Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Desa Biogas Boyolali

Kisah Awal Mula Desa Urutsewu Boyolali Jadi Desa Mandiri Energi : Gegara Terganggu Bau Kotoran Sapi

Desa Urutsewu, Kecamatan Ampel, Boyolali, menjadi desa unik, karena dikenal sebagai desa yang bisa merdeka dari energi berbayar, berkat biogas

Penulis: Tri Widodo | Editor: Aji Bramastra
TribunSolo.com/Tri Widodo
Sri Haryanto, menunjukkan digester portabel, atau tangki pengolah limbah jadi gas, di Desa Urutsewu, Boyolali. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Tri Widodo

TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Desa Urutsewu, Kecamatan Ampel, Boyolali, menjadi desa unik, karena dikenal sebagai desa yang bisa merdeka dari energi berbayar, berkat konsisten menggunakan teknologi biogas.

Bicara tentang sejarahnya, sebenarnya keberadaan sumur biogas ini sudah ada sejak tahun 1990-an.

Baca juga: Ini Desa Urutsewu di Boyolali : Warga Tak Perlu Lagi Beli Elpiji, Di Sini Gas Melimpah dan Gratis

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian memberikan bantuan berupa alat pengolahan limbah kotoran sapi.

Sayang, bantuan tak digunakan secara masif.

Adalah Sri Haryanto, yang terpilih sebagai Kepala Desa pada tahun 2013, kemudian menjadi penggerak untuk memanfaatkan alat tersebut.

Alasan Haryanto sebenarnya sederhana.

"Kotoran sapi itu jumlahnya kan banyak, dan baunya sangat mengganggu. Jadi gimana supaya bisa membuang tanpa mencemari lingkungan," kata Haryanto, kepada TribunSolo.com, Minggu (13/3/2022). 

Lulusan Teknik Sipil UNS itu kemudian berkoordinasi dengan dinas-dinas terkait, supaya produksi limbah peternakan sapi dan pabrik tahu yang ada di desanya itu teratasi.

Limbah kotoran sapi itu pun akhirnya dimanfaatkan sebagai bahan mentah penghasil biogas.

Usaha Haryanto membuahkan hasil.

Biogas akhirnya membuat warga sekitar tertarik menggunakan, karena manfaat yang didapat nyata.

Warga pun berbondong-bondong urunan untuk membuat digester atau sumur pengolahan limbah jadi gas.

Sejak saat itu, pembangunan sumur biogas secara masif dilakukan warga Desa Urutsewu.

Saat ini, desa yag dihuni sekitar 7 ribu jiwa itu, sudah punya sebanyak 43 unit digester besar, dan 3 digester biogas portabel.

Rata-rata, satu sumur Biogas bisa dimanfaatkan untuk 3-7 rumah warga.

“Alhamdulillah, 5 pabrik tahu yang ada di Urutsewu seluruhnya sudah mempunyai biogas,” jelasnya.

Menghemat Uang

Menurut Haryanto, warga sudah bisa menghitung menghemat biaya dengan teknologi biogas ini.

Setiap kepala keluarga bisa menghemat biaya LPG sebesar Rp 720 ribu per tahun.

“Sedangkan jika menggunakan kayu bakar, rata-rata masyarakat membutuhkan 72 ikat kayu pertahun dengan asumsi total Rp 1,4 juta,” jelasnya.

Pemdes Urutsewu masih akan terus mengembangkan biogas portabel yang merupakan temuan terbaru.

Biogas portabel ini tidak menggunakan limbah kotoran ternak atau limbah pabrik tahu.

Melainkan dengan limbah sampah organik rumah tangga.

Biogas portabel ini hanya menggunakan drum bekas yang di desain khusus.

Cara kerjanya hampir sama, seluruh sampah produksi rumah tangga yang organik cukup dimasukkan ke dalam drum yang telah di desain itu.

Sampah-sampah tersebut akan menghasilkan gas yang kemudian dialirkan melalui pipa paralon ke kompor.

“Setiap hari tinggal dimasukkan sampah. Sekali pengisian sampah, gas yang dihasilkan cukup untuk masak antara 30 menit sampai 1 jam memasak,” kata Haryanto.

Tahun ini, pihak Pemdes Urutsewu akan mendistribusikan 50-60 biogas portabel kemasyarakat.

“ Karena tidak semua warga di Urutsewu ini memiliki sapi, makanya kami dorong untuk pengembangan biogas portabel ini. Biayanya juga masih terjangkau. Per unitnya itu tidak sampai Rp 1 juta,” imbuhnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved