Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Info Surakarta

Rintis Layanan Inklusif, Imigrasi Surakarta dan UNS Kerja Sama Berikan Dasar Bahasa Isyarat

Imigrasi Surakarta semakin meningkatkan pelayanannya pada masyarakat khususnya para disabilitas. Mereka mengadakan pelatihan bahasa isyarat.

Istimewa
Kantor Imigrasi Surakarta bekerja sama dengan Universitas Sebelas Maret menyelenggarakan Sosialisasi Dasar-Dasar Berbahasa Isyarat. 

TRIBUNSOLO.COM - Sebagai instansi yang berada di bawah Kementerian yang melindungi Hak Asasi Manusia, Kantor Imigrasi Surakarta wajib memberikan pelayanan yang universal kepada seluruh lapisan masyarakat, terutama penyandang disabilitas.

Selain melalui prasarana yang ramah disabilitas, kapabilitas petugas untuk memberikan pelayanan juga terus ditingkatkan.

Kamis (29/9/2022), untuk membantu petugas berkomunikasi dengan penyandang disabilitas tuli yang memiliki kebutuhan khusus, Kantor Imigrasi Surakarta bekerja sama dengan Universitas Sebelas Maret menyelenggarakan Sosialisasi Dasar-Dasar Berbahasa Isyarat.

Tidak hanya petugas Imigrasi, petugas pelayanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Surakarta, Balai Pemasyarakatan (Bapas) Surakarta, dan Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara (Rupbasan) juga diundang ke acara ini.

Dalam sambutan pembukaan, Kepala Kantor Imigrasi, Winarko menyampaikan bahwa kegiatan ini diperlukan karena tuntutan publik terhadap pelayanan berbasis HAM yang tertuang dalam Permenkumham 2/2022 yang salah satunya harus memuat adanya petugas yang memiliki kemampuan bahasa isyarat.

"Diharakan dengan sosialisasi ini paling tidak petugas frontliner bisa mengimplementasikan dasar-dasar bahasa isyarat dalam pelaksanan tugas sehari-hari," jelas Winarko.

Materi pertama diberikan oleh Dr. Rina Herlina Haryanti dengan materi Pelayanan Publik Inklusif bagi Penyandang Disabilitas Hambatan Pendengaran.

Baca juga: Imigrasi Surakarta Perkuat Pemahaman Masyarakat terhadap Kemudahan Layanan Izin Tinggal

Rina menjelaskan bahwa kebijakan pelayanan publik inklusif bagi penyandang disabilitas hambatan pendengaran, pasal 29 UU 25/2009 pel. Publik dan pasal 5,19,105 UU no. 8/2016. Serta PP 42/2020.

Penyediaan sarpras yang inklusif bukan sekadar universal misalnya keramik lantai yang tidak licin dan alat penerjemah untuk mengatasi hambatan disabilitas.

“Dunia itu memang berbeda, tugas kita untuk membuatnya seimbang,” tutup Rina.

Pelatihan bahasa isyarat diberikan pada sesi kedua oleh Arsy Anggrellanggi, Dosen Pendidikan Luar Biasa UNS.

Arsy menekankan bahwa bahasa isyarat adalah bahasa visual sehingga harus dibedakan dengan perkataan yang biasa diucapkan.

Dalam pelatihan singkat ini, para peserta diajari huruf alfabet serta kata-kata sederhana dalam bahasa isyarat.

Arsyi juga menyampaikan alat-alat yang bisa membantu interpretasi bahasa misalnya web captioner.

Arsyi menambahkan juga. "Harap menyebut mereka yang disabilitas pendengaran sebagai tuli, karena tuli adalah budaya dan sebutan “tunarungu” tidak disukai mereka karena konotasinya negatif," jelasnya.

Para peserta mengikuti dengan antusias kegiatan ini.

Salah satu peserta, Dani, menyampaikan bahwa dirinya sebagai petugas pelayanan beberapa kali menghadapi pemohon paspor tuli.

“Selama ini, kami mengakali dengan bahasa tulisan, dengan dasar-dasar ini setidaknya kami bisa berkomunikasi dengan isyarat sederhana,” tutup Dani. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA
    Komentar

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved