Berita Solo Terbaru
Cerita Porter Terminal Tirtonadi Solo : Bayar Seikhlasnya, Kadang Getir karena Pulang Tak Bawa Uang
Inilah serba-serbi arus mudik Lebaran yang di antaranya cerita menyentuh dari porter yang bekerja di Terminal Tirtonadi Solo.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya | Editor: Asep Abdullah Rowi
Tak ada batas minimum tarif yang harus dibayarkan penumpang untuk porter.
Sukarela Saja!
Sukarela menjadi kata yang dipilih Narto yang juga Ketua Komunitas Angkutan Barang Terminal Tirtonadi itu.
Sebab, para porter dalam komunitasnya bersepakat tak pernah meminta besaran tarif atau ngarani ke penumpang.
"Karena niatnya kami memberikan layanan terbaik ke penumpang, jadi ya kami terima diberi berapa pun," ungkapnya.
Sepanjang 25 tahun menjadi porter, bayaran tertinggi yang diterimanya adalah Rp20 ribu sekali membawa barang.
Miris memang, apalagi pandemi membuat tak banyak penumpang hadir di terminal imbas pembatasan.
Bahkan, masa Ramadan dan Lebaran maupun di luar Ramadan juga tak ada perbedaan tarif signifikan.
"Ya pokoknya kembali lagi itu seikhlas penumpang. Kadang kalau barang berat ya kami cuma mbatin kebijaksanaan dan hati nurani dari mereka," kata dia.
38 porter yang tergabung dalam Komunitas Angkutan Barang Terminal Tirtonadi setiap hari bekerja pukul 06.00-18.00 WIB.
Shift selanjutnya diisi oleh komunitas lain.
Narto bercerita seluruh porter itu tiap hari menyambangi Terminal Tirtonadi untuk mengais rezeki.
Asal mereka pun berbeda-beda, ada yang dari Purwodadi pula.
Terkadang mereka harus puas dengan kondisi pulang tak membawa uang bagi keluarga.
Karena uang yang didapat terkadang hanya cukup untuk digunakan makan dan transportasi mereka pulang pergi.
Baca juga: Ajaibnya Kuli Bangunan di Sragen : Masih Kuat Meski Luka Bakar 80 Persen hingga Jatuh dari Lantai 2
Baca juga: Kronologi Pemudik Meninggal Dalam Bus di Terminal Tirtonadi Solo, Tak Ada Respons saat Dibangunkan