKI Beberkan Kejanggalan di Balik Mahalnya Harga Minyak Goreng, Curiga Ada Praktik Kartel

Harga minyak CPO di pasar dunia yang tengah melonjak, tidak bisa jadi alasan untuk menaikkan harga minyak goreng yang dijual di dalam negeri.  

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TribunSolo.com / Fristin Intan
Pedagang Minyak Goreng di Pasar Legi Kota Solo 

Harga minyak goreng harus mengacu pada harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag).

"Kita kan penghasil CPO terbesar, kita eksportir bukan importir, jadi bisa menentukan harga CPO domestik. Jangan harga internasional untuk nasional," ujar Tulus, dilansir dari artikel Kompas.com.

Menjual minyak goreng dengan harga mahal di dalam negeri tentunya mencedarai konsumen.

Mengingat sejatinya, perusahaan besar juga menanam sawitnya di atas tanah negara melalui skema hak guna usaha (HGU).

Di sisi lain, pemerintah juga banyak membantu pengusaha kelapa sawit dengan membantu membeli CPO untuk kebutuhan biodiesel.

Bahkan pemerintah membantu pengusaha sawit swasta dengan mengucurkan subsidi biodiesel besar melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Soal kenaikan harga karena alasan banyaknya pabrik minyak goreng yang tidak terintegrasi alias tidak memiliki kebun sawit juga tidak masuk akal. 

Ini karena hampir semua pemain besar produsen minyak goreng juga menguasai perkebunan kelapa sawit.

Minyak goreng yang diproduksi para pemain besar juga ikut melonjak. 

Harga minyak goreng melambung

Mengutip laman Pusat Informasi Pangan Strategis Nasional (PIHPS) pada Rabu (12/1/2022), harga minyak goreng per kilogramnya dijual di kisaran Rp 19.000 sampai dengan Rp 24.000.

Di Gorontalo, harga minyak goreng bahkan menembus Rp 26.450 per kilogramnya.

Padahal sebelum melonjak, harga minyak nabati ini berkisar Rp 11.000 hingga Rp 13.000 tergantung kemasannya. 

Sementara secara rata-rata nasional, harga minyak goreng di Indonesia minyak goreng kemasan bermerek adalah Rp 20.900 per kilogram. 

Harga rata-rata nasional ini masih lebih mahal dibandingkan Malaysia, Negeri Jiran yang juga produsen sawit terbesar dunia serta memiliki pendapatan per kapita 3 kali lipat lebih tinggi dari Indonesia. 

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved