Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Kuliner di Klaten

Semprongan, Camilan Khas Klaten yang Laris Manis di Momen Ramadan dan Lebaran Idulfitri

Semprong ini adonannya terbuat dari tepung beras, santan, gula, mentega, telur, pala yang diencerkan dengan air secukupnya.

Penulis: Tribun Network | Editor: Rifatun Nadhiroh
TribunSolo.com/Ibnu Dwi
SEMPRONGAN - Suharti (85) tengah memproduksi semprong atau semprongan di Dukuh Gaten, Desa Sidowayah, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ibnu Dwi Tamtomo

TRIBUNSOLO.COM, KLATEN - Jelang lebaran, jajanan ini biasanya banyak diburu.

Ini adalah camilan khas Klaten Jawa Tengah yang bentuknya mirip egg roll.

Namanya adalah semprong atau semprongan.

Di Klaten ada seorang nenek yang masih menekuni berjualan semprong.

Baca juga: Naiknya Omzet Camilan Keripik di Trucuk Klaten Selama Ramadan Dibayang-bayangi Langkanya Bahan Baku

Ia adalah Suharti warga Dukuh Gaten, Desa Sidowayah, Kecamatan Polanharjo.

Semprong ini adonannya terbuat dari tepung beras, santan, gula, mentega, telur, pala yang diencerkan dengan air secukupnya.

"Hasilnya teksturnya kering dan renyah," terang dia kepada TribunSolo.com, Sabtu (23/4/2022).

Semprong memiliki bentuk lonjong seperti pipa, yang dibentuk dengan cara digulung saat adonannya baru diangkat.

Dirinya mengaku mulai membuat makanan itu sejak umurnya masih belasan tahun dan hingga kini tetap bertahan.

"Saya sudah dari dulu buat ini, sejak saya masih perawan, saya lupa umur berapa, sekitar umur 17 tahun saya udah mulai buat semprongan ini," ungkap dia.

Suharti lebih suka menyebut makanannya itu dengan nama semprongan.

Semprongan
Semprongan (klatenkab.go.id)

Tak banyak yang berubah hingga kini tetap bertahan cara tradisional.

Perbedaannya hanya pada alat masaknya, sedangkan cara masaknya masih sama.

Saat ini dirinya menggunakan kompor gas, sedangkan dahulu menggunakan kerena alat masak yang terbuat dari tanah liat dan bahan bakarnya dari kayu.

Bahkan alat masak yang pertama kali ia gunakan untuk membuat semprongan masih ada sampai sekarang.

"Menjelang hari raya Idul Fitri, pesanan semprongan meningkat dibanding hari biasa," kata dia.

Terlebih saat ini mudik telah diperbolehkan, namun tingginya permintaan itu tetap ditanggapi santai oleh Mbah Harti.

Dirinya tetap produksi seperti biasanya, tidak ada penambahan jumlah setiap harinya lantaran umurnya yang tak lagi muda.

Untuk menghabiskan adonan 4 kilogram saja, dia membutuhkan waktu jam 7.00 WIB hingga 14.00 WIB.

Selama 7 jam dia harus duduk di dingklik sebutan kursi kecil yang terbuat dari kayu.

Selama itu dirinya hampir tak berpindah posisi, hanya sesekali berdiri dan memutar badannya untuk memindahkan semprong ke nampan yang lebih besar.

Untuk 4 kilogram adonan dapat dijadikan 3 kilogram semprongan.

Suharti mengaku jika camilan buatannya semakin laris saat Ramadan dan Idul Fitri.

Selain di beli oleh masyarakat sekitar tempat tinggalnya, seringkali dia juga mendapatkan pesanan sebagai buah tangan saat ada yang pulang kampung.

"Harga per kilogramnya dipatok Rp 70 ribu rupiah bisa bertahan sekitar 3 bulan," kata dia.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved