Polisi Tembak Polisi
Ferdy Sambo Sebut Selama 28 Tahun Bekerja di Polri, Tak Pernah Beri Perintah Salah kepada Anggota
Ferdy Sambo mengatakan, ketika menjabat sebagai Kadiv Propam Polri, setiap perintahnya selalu dijalankan anggota.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TRIBUNSOLO.COM, JAKARTA - Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo mengunkapkan pengalamannya saat menjabat sebagai perwira tinggi di Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Ferdy Sambo mengatakan, ketika menjabat sebagai Kadiv Propam Polri, setiap perintahnya selalu dijalankan anggota.
Hal itu dia sampaikan dalam sidang lanjutan perkara tewasnya Brigadir Yoshua Hutabarat alias Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (22/12/2022).
Baca juga: Analisa Ahli Psikologi : Ferdy Sambo Punya Kecerdasan di Atas Rata-rata, Imajinasinya Tinggi
Adapun dalam sidang lanjutan kali ini, Ferdy Sambo dihadirkan sebagai saksi mahkota untuk terdakwa kasus perintangan penyidikan atau obstraction of justice Baiquni Wibowo.
Ferdy Sambo dalam sidang sempat ditanya jaksa penuntut umum (JPU) terkait Peraturan Kepolisian RI Nomor 7 tahun 2022 tentang kode etik profesi dan komisi kode etik Polri.
"Kita kaitkan dengan peristiwa ini, mengapa terdakwa ini, para terdakwa pada saat itu sepengetahuan saudara tidak menjadikan regulasi ini menjadi pegangan untuk menolak perintah saudara pada saat itu?" tanya jaksa dalam sidang, Kamis (22/12/2022) malam.
Ferdy Sambo yang menjawab pertanyaan itu menyebut anggota Polri di bawah pimpinannya kerap melaksanakan perintahnya baik yang tertulis atau secara lisan.
Baca juga: Ahli Psikolog Ungkap Kepribadian Ferdy Sambo : Seketika Bisa Dikuasai Emosi dan Tidak Terkontrol
"Setahu saya sih perintah saya tertulis atau lisan pasti mereka jalankan dan pasti akan takut untuk menolak perintah. Karena itu yang kemudian saya sampaikan saya bertanggung jawab atas perintah yang salah untuk menonton dan mengcopy CCTV itu," ucap Ferdy Sambo.
Ferdy Sambo melanjutkan, jika ada seorang anggota yang berani menolak perintahnya sebagai Kadiv Propam Polri maka orang tersebut harus melapor kepada pimpinan di Polri.
Namun, sebagian besar anggota tidak berani untuk menempuh langkah tersebut dan memilih untuk mematuhi apa yang menjadi perintah Ferdy Sambo.
"Ya kalau kami di kepolisian kalau menolak perintah saya ya kalau berani dia lapor ke atasan saya, kalau berani. Kalau tidak berani, ya saya sih enggak berani," kata dia.
Baca juga: Putri Candrawathi Terekam CCTV Naik Lift Berdua dengan Kuat Maruf, Ferdy Sambo Langsung Murung
Majelis Hakim kemudian menanyakan kenapa para anggota tidak berani menolak perintah tersebut.
Menurut klaim Ferdy Sambo, selama 28 tahun berdinas sebagai anggota Polri dirinya merasa tidak pernah memberikan perintah salah kepada anggota.
Hal itu membuat dia yakin kalau seluruh anggotanya pasti memahami dan mengikuti apa yang menjadi perintahnya meski bertentangan dengan Undang-undang.
"Saya 28 tahun dinas saya tidak pernah memberikan perintah yang salah kepada anggota. Saya 28 tahun dinas. Makanya mereka pasti akan mencoba untuk melaksanakan perintah itu," jawab Ferdy Sambo.
"Walaupun perintah itu bertentangan dengan UU dan peraturan?" tanya majelis hakim.
"Iya," timpal Ferdy Sambo.
Baca juga: Hasil Tes Poligraf : Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Bohong, Ricky Rizal dan Richard Eliezer Jujur
Untuk diketahui, dalam perkara tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J, sejumlah anggota Polri turut terjerat karena mematuhi apa yang menjadi perintah Ferdy Sambo.
Puluhan anggota Polri mendapat sanksi etik dan mutasi hingga dipecat dari kepolisian.
Selain itu, sejumlah anggota Polri pun menjadi terdakwa dalam kasus kematian Brigadir J, mereka di antaranya Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Ricky Rizal alias Bripka RR, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Arif Rahman Arifin dan Irfan Widyanto.
Untuk terdakwa Bharada E dan Ricky Rizal didakwa turut serta dalam pembunuhan berencana Brigadir J bersama Putri Candrawathi, Ferdy Sambo, dan Kuat Maruf.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Sementara terdakwa lain, didakwa melakukan perintangan penyidikan atau obstraction of justice dengan merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.