Biodata KH Habib Ihsanudin, Ketua MUI Boyolali: Pernah Nazar Tak Potong Rambut Sebelum Hafal Alfiyah
Biodata lengkap KH Habib Ihsanudin yang dipercaya menjadi ketua MUI Boyolali, Jawa Tengah.
Penulis: Tri Widodo | Editor: Reza Dwi Wijayanti
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Tri Widodo
TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Selain mengasuh Pondok Pesantren Al Huda Doglo, KH Habib Ihsanudin juga sebagai ketua MUI Boyolali.
Berbekal ilmu pengetahuan agama yang ia dapat selama ini, menjadikan pemikiran hingga pendapatnya mengenai suatu hal sangat dibutuhkan.
Terlebih, pria kelahiran 1942 ini sudah sejak kecil menjalani kehidupan yang keras penuh 'gemblengan' baik secara mental maupun spiritual.
Pasalnya, masa kecil dan remaja Habib banyak dihabiskan untuk mengejar pendidikan, baik formal maupun pendidikan di pondok pesantren.
Baca juga: Biodata Nunung Wahyu Dwiningsih, Kasi Pengendalian Operasional Bidang Lalu Lintas Dishub Klaten
Baca juga: Biodata Camat Jatipurno Mawan Tri Hananto : Punya Kecintaan Terhadap Batik Sampai Produksi Sendiri
Masa pendidikan KH Habib Ihsanudin dimulai dari pondok KH M. Masyhud sambil menamatkan belajar di Sekolah Rakyat (SR) I, Boyolali.
Setelah tamat SRI KH Habib Ihsanudin diminta meneruskan pendidikan oleh Waliyullah KH M. Siraj Solo di pondoknya.
Dan kemudian seluruh perjalanan pendidikan KH Habib Ihsanudin berakhir di Pondok pesantren Al Islah Bandar Kidul Kediri.
Di sana, ia memperlajari beberapa dasar-dasar keilmuan dalam pondok pesantren antara lain ilmu Qur'an, hadist, ilmu tafsir, fiqh, usul fiqh tasawuf dan lainnya.
Bahkan Habib muda pernah bernazar tidak akan potong rambut sebelum menghafalkan Nadhom Alfiyah.
"Iya dulu pas mondok, rambut saya gondrong, panjang," katanya pada Tribunsolo.com.
Habib yang benar-benar ingin menjadi 'orang' kemudian menjalankan apa yang telah disarankan gurunya. Yakni tidak pulang minimal 3 tahun.
Namun, tekad kuat Habib malah menjadikannya sampai 5 tahun tak pulang untuk menjenguk kampung halaman di Doglo, Desa Candigatak, Kecamatan Cepogo.
Hingga akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1963 Habib yang sudah tak bisa menahan kerinduan memutuskan untuk pulang ke rumah.
"Tapi saya kemudian malah diminta untuk memberikan pengajian kepada anak-anak sekitar. Padahal niat boyong (pulang tidak mondok lagi) saat itu tidak ada. Tapi atas desakan warga pengajian saya teruskan hingga 1 tahun," jelasnya.
