Berita Sragen Terbaru
Eksistensi Bakul Jamu Gendong di Sragen Masa Kini: Jumlahnya Tak Banyak, Tengah Berupaya Ubah Stigma
Tak banyak yang kini mau menekuni profesi jamu gendong. Terbukti di Sragen, hanya tersisa puluhan ibu-ibu yang masih berprofesi bakul jamu gendong
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Vincentius Jyestha Candraditya
Kemudian, ia berkeliling dari satu rumah pelanggan satu dengan yang lainnya.
Biasanya dalam sehari, Warni berjalan kaki sepanjang kurang lebih 5 kilometer.
Jamu yang ia bawa juga tak sebanyak ketika Warni masih berusia muda.
Setiap hari Warni hanya mampu membawa maksimal 10 botol jamu saja.
"Sehari biasanya hanya bawa 10 botol, kalau menggendong banyak sudah tidak kuat, umur saya sudah lansia," katanya sambil tersenyum tersipu malu.
Pembeli jamu racikannya tak hanya dari kalangan emak-emak saja, melainkan juga diminati bapak-bapak.
Menurutnya peminat jamu saat ini memang kebanyakan pelanggannya adalah orang tua.
"Pembeli ibu-ibu, bapak-bapak juga banyak yang beli, tapi ya kebanyakan sudah orang tua seperti saya," ucapnya.
Dari berjualan jamu keliling, Warni bisa membantu perekonomian keluarga dengan menyekolahkan keempat anaknya dan bisa membantu merenovasi rumah.
"Alhamdulillah bisa menyekolahkan anak, juga untuk bantu-bantu memperbaiki rumah, untuk makan setiap hari masih berkecukupan itu alhamdulillah," kata Warni.
Meski begitu, keempat anak yang sudah berkeluarga belum ada yang mau meneruskan usahanya itu.
"Sekarang belum ada yang meneruskan, tidak tahu kalau besok-besok, anak saya 4 dan cucu saya ada 12," pungkasnya. (*)