Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Nasional

Tren Impor Baju Bekas Bermerek Bikin Pemerintah Was-was, Industri Garmen dalam Negeri Terancam

Dilaporkan, masih maraknya impor pakaian bekas dengan nilai triliunan rupiah, bahkan angkanya terus meningkat sejak 2017.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Tribun Jabar/ Putri Puspita
Ilustrasi suasana Pasar Cimol Gede Bage yang menjual pakaian bekas. 

TRIBUNSOLO.COM, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR-RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel menanggapi maraknya impor pakaian bekas di Indonesia.

Ia menyayangkan hal itu masih terjadi, padahal melanggar peraturan dan mengancam keberadaan industri garmen kecil dan rumahan.

"Ini sangat merugikan industri garmen rumahan yang berskala UMKM dan juga tidak ramah lingkungan," kata Rachmat Gobel melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (12/6/2022).

Dilaporkan, masih maraknya impor pakaian bekas dengan nilai triliunan rupiah, bahkan angkanya terus meningkat sejak 2017.

Menurut Rachmat Gobel, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 menyebutkan impor pakaian bekas dilarang dan jika sudah masuk harus dimusnahkan.

Baca juga: Sesal Selebgram TikTok yang Berhijab tapi Pamer Pakaian Dalam, Niat Cari Followers Berujung Dikecam

Baca juga: Mal di Solo Full Senyum, Warga Mulai Berjubel Berburu Pakaian Lebaran 

Hal itu juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Rachmat menyebut industri garmen rumahan dan skala UMKM merupakan salah satu pilar kekuatan ekonomi nasional karena banyak menyerap tenaga kerja terutama dari lapisan bawah.

Karena itu, ia menilai impor pakaian bekas tidak sesuai dengan konsep Presiden Jokowi yang membangun dari pinggiran dari desa dan dari bawah.

"Impor pakaian bekas tentu bertentangan dengan visi Bapak Presiden dan memperburuk ekonomi di lapis bawah serta melemahkan UMKM," ujar pria yang pernah menjadi Menteri Perdagangan pada Kabinet Kerja I Presiden Joko Widodo itu.

Dia juga menyebutkan, pakaian bekas berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan karena di negara asalnya dikategori limbah dan sampah.

"Tak semua pakaian bekas itu bisa layak pakai dan akan menjadi sampah bagi Indonesia," katanya.

Menurut dia, membangun industri, khususnya garmen, membutuhkan kreativitas dan intelektual karena harus memahami desain, tren, pasar, manajemen industri, hingga manajemen sumber daya manusia.

"Ini tidak sebanding dengan skill importir pakaian bekas yang hanya membutuhkan koneksi dengan para pemegang kekuasaan dan kekuatan modal saja," sebutnya.

Rachmat menegaskan kemampuan membangun industri sekecil apapun akan memiliki dampak bagi keluarga dan masyarakat sekelilingnya. (*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved