Fakta Menarik Tentang Solo
Sejarah Jalur Kereta Api di Jalan Slamet Riyadi Solo yang Ikonik dan Mitos Rel Bengkong
Nah untuk informasi, jalur kereta api yang berada di Jalan Slamet Riyadi Kota Solo ini dibangun pada tahun 1922.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Ada mitos terkenal di Solo, Jawa Tengah, belum lengkap rasanya jadi orang Solo jika belum pernah jatuh di rel Jalan Slamet Riyadi.
Nah untuk informasi, jalur kereta api yang berada di Jalan Slamet Riyadi Kota Solo ini dibangun pada tahun 1922.
Pembangunan rel ini dilakukan oleh Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) yang merupakan perusahaan swasta milik Pemerintahan Kolonial Belanda.
Baca juga: Proyek Sekitar Rel Layang Joglo Solo Tergenang Air, Minim Saluran Air Besar Disebut Jadi Penyebab
Jalur kereta yang panjangnya mencapai 5,6 kilometer dan menghubungkan Stasiun Purwosari-Stasiun Solo Kota ini menjadi satu-satunya rel di tengah kota yang masih tersisa di Indonesia.
Sejak awal, jalur kereta api di Jalan Slamet Kota Solo memang dibangun berdampingan langsung dengan jalan raya karena pada masa itu kereta api menjadi transportasi utama di dalam kota.
Keberadaan jalur kereta yang direvitalisasi pada tahun 2009-2010 oleh Pemerintah Kota Surakarta ini sampai sekarang masih berfungsi dengan baik.
Termasuk bagian perlintasan melengkung yang disebut warga dengan nama Rel Bengkong Purwosari pun masih aktif dioperasikan.
Baca juga: Dicek Gibran, Single Track Rel Layang Joglo Solo Mulai Beroperasi, Perlintasan Lama Tak Digunakan
Karena jalur kereta api berada di sisi jalan yang ramai aktivitas masyarakat, tentunya ada penyesuaian bagi kereta yang melintas.
Salah satunya adalah kecepatan kereta di area tersebut dibatasi yaitu maksimal hanya 20 kilometer per jam.
Selain itu, masinis kereta juga wajib membunyikan semboyan 35 dengan cara membunyikan suling (terompet atau klakson) lokomotif secara panjang.
Ada dua kereta yang saat ini beroperasi menggunakan jalur kereta api yang berada di Jalan Slamet Riyadi Kota Solo.
Yang pertama adalah kereta api lokal yaitu KA Bathara Kresna relasi Solo-Wonogiri PP yang akan melintas empat kali dalam sehari.

Ada juga kereta wisata Sepur Kluthuk Jaladara yang beroperasi di waktu-waktu tertentu dan biasa digunakan wisatawan untuk mengunjungi beberapa destinasi wisata menarik di Kota Batik.
Nah di rel jalan Slamet Riyadi, ada satu titik yang jadi tempat ikonik Kota Solo, namanya rel bengkong. Keberadaan Rel Bengkong yang membelah jalan protokol di Kota Solo tentu tak asing.
Di balik rel yang berada di Jalan Slamet Riyadi, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Laweyan itu, ada cerita mistis yang selama ini berkembang.
Ya, adanya mitos-mitos yang bikin bulu kuduk merinding di antaranya banyaknya pengendara motor yang terjatuh di kawasan tersebut.
Baca juga: Respons Dishub Sukoharjo Tanggapi Keluhan Warga Soal Rel Kereta Api, Langsung Komunikasikan ke KAI
Lantas bagaimana sebenarnya cerita tentang Rel Bengkong yang hingga kini masih aktif dilewati kereta api?
Pemerhati Sejarah dan Budaya, KRMT L Nuky Mahendranata Nagoro menceritakan Rel Bengkong memiliki kisah yang sangat panjang.
Di mana lintasan rel untuk kereta api yang bentuknya bengkok itu dibuat sekitar tahun 1890.
Maklum jika beberapa mitos kemudian beredar karena banyaknya motor yang jatuh di rel bengkong terutama saat langit mulai gelap atau maghrib.
"Keberadaan rel ini adalah jalur pemisah dari Surabaya ke Wonogiri, jalurnya dari Stasiun Purwosari mengarah ke selatan," ungkap dia kepada TribunSolo.com, Kamis (18/8/2022) silam.
Baca juga: Sejarah Sop Ayam Pak Min Klaten yang Legendaris, Dirintis oleh Veteran Juru Masak Perang
"Jadi membelah Jalan Wilhemina yang pada zaman dahulu, menjadi Purwosari dan kini Jalan Slamet Riyadi," ceritanya.
Menurut Kanjeng Nuky sapaan akrabnya, jalur kereta sering dilalui tamu kenegaraan dari negara sahabat.
Di antaranya Ratu Wihemina pernah melewati Rel bengkong.
"Jalur ini dulunya ditarik dengan kuda yang jumlahnya 6, dari Stasiun Purwosari hingga Stasiun Sangkrah," ujarnya.
Terkait adanya mitos sepeda motor yang sering jatuh saat waktu Maghrib, Nuky mengatakan memang sering terjadi.
"Kalau untuk waktu Maghrib sendiri selalu dikaitkan dengan hal mistis, banyak sekali yang jatuh, terutama karena licin di musim hujan," ucapnya.
(*)
Asal Usul Desa Trangsan di Sukoharjo Jadi Pusat Sentra Rotan Sejak 1927, Disebut Desa Wisata Rotan |
![]() |
---|
Sejarah Museum Keris Nusantara di Laweyan Solo, Berdiri di Bekas Bangunan Rumah Sakit |
![]() |
---|
Sejarah Tugu Jam Pasar Gede di Pusat Kota Solo, Dibangun Sejak Tahun 1973 dan Ada Fungsinya |
![]() |
---|
Sejarah Ndalem Kalitan di Penumping Solo, Dikenal Sebagai Rumah Keluarga Tien Soeharto |
![]() |
---|
Kisah Menarik di Balik Bangunan Bersejarah Gedung Djoeang di Kota Solo, Dulu Asrama Tentara Belanda |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.