Pemilu 2024

Pengamat Politik: Perebutan Suara Kalangan NU di Setiap Pemilu tak Bisa Dihindarkan

Meski NU tidak mengasosiasikan diri kepada kelompok politik tertentu, tetapi pengaruh dari kalangan santri, kyai, sampai simpatisannya menjadi rebutan

Penulis: Tribun Network | Editor: Erlangga Bima Sakti
.(KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D)
ILUSTRASI Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf memberikan keterangan pers seusai bertemu Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (9/6/2023) 

TRIBUNSOLO.COM - Persaingan untuk memperebutkan suara dari Nahdlatul Ulama (NU) pada Pilpres 2024 dinilai akan semakin sengit.

Meski NU tidak mengasosiasikan diri kepada kelompok politik tertentu, tetapi pengaruh dari kalangan santri, kyai, sampai simpatisannya menjadi rebutan para partai politik.

Seperti yang terlihat adanya upaya dari NasDem dan Anies Baswedan yang menggandeng Ketua Umum PKB Cak Imin sebagai cawapres.

Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro, perebutan suara kalangan Nahdliyin memang tidak bisa dihindari dalam setiap Pemilu.

Baca juga: Menunggu Kemana Partai Demokrat Akan Berlabuh Usai Menarik Diri dari Koalisi Perubahan Anies

"Pendamping sebagai cawapres tentu saja haruslah figur memiliki potensi elektoral baik terutama di kantong-kantong suara besar seperti di Jawa Tengah dan Jawa Timur," kata Bawono saat dihubungi pada Senin (4/9/2023).

Menurutnya dengan meraih suara NU, diharapikan bisa menutupi kekurangan elektoral pada masing-masing kandidat.

Dia menilai memang tak mudah meraih simpati warga Nahdliyin. Maka dari itu para bakal capres seperti Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan mencari figur bakal cawapres bisa diterima di kalangan NU.

Contohnya Anies, dengan menggandeng Muhaimin diharapkan bisa mendongkrak posisi elektoral, sekaligus meraih suara bagi Partai Nasdem dan PKB.

Meski begitu, menurutnya ada sebuah persoalan yang meliputi para tokoh-tokoh NU yang digadang-gadang masuk dalam bursa bakal cawapres.

"Persoalan saat ini tokoh-tokoh berlatar belakang Nahdlatul Ulama belum terlihat terlalu menonjol dalam hal elektabilitas sebagaimana terekam melalui temuan sejumlah survei," ucap Bawono.

Menurut dia langkah Anies menggaet Muhaimin adalah demi mendongkrak elektabilitas di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta bersaing dengan Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.

Baca juga: Cak Imin Akui Bakal Cawapres Prabowo Subianto Hingga Kini Masih Misteri, Anies Ogah Ikut Campur

Tentu saja, kata dia, Ganjar dan Prabowo juga bakal melakukan hal yang sama karena amat disayangkan jika tidak bisa meraih suara dari kalangan NU demi kepentingan elektoral.

"Dalam konteks itu bisa dipahami mengapa saat ini muncul pemikiran Partai NasDem untuk menjodohkan Anies dengan figur berlatar belakang Nahdlatul Ulama seperti Muhaimin Iskandar, notabene juga merupakan ketua umum dari sebuah partai politik selama ini dicitrakan sebagai partai warga Nahdlatul Ulama," papar Bawono.

Persoalan lain yang muncul dari pasangan Anies-Muhaimin adalah dukungan basis pemilih PKB serta warga NU. Yang menjadi pertanyaan apakah dengan menggandeng Muhaimin akan membuat basis masa PKB serta warga NU memilih Anies.

"Mengingat Anies Baswedan selama ini identik sebagai figur representasi dari kelompok politik Islam konservatif. Sementara itu warga Nahdlatul Ulama serta juga pemilih Partai Kebangkitan Bangsa selama ini dikenal sebagai kelompok Islam moderat tradisionalis," ucap Bawono. (*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved