Berita Solo Raya Terbaru
Mereka Kian Sejahtera, Memakai Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Inilah bukti transisi energi yang memanfaatkan tenaga matahari bernama Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kabupaten Wonogiri dan Sragen.
Penulis: Asep Abdullah Rowi | Editor: Naufal Hanif Putra Aji
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Asep Abdullah Rowi
TRIBUNSOLO.COM, SOLO RAYA - Warga di Desa Sumberagung, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri tesenyum lebar.
Hal yang sama juga terlihat di Desa Trombol, Kecamatan Mondokan, Kabupaten Sragen.
Meski letak keduanya di pinggiran kota, warga mandiri, tak berhenti berinovasi.
Di antaranya beralih dari listrik dengan memanfaatkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Hasilnya bagaimana? Ternyata benar-benar nyata dirasakan mereka.
Satu di antaranya Supranto (58), warga Dusun Pakem di Desa Sumberagung merasakan manisnya PLTS meski baru dioperasikan pada Oktober 2022.
Di mana 14 panel yang bisa menghasilkan aliran listrik 4.500 watt, menjawab solusi, karena air tanah dari Luweng Paseban sedalam 7 meter bisa diangkat.
Belum lagi masih ditampung ke bak penampungan sejuah 1 km yang kemudian dialirkan ke rumah-rumah penduduk.
Untuk diketahui, luweng adalah saluran air di bawah tanah yang tercipta secara alami.
"Sak niki hemat, sanadyan tasih beberapa bulan. Sampun ngaraoskeun manfaatnya," kata dia kepada TribunSolo.com, Jumat (30/12/2022).
Pria yang sehari-hari menjadi petani itu, sudah puluhan tahun menjadikan air bersih dari dalam tanah itu untuk kebutuhan di dalam rumah yang beranggotan empat orang.
Awalnya mulai mengambil mandiri dengan jerigen, kemudian perlahan dialiri listrik.
Tetapi saat air mulai disedot dengan listrik itu, warga harus merogoh kocek untuk membayar listrik rata-rata Rp 50 ribu hingga Rp 90 ribu per bulan.
Baca juga: Banjir dan Cuaca Ekstrem, PLN Amankan Jaringan dan Fokus Pulihkan Gangguan Listrik di Jawa Tengah
Baca juga: Darmawan Prasodjo Pimpin Transisi Energi PLN Lewat Kendaraan Listrik, Berbuah Penghargaan Pemerintah
Itu juga dirasakan Gunanto (61), warga lain yang mengambil manfaat dari listrik ke PLTS.
Baginya, kini uang yang biasanya untuk membayar listrik digunakan untuk yang lain, seperti membeli beras dan kebutuhan lainnnya.
Bahkan selama beberapa bulan peralihan itu, tak ada kendala dengan aliran air dari sumur ke rumah warga yang jaraknya cukup jauh.
"Disedot dari bagian bawah (air tanah) ke atas. Sudah puluhan tahun, tetapi baru pakai PLTS akhir-akhir ini. Lancar," tuturnya.
Kapala Desa (Kades) Sumberagung, Suyono mengungkapkan, peralihan listrik ke energi ramah lingkungan menjadi terobosan di desanya meski jauh dari perkotaan.
Itu hasil kerjasama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah.
Di mana sejarahnya, sejak 1987 warga menggunakan pompa dragon dan jerigen, kemudian pada tahun 2000 diangkat dengan listrik.
"Nah setelah rembugan, diskusi sana-sini, kita putuskan 2022 ini tak memakai listrik tapi dengan panel PLTS," ungkap dia.
Hasilnya kata Suyono, di luar dugaan, ternyata PLTS yang menghasilkan listrik ribuan watt itu bisa mengkover dua tempat yakni Luweng Paseban dan Luweng Songo.
Adapun satu luweng atau sumur air tanah menghidupi 400 kepala keluarga (KK) di 5 dusun atau ribuan jiwa.
"Bayangkan 1 KK ada beberapa anggota keluarga dari ibu hingga anak," tuturnya.
Menurut dia, air tanah di dalam luweng itu menjadi sumber kehidupan sejak nenek moyang hingga sekarang, hanya saja cara pengambilan yang berbeda.
Karena air tersebut satu-satunya sumber kehidupan, baik minum, urusan dapur, cuci dan mandi.
"Dari luweng diangkat ke permukaan, ditampung di penampungan sejauh 1 km, kemudian diedarkan dengan selang-selang ke banyak rumah," aku dia.
Suyono melanjutkan, peralihan dari listrik ke PLTS karena sebelumnya sering bermasalah, mulai jaringan, kabel dan mesin rusak.
Ternyata dengan PLTS membuat warga yang sebagian besar petani, merasakan manfaatnya.
Uang yang biasanya untuk listrik, sebagian akhirnya bisa untuk membeli beras hingga tambahan lauk pauk di rumah.
"Sebulan untuk listrik satu luweng itu jutaan rupiah. Untuk listrik dan perawatan per orangnya atau satu rumah bisa Rp 100 ribu per bulan. Sekarang hanya perawatan panel," tuturnya.
Belum lagi kata dia, tiba-tiba pompa rusak hingga masalah lain yang kemudian tak bisa menarik air dari luweng per permukiman.
Terlebih saat musim kemarau panjang, membuat warga yang notabene di kawasan batu karst itu berpikir panjang.
Belum lagi jika air menyusut, sehingga warga harus beli air untuk keperluan sehari.
"Pernah. Kalau gak ada air, warga harus beli satu tanki isinya 5 ribu liter Rp 150 ribuan untuk satu rumah. Kalau satu rumah isi orangnya banyak gak cukup seminggu," terangnya.
Baca juga: Terbaik Sepanjang Sejarah, PLN Raih 15 Penghargaan Proper Emas dan CEO Green Leadership Utama
Baca juga: Sekolah Sungai Siluk, Potret Keberhasilan Masyarakat Kembangkan Eduwisata Binaan PLN di Bantul Jogja
"Makanya dengan tenaga surya ini, Alhamdulillah warga lebih sejahtera," harap dia.
Sementara di Desa Trombol, Sragen, warga yang memakai PLTS untuk pertanian di sawah, salah satunya Darmi (65) dan Jasmin (60) sejak April 2022 lalu.
Menurut Kades Trombol, Sugiyanto, pihaknya bekerjasama dengan ESDM membuat energi baru yang bisa menghemat pengeluaran petani.
Terlebih kata dia, sinar matahari melimpah ruah yang bisa dikonfersi dengan panel
"Ada 16 panel. Sebagian langsung jadi energi listrik, sebagian dikonversi atau disimpan di baterai. Jadi bisa dipakai malma hari," aku dia.
"Kita nyalakan jam 07.00 sampai jam 17.00 sore," terangnya.
PLTS itu kemudian dipakai untuk menyedot air demi pengairan sawah.
Dikatakannya, PLTS akan sangat bermanfaat untuk para petani jika musim kemarau panjang.
"Kalau penghujan tak jadi soal. Yang masalah itu kemarau, nah PLTS itu sangatlah bermanfaat," jelas dia.
Kok bisa? Karena saat kemarau, petani harus merogoh kocek banyak untuk membeli BBM, elpiji hingga menyewa sumur dalam.
Paling tidak setiap petani mulai padi ditanam hingga menjelang panen, membutuhkan uang yang tidak sedikit.
"Bisa memangkas pengeluaran. Sekali menyewa sumur dalam beberapa jam bisa Rp 100 ribu lebih. Bayangkan dari tanam sampai mau panen," aku dia.
"Jadi petani tak perlu lagi mikir untuk listri dll," jelasnya.
Kini petani sudah mandiri dengan adanya PLTS, sehingga tidak menggantungkan listrik hingga menyewa sumur dalam.
"Bahkan PLTS bisa menjangkau sebebas kita. Tergantung pengen berapa hektare kita menyambungkan jaringannya," tutur dia. (*)