Berita Daerah
Kisah Pria Trenggalek 30 Tahun Merantau Tak Pulang Dikira Meninggal, Disambut Syukuran saat Kembali
Muhadi bercerita, sekitar 30 tahun silam ia pamit kerja merantau ke Malaysia untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TRIBUNSOLO.COM, TRENGGALEK -- Momen haru terjadi di Desa Ngadisoko, Kecamatan Durenan, Trenggalek.
Pasalnya, detelah puluhan tahun hilang kontak dengan keluarga, seorang warga asal Kabupaten Trenggalek Jawa Timur bernama Muhadi (72), pulang hingga mengejutkan keluarganya, Selasa (28/6/2022).
Muhadi, warga asal Trenggalek yang hilang kontak tersebut selama ini tinggal sebatang kara di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Kepulangan Muhadi di kampung halamannya, Desa Ngadisoko, Kecamatan Durenan, Trenggalek, disambut meriah oleh ratusan warga sekitar.
Baca juga: Ikhlaskan Suami yang Telah Hilang Belasan Tahun, Surti di Trenggalek Takjub Suaminya Kini Ditemukan
“Selamat datang di rumah, Pak,” teriak salah satu warga di antara kerumunan, Selasa.
Tampak pula warga memadati sepanjang jalan menuju rumah Muhadi.
Rupanya banyak warga yang merasa terharu karena Muhadi kembali pulang setelah selama puluhan tahun dinyatakan hilang, bahkan dianggap telah meninggal.
Mereka pun mengabadikan momen bahagia tersebut, menggunakan telepon genggam, dan sebagian ada yang menayangkan secara langsung di media sosial.
Baca juga: Jokowi Pulang Kampung, Intip 8 Kuliner Mak Nyus Favorit Presiden RI Kalau ke Solo
“Alhamdulilah Pak Muhadi kembali dan sehat,” teriak seorang warga histeris.
Muhadi dalam kesempatan itu juga disambut oleh Kapolres Trenggalek, Danramil, Camat Durenan serta perangkat desa.
Ratusan warga yang berada di lokasi, bersorak bahagia ketika Surti (65), istri Muhadi bersama empat anaknya menyambut kedatangan pria tersebut di halaman rumahnya.
Empat anaknya secara bergantian memeluk sosok sang bapak yang selama ini tidak ada kabar sama sekali.
Baca juga: Sragen Bakal Dibanjiri Pemudik Tahun Ini, Delapan Ribu Orang Diprediksi Pulang Kampung
Sementara itu istri Muhadi tampak lebih banyak diam, menahan rasa bahagia yang tidak terungkap.
Di dalam rumah, sanak saudara sudah berkumpul dan memberi salam pada Muhadi.
Ketika itu langsung dihelat syukuran atas kembalinya Muhadi bersama keluarga di Trenggalek Jawa timur.
Pengakuan Muhadi
Muhadi lantas bercerita, sekitar 30 tahun silam ia pamit kerja merantau ke Malaysia untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya.
Lantaran di Malaysia pekerjaan tidak menentu, akhirnya memutuskan mencari kerja seadanya di Aceh.
“Saya pamit merantau pada tahun sekitar 1992 kalau tidak salah,” ujar Muhadi dengan logat khas warga Sumatera Utara.
Selama merantau di Sumetera Utara, Muhadi mengaku kerja di kawasan perkebunan. Pada awalnya, Muhadi Memiliki gaji yang layak dan mengirim sejumlah uang ke keluarganya di Trenggalek.
Baca juga: Jordi Amat Gabung ke Klub Malaysia, Ini Reaksi Exco PSSI Diminta Netizen Batalkan Naturalisasi
Namun beberapa waktu kemudian, Muhadi tidak lagi mendapatkan gaji karena dicurangi salah satu staf perkebunan tempat ia bekerja.
Namun keinginan Muhadi untuk pulang ke kampung halaman selalu tertunda, sebab uang tiket tidak kunjung diberikan.
“Saya ingin sekali pulang. Dua kali uang tiket tidak diberikan ke saya,” ujar Muhadi.
Puncaknya adalah ketika Tsunami melanda Aceh pada tahun 2004 silam, Muhadi kehilangan pekerjaan.
Dirinya sempat memberi kabar ke keluarga Trenggalek selamat dari bencana tersebut, pada tahun 2006 silam.
Ketika itu, Muhadi mengabarkan dia akan mencari pekerjaan baru.
Namun niat Muhadi sempat dibantah oleh anak pertamanya, ia meminta sang ayah agar kembali pulang ke Trenggalek.
“Waktu itu anak saya melarang saya kerja lagi, Anak saya bilang, sudah tidak butuh uang bapak lagi. Kami ingin bapak pulang saja,” terang Muhadi.
Lantaran tak mau pulang ke kampung halaman tanpa membawa hasil, Muhadi berusaha mencari kerja di wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara Sumatera Utara. Namun, Muhadi tidak mendapat pekerjaan tetap, dan bekerja seadanya.
“Jangankan untuk pulang, hasil kerja hanya bisa buat makan sehari-hari. Hasil yang saya dapat dari kerja serabutan hanya cukup untuk hidup,” terang Muhadi.
Saat itu Muhadi hilang kontak dengan keluarga di Trenggalek. Hingga akhirnya keberadaanya di ketahui oleh salah satu anggota Polres Labuhanbatu, dan dipulangkan ke Kampung halaman di Trenggalek.
“Terima kasih kepada Kapolres Labuhanbatu dan Pak Kapolres Trenggalek,” ujar Muhadi dengan nada bahagia.
Penjelasan Polisi
Kapolres Trenggalek kemudian mengatakan selama perjalanan dari tempat perantauannya, Muhadi ditemani oleh seorang anggota Polres Labuhanbatu.
Setelah tiba di bandara Juanda, Muhadi dikawal oleh anggota Polres Trenggalek hingga kampung halaman.
“Semoga kepulangan kembali di Trenggalek, membawa kebahagiaan keluarga,” terang Kapolres Trenggalek AKBP Dwiasi Wiyatputera di halaman rumah keluarga Muhadi.
Sedangkan satu anggota Polres Labuhanbatu yang ikut mendampingi Muhadi menjelaskan, pertama kali menemukan Muhadi melalui media sosial pada awal bulan Juni 2022 lalu.
Kemudian anggota Polres Labuhanbatu Aiptu Haris Fadillah mendatangi lokasi sesuai informasi yang ia terima.
Selanjutnya, ia melaporkan ke Kapolres Labuhanbatu dan ditindak lanjut untuk menelusuri keluarganya di kampung halaman.
“Beliau (Muhadi) tinggal di Desa Aek Korsik, Kecamatan Aek Kuo, Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara. Dan lokasinya sangat jauh sekali dan tidak ada sinyal telepon,” ujar Aiptu Haris Fadillah di rumah keluarga Muhadi di Trenggalek.
Dijelaskan, selama di wilayah Labuhanbatu, Sumatera Utara, Muhadi kerja serabutan. Mulai membuat anyaman bambu, membuat kendang, hingga buruh cangkul.
Di wilayah tersebut, banyak orang tidak mengenal Muhadi. Namun warga menyebut Muhadi dengan nama lain yakni Wak Cangkol.
“Warga disana tidak ada yang tahu kalau Namanya Muhadi. Beliau ini lebih dikenal dengan nama Wak Cangkol. Karena sering mencangkul lahan garapan warga,” terang Aiptu Haris.
Selama puluhan tahun di Labuhanbatu, Muhadi membuat gubuk di samping rumah orang dan tinggal seorang diri. Jauh dari layak, tempat tinggal Muhadi berbahan bambu dan kayu, dengan lebar sekitar 1x2 meter.
“Tidak tinggal di rumah orang. Tapi membuat gubuk disamping rumah orang, dengan lebar kurang lebihnya 1x2 meter. Sempit sekali hanya bisa untuk tidur,” terang Aiptu Haris.
Sebelumnya, Muhadi hilang kontak selama puluhan tahun. Anak Muhadi sempat mencari, namun hanya sampai di Jambi karena kehabisan uang saku dan kembali pulang.
Karena penantian yang panjang dan tidak ada kabar sama sekali, pihak keluarga sempat mengira Muhadi sudah meninggal dunia.
Belakangan diketahui, Muhadi ditemukan selamat, dan sempat tatap muka melalui saluran panggilan video yang difasilitasi pihak Polres Labuhanbatu dengan Polres Trenggalek. (*)
