Keraton Solo Ricuh

Nama Putra Tertua PB XIII Jadi Hangabehi, Kubu Sinuhun PB XIII Anggap Tidak Sah

Kubu Sinuhun PB XIII menganggap pemberian gelar pada Putra Tertua PB XIII menjadi Hangabehi tidak sah. Sebab, tidak ada titah dari Raja Keraton Solo.

TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin
Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Surakarta Kanjeng Pangeran (KP) H. Dani Nuradiningrat. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - KGPH Mangkubumi resmi berganti nama menjadi KGPH Hangabehi Mangkubumi oleh Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta Hadiningrat Sabtu (24/12/2022).

Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Surakarta Kanjeng Pangeran (KP) H Dani Nuradiningrat pun menganggap hal ini tidak sah karena tidak didasarkan atas perintah raja.

Nama Hangabehi menjadi tradisi untuk putra tertua raja.

Pemberian nama ini seakan menegaskan bahwa PB XIII memiliki putra tertua yang tidak diberi gelar sebagai putra mahkota.

Sedangkan putra PB XIII yang diberi gelar putra mahkota saat ini yakni KGPH Purbaya.

Hal ini seiring dengan diangkatnya istri dari pernikahan ketiga Asih Winarni sebagai permaisuri dan bergelar Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Paku Buwono XIII.

"Sinuhun tidak dhawuh kok. Kalau itu dhawuh Sinuhun saya hormat," jelas Dani.

Menurutnya, legalitas adat hanya sah ketika didasarkan pada perintah Sinuhun Pakubuwono (PB) XIII.

Organisasi apa pun di luar Keraton Kasunanan Surakarta tidak berhak memberi nama maupun gelar adat.

Baca juga: Buntut Museum Keraton Solo Tutup, Penghasilan Pedagang Oleh-oleh Lesu

"Ormas itu mau ngasih gelar ke siapa pun dan sebagainya ya silahkan. Tapi ketika kita bicara Keraton Kasunanan Surakarta ada rajanya. Legalitas adatnya di Sinuhun," jelas Kanjeng Dani.

Menurutnya, memberi nama adat tanpa restu raja sama halnya mempermainkan legitimasinya.

"Jadi arah itu jelas kan sebenarnya. Jangan legitimasi raja dimainkan seperti itu," tuturnya.

Pihaknya sebagai bagian dari Bebadan memilikir alur yang jelas bagaimana titah raja didelegasikan dalam struktur resmi di Keraton Kasunanan Surakarta.

Ia bahkan menganggap yang dilakukan LDA tidak ada.

"Saya di Bebadan, saya anggap itu tidak ada karena bukan dhawuh dalem. Kami patuh taat dan tunduk pada dhawuh raja," terangnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved