Berita Sragen Terbaru
Jeritan Pengusaha Kerupuk di Sragen soal Harga Minyak Goreng: Omzet Amblas 50 Persen, Laba Mepet
Ketidakstabilan harga minyak goreng, membuat para pengusaha kerupuk di Sragen kuwalahan dan kebingungan.
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Hanang Yuwono
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Selama beberapa waktu terakhir, harga minyak goreng di Kabupaten Sragen naik turun menyesuaikan kebijakan pemerintah yang terus berubah.
Awalnya, harga minyak goreng dari Rp 14.000, namun melonjak hingga Rp 20.000 pada awal tahun 2022 lalu.
Lalu, untuk menekan harga minyak goreng, pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi Rp 14.000, ternyata malah membuat stok menjadi langka.
Terbaru, akhirnya pemerintah mencabut harga eceran tertinggi alias HET subsidi minyak goreng, dan menetapkan HET minyak goreng sebesar Rp 23.900 per liternya.
Tak hanya minyak goreng kemasan, naik turunnya harga minyak goreng juga terjadi pada curah.
Baca juga: Kisah Warga Beli Minyak Goreng: Siang Gagal Dapat Minyak, Sore Setelah HET Dicabut Stoknya Banyak
Baca juga: Harga Minyak Goreng Melejit, Warga Menjerit: Masa Pemerintah Kalah Sama Mafia?
Ketidakstabilan harga minyak goreng, membuat para pengusaha kerupuk di Sragen kuwalahan dan kebingungan.
"Harga minyak naik ini sangat terdampak, omzet turun sekitar 50 persen, semenjak minyak mahal sudah 4 bulan ini," kata Gatot Ribowo (38), produsen kerupuk kepada TribunSolo.com, Jumat (18/3/2022).
Gatot diketahui memiliki usaha turun temurun dari ayahnya, yang berlokasi di rumahnya di Dukuh Karang Legi, Desa Tangkil, Kecamatan/Kabupaten Sragen.
Dalam sehari, Gatot menghabiskan sebanyak 12 jerigen berisi 17 kilogram minyak goreng curah untuk menghasilkan 4 kwintal kerupuk uyel.
Saat ini, ia membeli minyak curah Rp 15.500 hingga Rp 22.000 per liternya.
Gatot menuturkan jika baru kali ini, usaha yang dijalankannya kesulitan mendapatkan bahan baku minyak goreng.
Bahkan, ketika minyak goreng langka, ia sempat tak mendapatkan minyak sama sekali dan kini ia pun harus antre selama satu hingga dua jam.
Gatot pun terpaksa menaikkan harga dan mengecilkan ukuran kerupuk uyel produksi agar tidak semakin merugi.
"Harga tetap dinaikkan, tapi para pengecer juga mengeluh, keuntungan mereka ya berkurang, ukurannya juga agak dikurangi sedikit," terangnya.
Per satu plastik berukuran besar, semula ia menjual Rp 43.000, kini menjadi Rp 45.000.
Gatot berharap, pemerintah dapat menstabilkan harga minyak goreng.
"Kalau memang tidak bisa turun, harapannya harganya bisa stabil jangan naik turun seperti ini, kalau naik turun ya selisihnya Rp 500 - Rp 1.000," jelasnya.
Selain minyak goreng, tepung yang merupakan bahan baku pembuatan kerupuk ikut naik.
"Harga tepung sekarang Rp 9.500, dulu paling Rp 6.500 paling mahal Rp 8.000, keuntungan mepet sekali," pungkasnya.
Harga Minyak Goreng Terus Naik, Mendag Sebut Harganya Akan Turun Seiring Banyaknya Stok di Pasar
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi buka suara soal harga minyak yang terus naik.
Seperti diketahui, naiknya harga minyak goreng kemasan setelah pemerintah mencabut harga eceran tertinggi (HET).
Dengan kebijakan tersebut maka harga minyak goreng akan dilepas pada mekanisme pasar.
Baca juga: Mendag M Lutfi Ungkap Biang Kerok Penyebab Minyak Goreng Murah Langka: Ada Mafia Rakus dan Jahat
"Pada 16 Maret telah ditentukan Permendag Nomor 11 Tahun 2022 yang mencabut Permendang Nomor 06 tentang harga eceran tertinggi minyak goreng dan Permendag Nomor 11 Tahun 2022 tersebut baru dan sudah diundangkan," kata Lutfi dikutip dari Kompas.com via Tribunnews, Jumat (18/3/2022).
Sebagai ganti dari pencabutan HET minyak goreng kemasan, pemerintah telah menetapkan HET pada minyak goreng curah sebesar Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram.
Diketahui, minyak goreng curah tersebut disubsidi melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Lutfi pun meyakini bahwa harga minyak goreng kemasan yang melambung tinggi bisa berangsur turun.
"Ya kita lihat nanti, kan ini sekarang mereka jual di Rp 23.000, tetapi karena jumlahnya banyak nanti pasti akan turun juga," terangnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan pemerintah juga akan menaikkan pungutan eskpor minyak goreng dan mencabut kebijakan domestic market obligation (DMO).
Baca juga: Minyak Goreng Bikin Pusing, Sukarno Warga Sragen Buktikan Bisa Bikin Sendiri, Pakai Biji Kapuk
Sehingga produsen minyak goreng akan lebih tertarik untuk memberikan hasil produksinya ke pasar dalam negeri, daripada mengeskpor ke luar negeri.
"Akan terdapat keekonomian di mana akan lebih untung untuk menjualnya di dalam negeri daripada mengekspor ke luar negeri. Ini adalah mekanisme pasar.
Karena ini mekanisme pasar, mudah-mudahan dapat menjaga kestabilan nasional untuk paling tidak pasokannya kepada masyarakat," pungkasnya.
(*)