Berita Solo Terbaru
Wilujengan Ruwahan Besok 17 Maret 2022, Jadi Upacara Adat Pertama GPH Bhre Sebagai Mangkunegara X
GPH Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo telah resmi dikukuhkan sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegara X.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya | Editor: Asep Abdullah Rowi
Pura Mangkunegaran tidak boleh terlena dalam euforia kejayaan masa lalu. Warisan sejarah pura bukan hanya suatu hal yang semata-mata harus dirayakan, melainkan harus diantisipasi pasang dan surutnya agar pura tetap jadi pusat budaya dan sejarah yang tidak tergerus perkembangan zaman.
Saya mengajak seluruh insan masyarakat dan masyarakat indonesia, khususnya Surakarta. Bersama-sama mengamalkan nilai-nilai luhur yang diajarkan kepada kita, melestarikan, dan terus mengembangkan kebudayaan Mangkunegaran.
Mati Siji Mati Kabeh
Ahli Sejarah Mangkunegaran yang sekaligus pegiat sejarah dan budaya Solo dan sekitarnya, Raden Surojo, menjelaskan jika isi pidato perdana Bhre mengandung makna yang kompleks, serta membawa pesan dari leluhur Mangkunegara, Pangeran Sambernyawa.
"Pidato itu merupakan ungkapan kebahagiaan sekaligus mengingatkan kembali Mangkunegaran itu tidak bisa terlepas dari sejarah perjuangan Pangeran Samber Nyawa atau Raden Mas Said," ungkapnya kepada TribunSolo.com.
"Bahwa Mangkunegaran itu didirikan tidak hanya oleh pribadi seorang (raja) Mangkunegara, tapi oleh seluruh pendukung dan keluarga, terutama Keluarga Punggo Baku, terutama dari keluarga Pangeran Samber Nyowo," sambungnya.
Menurutnya, tiji tibeh, istilah yang dipopulerkan Pangeran Sambernyowo, menggambarkan makna pidato tersebut.
"Jadi ada istilah tiji tibeh yang maknanya, walaupun seseorang menjadi pemimpin Mangkunegara, tapi tidak bisa dilepaskan dari seluruh elemen dan keluarga pendukung," tuturnya.
Tiji tibeh, adalah singkatan dari bahasa Jawa 'Mati Siji Mati Kabeh' yang berarti mati satu mati semua.
Itu maknanya, semua adalah pemilik Mangkunegara.
"Ibarat tebu satu ikat, artinya anteping kalbu yaitu satu hati," terangnya.
"Tebu itu kan merupakan pepatah. Teb itu antep, bu itu kalbu jadi anteping kalbu artinya semua menjadi satu, semua yang memiliki Mangkunegara menjadi satu," jelasnya.
Tebu singkatan dari antebing kalbu atau mantapnya hati merupakan bentuk harapan, agar memiliki ketetapan hati dalam menjalani setiap tahap kehidupannya kelak.
Menurut Surojo, dalam tatanan kepemimpinan akan ada atasan dan bawahan.
Namun untuk menjadikan Mangkunegara kokoh, adalah hubungan kekerabatan yang solid.
"Jadi dengan adanya kekuatan besar ini merupakan satu kesatuan bahwa keluarga Mangkunegara merupakan keluarga percontohan oleh Pangeran Samber Nyowo dengan 40 Punggo Bakunya, mati siji mati kabeh," terangnya. (*)