Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Klaten Terbaru

Ratusan KK di Desa Jambakan Terdampak Krisis Air Bersih, BPBD Klaten Bantu Turun ke Lapangan

Warga Klaten khusunya di wilayah Desa Jambakan, Kecamatan Bayat mulai merasakan kekeringan. Mereka meminta bantuan air dari BPBD.

Penulis: Ibnu DT | Editor: Ryantono Puji Santoso
TribunSolo.com/Ibnu Dwi Tamtomo
Sejumlah warga Dukuh Barengan, Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Klaten mengantri untuk mendapatkan air bersih dari BPBD Klaten, Selasa (27/9/2022) siang. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ibnu Dwi Tamtomo

TRIBUNSOLO.COM, KLATEN - Sekitar 400 KK di Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Klaten mulai merasakan kekeringan memasuki musim kemarau khususnya sejak sebulan terakhir. 

Ratusan warga yang terdampak tersebut, hari ini mendapatkan droping air bersih dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Klaten sebanyak 5 ribu liter, Selasa (27/9/2022).

Seperti yang dirasakan oleh Asih (37), warga Dukuh Barengan, Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Klaten

Dirinya mengungkapkan jika krisis air sejak beberapa minggu terakhir, khususnya saat memasuki musim kemarau sejak awal bulan September ini. 

"Sudah terjadi sekitar satu bulan terakhir, air sumur sudah mulai susut (surut) sehingga (kami) harus pakai air lebih hemat," jelasnya. 

Menurutnya, kekeringan ini bukan kali pertama saja, karena  sudah beberapa kali terjadi terutama saat musim kemarau sejak beberapa tahun ke belakang.  

"Kalau di sini saat musim kemarau memang selalu jadi langganan kekeringan, karena saat awal musim kemarau air sumur-sumur sudah mulai surut, jadi mau nggak mau harus mencari bantuan air bersih melalui perangkat desa," terangnya. 

Dirinya menjelaskan, saat volume air di sumur-sumur milik warga mulai surut, mereka mulai menggunakan sumur-sumur tua yang sudah jarang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air. 

Namun, hal itu tak berlangsung lama, lantaran volume sumur tersebut juga semakin surut.

Baca juga: Sulit Akses Air Bersih Saat Kemarau, Pengeboran Sumur Diharap Jadi Solusi Warga Giritontro Wonogiri 

Setelah berjuang untuk bertahan selama beberapa waktu, pada akhirnya warga mulai meminta bantuan air bersih kepada pemerintah desa setempat. 

Diungkapkan Asih, bahwa dalam sehari dirinya membutuhkan 19 liter air bersih hanya untuk keperluan makan dan minum. 

Hal itu belum termasuk dengan kebutuhan mencuci dan mandi. 

Dijelaskan Asih, untuk memenuhi kebutuhan air tersebut ia cukupi dengan cara membeli seharga Rp 4 ribu rupiah. 

Selain sedang krisis air, hal itu dilakukan lantaran kualitas air di desanya buruk. 

"Tapi memang kualitas air di sini tidak bisa dipakai untuk memasak karena pada kandungan kapurnya terlalu tinggi, jadi kalau kita untuk masak dan minum selalu beli," aku dia. 

Dirinya mengaku bersyukur atas bantuan air yang diberikan, lantaran air tersebut dapat memenuhi kebutuhan air bersih. 

Terlebih lagi kualitas air tersebut adalah air layak untuk dikonsumsi. 

Dengan krisis air yang terus berulang, dirinya berharap agar  PDAM segera masuk ke desanya, sehingga krisis air bersih tak terulang lagi di musim kemarau yang akan datang. 

Sementara itu, Kaur Perencanaan Desa Jambakan, Rustam Efendi membenarkan bahwa krisis air dialami sejumlah warganya sejak awal bulan September 2022. 

Sekitar 60 persen warganya yang tersebar di beberapa dukuh terdampak krisis air bersih. 

"(Krisis air) terjadi di Dukuh Widoro, Barengan, Karangwuni dan terparah di Doyo, karena dari keempat dukuh tersebut belum teraliri air dari PDAM," terangnya.

"Sedangkan yang terdampak di tempat Dukuh tersebut ada sekitar 400 KK," ungkapnya.

Menurutnya, warga selama ini mencukupi kebutuhan air dengan cara menunggu bantuan dropping air bersih (dari BPBD) dan juga membeli air. 

"Kalau pembelian air itu biasanya seharga Rp 200 ribu per 5 ribu liter itu hanya cukup untuk 5 hari saja. Belum lagi kalau ada keperluan hajatan, bisa lebih tinggi lagi," tambahnya.

Dirinya menjabarkan bahwa saat ini PDAM hanya mengaliri sebagian wilayah desa bagian timur saja yakni di Dukuh Jaten dan Jambakan. 

Namun di wilayah lain yakni di Dukuh Barengan, Widoro Karangwuni dan Doyo hingga kini belum teraliri air PDAM. 

"Dulu itu (sempat) akan dialiri oleh PDAM, tapi belum ada kesepakatan antara warga dan PDAM (terkait pemasangan instalasi peralatan PDAM) karena ada keberatan dari sejumlah warga Dukuh Barengan," terangnya. 

Menurutnya, penolakan warga saat itu karena kebutuhan air warga masih tercukupi dari sumur-sumur yang dimiliki oleh warga. 

"Tapi kenyataannya untuk saat ini warga sudah merasakan krisis air terutama di musim kemarau pada bulan September sejak tahun 2020," tegasnya. 

Ditambahkan oleh Rustam, meski kemarin terjadi hujan beberapa kali, namun itu tidak berdampak signifikan pada sumur-sumur warga untuk memenuhi kebutuhan air mereka. 

Meski mengalami krisis air bersih, diungkapkan Kaur Perencanaan Desa Jambakan itu bahwa kondisi saat ini belum terlalu parah, lantaran sumur milik warga masih ada air walaupun sudah surut cukup dalam. 

Perbandingan tersebut muncul setelah dirinya membandingkan tahun 2020 itu mengalami kekeringan parah sedangkan untuk saat ini sumur milik warga masih terdapat air meski debit airnya terbatas. 

Dirinya menambahkan bahwa rata-rata sumur milik warga di Dukuh Barengan memiliki kedalaman sekitar 20 m. 

Meski saat ini Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (Pamsimas) sudah mulai berfungsi untuk menangani keperluan air bersih.

Hal tersebut belum dapat sepenuhnya dapat dimanfaatkan oleh warga sekitar Dukuh Barengan lantaran lokasinya cukup jauh dari dukuh tersebut. 

Dari pantauan TribunSolo.com di lokasi, droping air 1 tangki air bersih dari BPBD tersebut dibagi untuk 2 dukuh, yakni Dukuh Karangwuni dan Barengan. 

Untuk Dukuh Karangwuni, air di masukkan tidak hanya kedalam ember-ember saja namun juga sebagian dimasukkan ke dalam sumur milik salah satu warga. 

Sedangkan di Dukuh Barengan, sejumlah warga datang membawa ember, galon hingga drum air untuk di isi air bersih. 

Sementara itu, terlihat pula sumur-sumur milik warga Dukuh Karangwuni dan Barengan mulai mengalami kekeringan.

Nampak perbedaan cukup mencolok antara sumur warga Dukuh Karangwuni dan Barengan, lantaran di sumur di Dukuh Barengan kedalaman sekitar 20 meter, sedangkan di  Dukuh Karangwuni hanya sekitar 10 meter saja. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved