Herry Wirawan Divonis Mati, Yayasan Miliknya Ternyata Tidak Dibubarkan, Ini Pertimbangannya
Terkait kabar ini, yayasan milik Herry Wirawan guru bejat yang merudapaksa banyak santri tidak dibubarkan atau dibekukan.
Penulis: Naufal Hanif Putra Aji | Editor: Hanang Yuwono
TRIBUNSOLO.COM - Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung mengabulkan banding yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) terkait vonis pemerkosa 13 santriwati, Herry Wirawan.
Herry Wirawan kini dijatuhi vonis hukuman mati.
Baca juga: Viral Wisatawan Ledakan Petasan di Kawasan Pulau Komodo, Sandiaga Uno Menyayangkan Bisa Terjadi
Terkait kabar ini, yayasan milik Herry Wirawan guru bejat yang merudapaksa banyak santri tidak dibubarkan atau dibekukan.
Dilansir dari TribunJabar, mengenai yayasan, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung berpandangan bahwa itu tidak ada kaitannya dengan perbuatan Herry.
"Menimbang, bahwa majelis hakim tingkat banding berkeyakinan sama dengan majelis hakim tingkat pertama, bahwa yayasan merupakan subjek hukum tersendiri," ucap hakim PT Bandung yang diketuai oleh Herri Swantoro sebagaimana dokumen putusan yang diterima, Senin (4/4/2022).
Pendirian dan pembubaran yayasan, kata dia, diatur dalam perundang-undangan tentang yayasan, tak serta merta dijatuhi hukuman tambahan dalam perkara ini.
"Dalam fakta persidangan yang terungkap adalah perbuatan terdakwa sebagai subjek hukum, bukan yayasan. Sehingga dengan demikian, pendapat hukum majelis hakim tingkat pertama diambil sebagai keyakinan majelis hakim tingkat banding," katanya.
Adapun yayasan yang dimaksud yakni Yayasan Yatim Piatu Manarul Huda, Madani Boarding School, dan Pondok Pesantren Tahfidz Madani.
Ketiganya didirikan Herry Wirawan.

Baca juga: Kecelakaan Truk vs Honda Beat di Jalan Adi Sucipto Colomadu, Anggota TNI dan Istrinya Meninggal
Wajib Bayar Uang Restitusi Rp 331 Juta
Dalam putusan banding, Herry juga diwajibkan membayar restitusi alias uang pengganti kerugian terhadap korban perkosaan.
"Menimbang bahwa majelis hakim tingkat pertama telah menjatuhkan putusan untuk membebankan restitusi kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Bahwa hal ini bertentangan dengan hukum positif yang berlaku," kata Herri.
Adapun biaya restitusi nilainya mencapai Rp331 juta.
Setiap korban yang jumlahnya 13 orang akan mendapatkan restitusi dengan nominal beragam.
Hakim membatalkan restitusi dibebankan kepada negara, kini dalihkan kepada terpidana.
"Membebankan restitusi kepada terdakwa Herry Wirawan alias Heri bin Dede," ucap hakim.
Hakim dalam penjelasannya, menyebutkan ada empat elemen utama dari restitusi di antaranya ganti kerugian diberikan kepada korban atau keluarga, ganti kerugian materiil dan atau imateril yang diderita korban atau ahli warisnya, dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga dan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
"Bahwa di samping hal tersebut di atas, pembebanan pembayaran restitusi kepada negara akan menjadi preseden buruk dalam penanggulangan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak-anak. Karena pelaku kejahatan akan merasa nyaman tidak dibebani ganti kerugian berupa restitusi kepada korban dan hal ini berpotensi menghilangkan efek jera dari pelaku," tutur hakim.
Baca juga: Warganet Kecele Tak Bisa Daftar Pasar Takjil UMKM Solo: Janjinya 200 Slot, tapi Baru 136 Sudah Penuh
Kendati menganulir hukuman seumur hidup dan pembebanan biaya restitusi kepada negara, hakim tak mengabulkan banding jaksa soal pembekuan yayasan milik Herry Wirawan.
Hakim menyebut tuntutan tersebut merupakan persoalan lain yang tak ada kaitannya dengan perbuatan biadab Herry Wirawan.
"Menimbang bahwa majelis hakim tingkat banding berkeyakinan sama dengan majelis hakim tingkat pertama. Bahwa yayasan merupakan subyek hukum tersendiri," kata hakim.
Dalam penjelasannya, hakim menyebutkan bahwa pendirian hingga pembubaran yayasan sudah diatur sebagaimana ketentuan perundang-undangan tentang yayasan. Sehingga tidak serta merta dijatuhi hukuman tambahan dalam perkara ini.
"Dalam fakta persidangan yang terungkap adalah perbuatan terdakwa sebagai subyek hukum, bukan yayasan. Sehingga dengan demikian, pendapat hukum majelis hakim tingkat pertama diambil sebagai keyakinan majelis hakim tingkat banding," ujar hakim.
Adapun yayasan yang dimaksud yakni yayasan yatim piatu Manarul Huda, Madani Boarding School dan Pondok Pesantren Tahfidz Madani.
Adapun dalam perkara ini, Herry tetap dijatuhi hukuman sesuai Pasal 21 KUHAP jis Pasal 27 KUHAP jis Pasal 153 ayat ( 3) KUHAP jis ayat (4) KUHAP jis Pasal 193 KUHAP jis Pasal 222 ayat (1) jis ayat (2) KUHAP jis Pasal 241 KUHAP jis Pasal 242 KUHAP, PP Nomor 27 Tahun 1983, Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 65 ayat (1) KUHP dan ketentuan-ketentuan lain yang bersangkutan.
(*)