Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Karanganyar Terbaru

Mitos Tikungan Dukun di Karanganyar: Pilih Bunyikan Klakson atau Petaka Menanti di Jalur Tawangmangu

Setiap tempat yang dianggap 'wingit' seperti makam, terowongan ataupun jalan, kerap dilalui pengendara dengan membunyikan klason kendaraannya.

Tribunsolo.com/Mardon Widiyanto
Misteri Tikungan Dukun, di Jalan Solo-Tawangmangu, tepatnya di Dusun Dukun, Desa Plumbon, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, konon wajib membunyikan klakson kendaraannya apabila mau melewati jalan tersebut. Di situ juga berdiri sebuah pohon beringin yang besar dan punden 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Mardon Widiyanto

TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR - Setiap tempat yang dianggap 'wingit' seperti makam, terowongan ataupun jalan, kerap dilalui pengendara dengan membunyikan klason kendaraannya.

Hal ini dilakukan karena masih adanya mitos apabila tidak membunyikan klakson kendaraan di tempat 'wingit' bakal timbul petaka, seperti kecelakaan.

Salah satu mitos itu juga muncul di tingkungan jalan penghubung Karanganyar dengan Tawangmangu.

Tikungan itu dikenal dengan nama tikungan Dukun.

Berlokasi di Dusun Dukun, Desa Plumbon, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, terdapat pohon beringin besar berusia ratusan tahun yang kini telah ambruk.

Konon, pengendara yang melintasi jalan tersebut, wajib membunyikan klakson kendaraannya.

Baca juga: Cerita Embung Kedung Banteng di Cabeankunti Boyolali, Ada Mitos Banteng Terjepit hingga Pocong 

Hingga saat ini masih ada pengendara yang melakukan hal tersebut di sana dengan dalih sebagai bentuk ucapan permisi kepada makhluk gaib yang dianggap bersemayam di wilayah itu. 

Yarti (56), warga RT 2 RW 2 Dukun, Plumbon, Tawangmangu, Karanganyar mengatakan hingga saat ini masih ada pengendara motor dan mobil yang membunyikan klakson kendaraannya saat melintasi tikungan Dukun.

"Masih ada kendaraan yang membunyikan klakson di sana," kata Yarti kepada TribunSolo.com, Kamis (10/11/2022).

Menurut kepercayaan tetua di sana, apabila tidak membunyikan klakson kendaraan, akan mengalami kecelakaan.

Saat dirinya masih muda, pernah terjadi kecelakaan karena sang pengemudi tidak membunyikan klakson kendaraannya saat melintasi jalan tersebut.

"Kalau terjadi kecelakaan di lokasi tersebut tidak ada, kalau di sekitar itu ada namun tidak sampai menimbulkan korban meninggal, bagi saya itu sudah terbiasa," ungkap Yarti.

Di sana juga terdapat pohon beringin yang berusia tua dan punden.

Yarti menuturkan di lokasi tersebut dulunya tersebut kerap dilakukan acara selamatan bagi kepercayaan kejawen.

Baca juga: Mitos Kolam Renang Umbul Ngepok di Kedawung Sragen, Airnya Dipercaya Bisa Sembuhkan Segala Penyakit

"Kalau dulu, orang kampung setiap setahun sekali dilakukan untuk 'selametan'," kata Yarti.

Pada saat itu, apabila dalam satu tahun tidak melakukan selamatan, dipercaya akan terjadi bencana alam.

Peristiwa tersebut pernah terjadi saat dirinya masih berusia muda belia.

"Dulu pernah tidak diselamatin satu tahun, terus kampung sini terjadi bencana lindu," ujar Yarti.

"Selamatan itu mulai dilakukan kembali setelah sekitar tahun 1985, atau setelah bencana lindu terjadi di sini," imbuh Yarti.

Ia menuturkan, dalam kegiatan selamatan saat itu, masyarakat membawa seekor kambing untuk disembelih.

Selain itu, masyarakat saat itu juga membawa segala hasil bumi mereka yang dibuat seperti tumpeng.

"Dulu, satu kampung semuanya bawa makanan ke sana, namun kalau sekarang yang mau aja, dulu ada yang memberikan kambing, kalau sekarang diganti ayam," ucap Yarti.

Berdasarkan sejarah dari sesepuh di Dusun Dukun, Punden Dukun berawal dari adanya orang yang berjalan jauh dan haus melintasi lokasi tersebut.

Baca juga: Mitos Ikan Kotes di Sendang Patirtaan Cabeankunti Boyolali, Konon Orang yang Melihat Akan Beruntung

Kala itu, punden tersebut terdapat sumber airnya, dan orang itu meminum airnya.

"Dulu, kalau orang jauh jika lewat situ harus memberikan salam agar tidak celaka," ungkap Yarti.

Di lokasi tersebut pernah juga dijadikan lokasi asusila pasangan laki-laki dan perempuan.

Namun nasib pasangan tersebut naas, karena mengalami ganjet saat melakukan hubungan intim di lokasi tersebut.

"Dulu, saya lupa kapan itu terjadi, namun pernah ada pasangan laki-laki dan perempuan yang melakukan hubungan intim di sana dan terjadi ganjet," tutur Yarti.

Dia menuturkan, pohon beringin tua yang saat ini ambruk ini pernah diberikan sarung oleh warga Hindu Bali.

Bahkan, di punden tersebut dulunya dijadikan lokasi sembayang di sana.

"Dulu pohon itu, pernah dikasih sarung oleh orang Bali dan sering sembanyangan di sana, dan terkabul, mereka kembali ke sini untuk bawa kaos untuk masyarakat setempat," ungkap Yarti.

Sementara itu, Hadi Sumanto Ketua RT 01 RW 02, Dukuh Dukun, Desa Plumbon, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar membenarkan adanya mitos di tikungan dan Punden Dukun.

Baca juga: Mitos Situs Cagar Budaya Mbah Gempur : Dikenal Angker, Dijaga 2 Burung Puyuh Diduga Makhluk Gaib

Meskipun begitu, dia mengaku saat ini hanya sedikit yang masih percaya mitos tersebut.

"Dulu saya pernah dengar banyak melakukan melakukan aktivitas di sana serta mitos membunyikan klakson kendaraan saat melintasi jalan tersebut, namun sekarang sudah jarang," kata Sumanto.

Dia mengatakan sedikit yang melakukan hal tersebut, dikarenakan pengaruh persebaran agama islam yang kental di dusun tersebut.

Di lokasi ia tinggal, adanya pembaruan islami di desa dukun yang semakin maju dan peningkatan ketakwaan membuat masyarakat tidak percaya mitos tersebut.

"Pada saya kecil saya sering mendengar suara klakson kendaran yang melintas jalan itu, dulu masih ada yang mengalami kecelakaan di sana," kata Sumanto.

"Dan beberapa pengendara mengaku melihat sesuatu lewat di sana, namun sekarang ini udah jarang, sekarang sudah jarang terjadi kendaraan membunyikan klakson," ungkap Sumanto.

Sumanto menuturkan, pohon ringin tua tersebut kini sudah roboh diterpa cuaca yang buruk.

Selain itu, pohon yang sudah berusia ratusan tahun kini dipotong dan dijual.

"Robohnya sudah sebulan yang lalu, dan pohonnya itu dijual, yang pohon tua itu dulu disebut Preh," pungkasnya.

(*)

 

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved