Liga Prancis
Suporter Kecam Petinggi PSG, Habiskan Rp 12 T, Tapi DNA Klub Hilang & Pemain Bintang Bak Anak Manja
Kebijakan transfer dan prospek bisnis Paris Saint Germain (PSG) membuat jengah kelompok suporter ultras klub, Collective Ultras Paris (CUP).
Penulis: Tribun Network | Editor: Adi Surya Samodra
TRIBUNSOLO.COM - Kebijakan transfer dan prospek bisnis Paris Saint Germain (PSG) membuat jengah kelompok suporter ultras klub, Collective Ultras Paris (CUP).
Mereka sampai menulis surat yang ditujukan ke para petinggi klub, termasuk Presiden PSG Nasser Al-Khelaifi dan Direktur Olahraga PSG Leonardo.
Ultras PSG merasa klub telah menimbun pemain bintang seperti 'anak manja'.
Itu terjadi setelah beberapa bulan pasca kedatangan Lionel Messi saat musim panas lalu.
Ultras PSG menambahkan klub kesayangan mereka telah kehilangan DNA.
Mereka bahkan pernah mengangkat spanduk di Parc de Princes dengan tulisan : 'kesabaran kami ada batasnya'.
PSG telah menghabiskan lebih kurang 620 juta Poundsterling atau Rp 12 triliun (kurs Rp 19.482) dalam lima tahun terakhir. Itu demi mewujudkan ambisi memenangkan trofi Liga Champions.
Tapi Ultras PSG merasa ambisi itu tidak lagi membara dan klub dinilai lebih memilih membangun skuad bertabur bintang.
Baca juga: Aksi Tengil Arsenal, Ejek Lemari Piala Kosong Tottenham di Situs Toko Resmi, Fans Spurs Kepanasan
Baca juga: Kekerasan Terhadap Hewan, Kurt Zouma Dicemooh Fans, Moyes : Itu Keputusan Saya untuk Memainkannya
Dilansir dari The Sun, berikut ini isi surat Ultras PSG ke petinggi klub :
Sudah terlalu lama klub menawarkan kepada kami sesuatu yang tidak dapat kami dukung lagi.
Klub ingin menjadi merek global, terobsesi dengan penjualan kaus, sampai-sampai melupakan warisannya dan menghina para penggemar di Parc dengan bermain dalam seragam tandang di kandang sendiri.
Ini adalah klub yang mengumpulkan bintang-bintang seperti anak manja, tanpa memperhatikan rencana olahraga yang koheren.
Ini adalah klub yang bermimpi sangat besar sehingga terasa seperti musim dimulai pada Februari sementara mereka meremehkan trofi domestik.
Kami tidak lagi mengenali klub kami yang tampaknya telah kehilangan DNA-nya. (Manajemen) tidak dapat dipahami di semua tingkatan.
(Kami memiliki masalah dengan) pergantian pelatih yang konstan, sementara proyek dengan perekrutan yang konsisten tidak pernah dilakukan.
Para pemain yang kurang dimanfaatkan yang tampaknya tidak lagi menjadi prioritas nyata, manajer pemain muda yang tidak dapat dipahami, dan kurangnya rasa hormat terhadap tim wanita.
(*)