Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Cerita dari Solo

Mitos Keberadaan Makhluk Onggo-inggi di Jembatan Jurug A Solo, Rumor Berhembus dari Para Pemancing

Jembatan Jurug A ternyata menyisakan sejumlah kisah misteri hingga mitos yang masih eksis hingga saat ini. Termasuk keberadaan onggo-inggi

Penulis: Tara Wahyu Nor Vitriani | Editor: Vincentius Jyestha Candraditya
Tribunsolo.com/Mardon Widiyanto
Penampakan Jembatan Jurug A yang ikut ditutup sementara, saat renovasi Jembatan Jurug B berlangsung, Rabu (14/9/2022). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Tara Wahyu NV

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Cerita misteri dan mitos tak pernah ada habisnya. Satu lokasi bisa memiliki berbagai cerita dan versi.

Termasuk Jembatan Jurug A yang kini tengah ditutup bersamaan dengan proyek rehabilitasi Jembatan Jurug B.

Mitos keberadaan makhluk gaib di jalan penghubung Kota Solo dan Kabupaten Karanganyar itu sudah banyak beredar.

Guntoro (50) warga Ngringo, Kecamatan Jaten, mengungkap mitos keberadaan onggo-inggi di lokasi tersebut sejak tahun 1970-an.

Onggo-inggi sendiri digambarkan sebagai perwujudan makhluk halus yang hanya memiliki kepala dan rambut. 

Baca juga: Imbas Jembatan Jurug A dan B Ditutup, Dishub Kota Solo Alihkan Rute BST dan Feeder, Catat Rutenya!

Baca juga: Rehab Jembatan Jurug B Dimulai dalam Hitungan Hari, Warga Setempat Ngaku Belum Dapat Sosialisasi

"Ya dulu mas-mas yang mancing atau warga sering kadang istilahnya sering dilihatin, wujud kadang seperti gundul apa itu, kepala ada rambutnya," kata Guntoro, kepada TribunSolo.com. 

Disebutkan makhluk astral satu ini kerap menjadikan perawan atau perjaka sebagai mangsanya. 

Selain onggo-inggi, Guntoro bercerita juga sering muncul peri yang terlihat di jembatan tersebut. 

"Orang pejalan kaki atau yang naik motor sering diweruhi. Kadang bisa peri, pocong, di pojok itu, kadang seperti peri, tapi naik motor diboncengin," ujarnya. 

Menurutnya, nuansa mistis yang kental di Jembatan Jurug A bisa dikarenakan berbagai faktor.

Salah satunya karena jembatan ini masih sering digunakan untuk melarung ari-ari bayi yang baru lahir serta untuk membuang sesajen di titik tertentu.

"Juga untuk ngelarung ari-ari, benda pusaka untuk dilarung juga. Kadang-kadang juga kalau pas ada orang yang punya keyakinan masih buang sesajen di titik tertentu," ucapnya. 

Baca juga: Cerita Mistis Jembatan Jurug A Penghubung Karanganyar-Solo : Sosok Gaib Hilang di Tengah Jembatan

Baca juga: Truk Pengangkut Barrier Pembatas Bermasalah, Penutupan Jembatan Jurug B Solo Diundur

"Setelah sesajen itu sudah berkurang, kadang kalau telat muncul lagu," lanjut dia.

Meski besar di daerah Jurug, Guntoro tetap merinding jika harus melewati jembatan Jurug A.

"Kalau lewat dulu sering merinding, saya sering malam-malam lewat, dari pesan orang tua kalau enggak salah harus klakson atau ya salam," tuturnya.

Faktor lain disebutnya adalah usia atau umur dari jembatan itu sendiri.

Jembatan Jurug A sendiri sudah puluhan tahun berdiri di atas sungai Bengawan Solo.

Dibangun sekitar tahun 1913 oleh Pakubuwono X, jembatan itu selesai dibangun dua tahun kemudian atau sekitar tahun 1915.

Sampai saat ini jembatan Jurug A masih sering dilintasi warga dengan kendaraan roda dua hingga sepeda.

Saksi Bisu PKI

jembatan yang sudah berdiri ratusan tahun itu juga menjadi saksi bisu kemerdekaan RI hingga keganasan PKI. 

Hal itu diceritakan Siyanto (66).

Siyanto menceritakan pada tahun 1965, jembatan tersebut sering dijadikan lokasi pembuangan mayat. 

"Tahun 65 sampai 66 itu sering terjadi pembuangan mayat, mayat aktivis. Malam, enggak ngerti yang nembak siapa tapi ada mayat bergelimpang," kata Siyanto.

Bahkan, mayat yang dibuang disana tidak hanya satu orang, namun ada dua hingga tiga mayat. 

Baca juga: Jembatan Jurug A Bakal Ditutup Saat Rehab Jembatan Jurug B, Kondisi Rapuh & Usia Jadi Pertimbangan

Selain itu, Sriyanto menceritakan jembatan yang sepi membuatnya sering menjadi lokasi bunuh diri. 

"Lokasi tersebut karena sepi sering dibuat bunuh diri orang," ujarnya. 

Dirinya mengungkapkan, jembatan tersebut tetap kokoh berdiri saat banjir besar terjadi pada tahun 1966 melanda Kota Solo.

"Sampai saat ini masih berdiri kokoh, hanya memang untuk jalannya ada yang berlubang," ungkapnya.

(*)

 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved