Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Virus Corona

Pandemi Covid-19 Akan Memasuki Tahun Ketiga, Begini Jawaban WHO saat Ditanya Kapan Pandemi Berakhir

Pandemi Covid-19 di seluruh dunia hingga kini belum juga berakhir yang kini sudah memasuki tahun ketiga.

(Photo by Fabrice COFFRINI / AFP)
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus di Jenewa, Swiss, Rabu (11/3/2020), menyampaikan penilaian bahwa virus corona jenis baru (COVID-19) sebagai pandemi. 

TRIBUNSOLO.COM - Pandemi Covid-19 di seluruh dunia hingga kini belum juga berakhir.

Pandemi Covid-19 ini kini akan memasuki tahun ketiganya.

Baca juga: Kasus Corona Varian Omicron Ditemukan di Boyolali, Pasien Pasangan Suami Istri: Kini Sudah Sembuh

Diberitakan kontan.co.id, memang cakupan vaksin yang tinggi di beberapa negara, dikombinasikan dengan tingkat keparahan varian Omicron yang lebih rendah, mendorong narasi berbahaya: pandemi telah berakhir.

"Tapi tidak, tidak (berakhir) ketika 70 ribu orang dalam seminggu meninggal karena penyakit yang dapat dicegah dan diobati," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam pidato di Konferensi Keamanan Munich, Jumat (18/2), yang salinannya Kontan.co.id peroleh.

"Tidak ketika 83 % populasi Afrika belum menerima vaksin dosis tunggal. Tidak ketika sistem kesehatan terus tegang dan retak di bawah beban kasus," tegasnya.

"Tidak ketika kita memiliki virus yang sangat menular yang beredar hampir tidak terkendali, dengan pengawasan yang terlalu sedikit untuk melacak evolusinya," imbuh dia.

Bisa mengakhiri pandemi sebagai darurat kesehatan global 

Faktanya, menurut Tedros, kondisinya saat ini masih memungkinkan kemunculan varian baru virus corona yang lebih menular dan lebih berbahaya.

"Tetapi, kita bisa mengakhiri pandemi sebagai darurat kesehatan global tahun ini. Kita memiliki alatnya. Kita memiliki pengetahuan," ungkapnya. "Mengakhiri pandemi harus tetap menjadi fokus kita".

Baca juga: Bukan di Solo, Seratusan PNS Brebes yang Kena Corona Usai Bintek di Hotel Ini, Begini Kata Manajemen

Tedros melihat, ada tiga pilar utama dari arsitektur global untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi.

Pertama, dunia membutuhkan pemerintahan yang lebih kuat. Alih-alih kebingungan dan inkoherensi yang telah memicu pandemi, dunia membutuhkan kerjasama dan kolaborasi dalam menghadapi ancaman bersama, yang bisa mengatasi defisit kepercayaan.

Kedua, dunia membutuhkan sistem dan alat yang lebih kuat untuk mencegah, mendeteksi, serta merespons epidemi dan pandemi dengan cepat.

"Sudah, WHO telah mengambil langkah-langkah untuk membangun beberapa sistem dan alat ini, termasuk Pusat WHO untuk Pandemi dan Epidemic Intelligence di Berlin, untuk meningkatkan pengawasan global melalui intelijen kolaboratif," sebut Tedros.

Dan ketiga, dunia membutuhkan pembiayaan yang lebih kuat. "Jelas, bahwa secara nasional dan global, kita membutuhkan sumber daya yang substansial untuk memperkuat keamanan kesehatan global," ujarnya.

WHO memperkirakan, kebutuhan pembiayaan itu mencapai US$ 31 miliar per tahun. Sekitar US$ 20 miliar bisa berasal dari sumber daya domestik dan internasional, sehingga menyisakan kekurangan US$ 10 miliar per tahun.

"Untuk menutup kekurangan, untuk fungsi yang paling penting, seperti pengawasan, penelitian, dan pembentukan pasar untuk tindakan pencegahan, kami mendukung gagasan fasilitas pembiayaan khusus yang baru, berlabuh di, dan diarahkan oleh mandat konstitusional WHO, tata kelola inklusif, dan keahlian teknis," beber Tedros.

Perbedaan Gejala Varian Omicron dengan Flu Biasa, Cenderung Serupa, Tapi Tetap Bisa Dibedakan

Beberapa dari Anda mungkin kini masih bingung dengan perbedaan Covid-19 omicron dengan flu biasa.

Hal ini karena keduanya hampir memiliki gejala yang mirip-mirip.

Baca juga: Kasus Corona Varian Omicron Ditemukan di Boyolali, Pasien Pasangan Suami Istri: Kini Sudah Sembuh

Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, pakar epidemiologi di AS, Abdul El-Sayed, mengatakan gejala Omicron dan flu memiliki perbedaan yang sangat tipis, bahkan cenderung serupa.

Covid-19 dan flu sama-sama menimbulkan gejala pilek, batuk, demam, nyeri otot, muntah, mudah lelah, hingga diare.

Bedanya, seseorang yang terkena virus corona biasanya akan merasakan gejala sakit kepala dan batuk kering.

Tipisnya perbedaan gejala Omicron dan flu, El-Sayed memberikan tips untuk mengetahui risiko terpapar Covid-19 varian Omicron.

"Coba mulai mempertimbangkan juga apakah ada kemungkinan kontak erat dengan penderita Covid-19," katanya, seperti diberitakan CNN.

Jika berkontak erat dengan penderita Covid-19, segera lakukan isolasi mandiri dan tes Covid-19 agar dapat menentukan penanganannya.

Sementara itu, dikutip dari laman Kemenkes, varian Omicron memicu gejala ringan seperti flu biasa, batuk, dan demam dengan tingkat penularan yang cepat.

Selain itu, varian Omicron memiliki tingkat perawatan di rumah sakit lebih rendah, begitupun tingkat keparahannya juga lebih rendah.

Sehingga pasien yang masuk ke rumah sakit lebih sedikit daripada pasien yang melaksanakan isolasi mandiri (isoman).

Strategi pemerintah dalam menghadapi gelombang Omicron ini sedikit berbeda dengan menghadapi gelombang Delta.

Gelombang Delta memiliki tingkat keparahan tinggi, sehingga pemerintah harus mempersiapkan rumah sakit dengan banyak tempat tidur.

Sedangkan Omicron ini yang tinggi adalah penularannya, tetapi keparahannya rendah.

Baca juga: Bukan di Solo, Seratusan PNS Brebes yang Kena Corona Usai Bintek di Hotel Ini, Begini Kata Manajemen

Dikutip dari Kompas.com, berikut perbedaan gejala Omicron dan flu biasa:

1. Nyeri tenggorokan dan gatal

Jika salah satu gejala yang dirasakan adalah nyeri tenggorokan dan gatal sebaiknya Anda melakukan pengecekan.

Pasalnya, nyeri tenggorokan dan gatal jarang dijumpai pada gejala flu biasa.

Sebaliknya, gejala ini ditemukan pada pasien terinfeksi varian Omicron.

2. Batuk kering

Penderita flu jarang bergejala batuk.

Sementara pada penderita virus corona varian sebelumnya, batuk kering menjadi salah satu indikasinya.

3. Kehilangan indera penciuman dan sesak napas atau napas pendek

Meskipun kedua gejala ini jarang ditemui pada pasien Omicron, namun jika Anda merasakannya besar kemungkinan Anda terinfeksi virus Covid-19 varian sebelumnya.

Baca juga: Cegah Kasus Corona, Dinkes Boyolali Minta Warga yang Pulang dari Luar Kota Swab & Karantina Mandiri

Cara Pencegahan

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin meminta kepada masyarakat untuk selalu tetap waspada dan hati-hati terhadap penyebaran varian Omicron.

Ia menyampaikan, dalam pencegahan penularan varian Omicron, masyarakat harus tetap memakai masker dan hindari kerumunan.

Hal tersebut dikarenakan varian Omicron lebih cepat menular dibandingkan dengan varian lainnya.

Menkes Budi menambahkan, diusahakan masyarakat untuk bekerja di rumah.

Kalau pun ada masyarakat yang tertular, kata Budi, tidak perlu panik dan segera lakukan isoman secara disiplin.

"Yang perlu ke rumah sakit kalau ada Lansia atau komorbid nya banyak, itu ke rumah sakit. Dan cepat-cepatlah divaksin untuk memperkuat daya tahan tubuh dalam menghadapi varian baru," kata Budi, dikutip dari laman Kemenkes.

(*)

Sumber: Kontan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved