Berita Sragen Terbaru
Asal Usul Kaliyoso di Kalijambe Sragen : Dulu Angker, Tapi Jadi Titik Awal Syiar Islam di Utara Solo
Warga yang melintas Jalan Solo-Purwodadi pasti tak asing dengan daerah yang bernama Kaliyoso.
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Warga yang melintas Jalan Solo-Purwodadi pasti tak asing dengan daerah yang bernama Kaliyoso.
Ya, nama daerah Kaliyoso berada di perbatasan antara Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar.
Di Sragen sendiri terdapat Dukuh Kaliyoso, di Desa Jetiskarangpung, Kecamatan Kalijambe.
Warga setempat sering menyebut Dukuh mereka dengan sebutan Kaliyoso Jogopaten yang berjarak 15 km dari Kota Solo.
Nama Kaliyoso Jogopaten ternyata memiliki makna tersendiri, yang erat kaitannya dengan penyebaran agama Islam di kawasan utara Solo.
Sesepuh Dukuh Kaliyoso, H Rubhan menceritakan awalnya dukuhnya itu adalah hutan belantara yang kemudian disebut sebagai Alas Jogopaten.
Lokasinya tak jauh dari Museum Sangiran, tempat ditemukannya fosil-fosil hewan yang berukuran raksasa.
"Jogopaten dekat dengan Museum Sangiran yang menunjukkan bahwa daerah sini adalah alas yang luas, ditemukan banyak fosil yang berukuran besar-besar, ada gading berukuran 4 meter," katanya kepada TribunSolo.com, Jumat (8/4/2022).
Baca juga: Kisah Unik Masjid Jami Kiai Abdul Djalal di Kalijambe Sragen : Dirikan saat Terjadi Gerhana Matahari
Baca juga: Curhatan Warga Kalijambe Sragen : Baru Seminggu Diaspal, Jalan Solo-Purwodadi Langsung Rusak Parah
"Di sini dulu itu masih hutan belantara, banyak dihuni hewan-hewan besar dan buas," tambahnya.
Orang dulu percaya, jika ingin masuk ke hutan tersebut harus siap mati.
"Kalau orang masuk alas Jogopaten itu kemudian dikenal meningal, bukan seperti itu, karena dulu banyak hewan buas, makanya disebut Jogopaten apabila masuk bisa saja nyawanya terancam," jelasnya.
Meski terkenal angker, kawasan Alas Jogopaten akhirnya dapat dijamak oleh manusia.
Waktu itu, seorang pemuda ahli agama Islam asal Klaten datang ke alas Jogopaten setelah diutus oleh Sri Susuhunan Pakubuwono IV.
Orang tersebut adalah Bagus Turmudi, yang datang ke Alas Jogopaten dengan nama Kyai Abdul Djalal I.
Ilmu agamanya telah diuji oleh Pakubuwono IV, sehingga ia dipercaya untuk menyebarkan agama Islam di utara Solo, karena pada saat itu mayoritas warga belum memeluk agama Islam.
Kiai Abdul Djalal berangkat menuju Kaliyoso dengan menempuh jalur air melintasi Sungai dengan menggunakan perahu terbuat dari bambu.
Perjalanan dimulai dari Kali Solo, dilanjutkan melintasi Sungai Bengawan Solo, dan sampailah di percabangan anak sungai di Dusun Butuh, Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen.
Kemudian, Kiai Abdul Djalal meneruskan perjalanan ke Sungai Cemara dengan melawan arus, sebelum akhirnya memantapkan diri untuk tinggal disuatu tempat di sebelah selatan Sungai Cemara.
Oleh Kiai Abdul Djalal kemudian tempat itu disebut sebagai Kaliyoso.
"Kaliyoso terdiri dari dua kata, yakni Kali dan Yoso dalam bahasa Jawa, kali artinya sungai, dan Yoso berarti membuat kampung," kata dia H Rubhan.
Baca juga: Sedihnya Warga Sragen, Jelang Lebaran Sapi-sapinya Mati Mendadak, Tak Bisa Dijual Akhirnya Dikubur
Baca juga: Lebaran Seru di Sragen : Wisatawan The New Gunung Kemukus Bakal Dimanjakan Mini Konser Musik
"Sehingga Kaliyoso memiliki makna membuat kampung di pinggir sungai," paparnya.
Setelah mendirikan sebuah masjid, akhirnya agama Islam dapat berkembang pesat di wilayah Kalijambe dan sekitarnya hingga saat ini.
Jika memasuki Kampung Kaliyoso Jogopaten, maka nuansa agama Islam kental terasa dengan keberadaan Pondok Pesantren Kiai Abdul Djalal.
Kiai Abdul Djalal dimakamkan di dekat masjid yang berumur 232 tahun itu.
Sehingga dapat disimpulkan, bahwa Kaliyoso yang bermakna mendirikan kampung didekat sungai, akhirnya menjadi cikal bakal perkembangan agama Islam di wilayah utara Solo. (*)