Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Jumenengan Mangkunegara X

Bhre Cakrahutomo Naik Tahta Jadi Mangkunegara X: Presiden Jokowi Hadir, GPH Paundra Tak Terlihat 

GPH Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo, resmi menjadi KGPAA Mangkunegara X, melalui sejumlah prosesi pada acara jumenengan, Sabtu (12/3/2022).

Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Ryantono Puji Santoso
TribunSolo.com/Agil Tri
KGPAA Mangkunegaraan X, Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo mengikuti acara gladi resik Jumenengan, Jumat (11/3/2022). 

"Dia cerita jika diposisikan sebagai pangeran sepuh," imbuhnya.

Dalam sukesi penerus Mangkunegaraan X, GPH Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo telah diumumkan sebagai KGPAA Mangkunegaraan X.

Tapi, Paundra tak bisa menutupi kalau ia kecewa dengan apa yang terjadi pada suksesi Mangkunegara X.

"Beliau (Paundra) merasa dicungklak, disikut, tapi ya biasa perasaan manusia, kecewa, karena putra tertua," ucap Rudy, panggilan akrab FX Hadi Rudyatmo.

Rudy mengaku, dia hanya bisa memberikan nasihat kapada Paundra agar tetap menjaga iklim kondusivitas di Pura Mangkunegaraan, supaya jangan sampai ada konflik.

Pesan Bhre untuk Bersatu

Meski diwarnai tak hadirnya sang pangeran sepuh, GPH Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo membawakan pidato dengan pesan 'persatuan', setelah dikukuhkan menjadi raja. 

Pidato disampaikan dalam bahasa Indonesia usai membacakan sumpah janji prasetia dalam bahasa Jawa.

Salah satu yang ditekankan adalah menekankan persatuan, dengan mengibaratkan 'serumpun tebu yang terikat tetap mampu bertahan' hingga menjaga kebudayaan Mangkunegaran.

Memaknai pidato tersebut, Ahli Sejarah Mangkunegaran yang sekaligus Pegiat Sejarah dan Budaya, Raden Surojo menjelaskan, jika isinya cukup kompleks.

"Pidato itu merupakan ungkapan kebahagiaan sekaligus mengingatkan kembali Mangkunegaran itu tidak bisa terlepas dari sejarah perjuangan Pangeran Samber Nyawa atau Raden Mas Said," ungkapnya kepada TribunSolo.com.

Menurut Surojo, tiji tibeh, istilah yang dipopulerkan Pangeran Sambernyowo, menggambarkan hal tersebut.

"Jadi ada istilah tiji tibeh yang maknanya, walaupun seseorang menjadi pemimpin Mangkunegara, tapi tidak bisa dilepaskan dari seluruh elemen dan keluarga pendukung," tuturnya.

Tiji tibeh, adalah singkatan dari bahasa Jawa 'Mati Siji Mati Kabeh' yang berarti mati satu mati semua.

Itu maknanya, semua adalah pemilik Mangkunegara.

"Ibarat tebu satu ikat, artinya anteping kalbu yaitu satu hati," terangnya.

"Tebu itu kan merupakan pepatah. Teb itu antep, bu itu kalbu jadi anteping kalbu artinya semua menjadi satu, semua yang memiliki Mangkunegara menjadi satu," jelasnya.

Tebu singkatan dari antebing kalbu atau mantapnya hati merupakan bentuk harapan, agar memiliki ketetapan hati dalam menjalani setiap tahap kehidupannya kelak.

Menurutnya dalam tatanan kepemimpinan akan ada atasan dan bawahan, namun untuk menjadikan kokohnya Mangkunegara adalah hubungan kekerabatan yang solid.

"Jadi dengan adanya kekuatan besar ini merupakan satu kesatuan bahwa keluarga Mangkunegara merupakan keluarga percontohan oleh Pangeran Samber Nyowo dengan 40 Punggo Bakunya, mati siji mati kabeh," terangnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved