Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Ramadan 2025

Sejarah Dibangunnya Masjid Al-Hikmah Berdampingan dengan Gereja Joyodiningratan di Kota Solo

Kedua tempat ibadah ini menunjukkan bagaimana masyarakat Solo bisa hidup berdampingan dengan penuh rasa hormat dan damai

Penulis: Tribun Network | Editor: Rifatun Nadhiroh

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Masjid Al-Hikmah dan Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan yang terletak di Jalan Gatot Soebroto No. 222, Kota Surakarta, telah lama menjadi simbol toleransi antarumat beragama yang sangat mencolok di Kota Bengawan.

Kedua tempat ibadah ini menunjukkan bagaimana masyarakat Solo bisa hidup berdampingan dengan penuh rasa hormat dan damai meskipun berbeda keyakinan.

Secara fisik, Masjid Al-Hikmah dan GKJ Joyodiningratan hanya dipisahkan oleh tembok pembatas yang memisahkan lahan kedua tempat ibadah tersebut.

Baca juga: Asal Muasal Tradisi Pembagian Bubur Samin Banjar di Masjid Darussalam Solo Selama Bulan Ramadan

Sebelah kanan tembok adalah ruang masjid yang digunakan untuk shalat, sementara di sebelah kiri terdapat kantor gereja. 

Di sudut depan antara masjid dan gereja, terdapat sebuah tugu lilin bercat hijau, setinggi sekitar 1,5 meter. 

Tugu ini berdiri tegak sebagai pengingat bahwa meski ada perbedaan agama, kedamaian dan toleransi bisa terjalin dengan baik di kawasan ini.

Tugu ini tidak hanya menjadi simbol, tetapi juga menjadi pengingat bagi umat beragama untuk selalu menjaga kerukunan dan saling menghargai.

Sejarah Singkat dan Kehidupan Harmonis

GKJ Joyodiningratan memiliki sejarah panjang, karena gereja ini telah dibangun pada masa penjajahan Belanda, tepatnya pada tahun 1939.

Sementara itu, Masjid Al-Hikmah dibangun setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1947.

Meski terpisah oleh waktu, kedua tempat ibadah ini tetap berdiri berdampingan, dan masyarakat dari kedua agama ini hidup berdampingan dengan penuh kedamaian dan keharmonisan.

Sejak awal berdirinya, umat dari kedua agama tersebut tidak pernah mengalami konflik berarti.

Bahkan, setiap kali muncul potensi permasalahan, kedua belah pihak dapat dengan cepat mengantisipasi dan menyelesaikannya dengan cara yang baik.

 Salah satu contoh konkret toleransi yang mereka tunjukkan adalah ketika hari raya Idul Fitri dan Natal jatuh pada waktu yang berdekatan.

Ketika Idul Fitri jatuh pada hari Minggu, kebaktian di gereja dilakukan agak siang untuk memberi kesempatan bagi jamaah Masjid Al-Hikmah yang melaksanakan shalat Idul Fitri di pagi hari.

Bahkan, jamaah shalat Idul Fitri yang meluber ke lahan parkir depan gereja dapat melaksanakan ibadah dengan nyaman.

Sebaliknya, pada hari Natal, pihak masjid tidak keberatan jika jemaat GKJ Joyodiningratan menggunakan lahan di depan masjid untuk parkir kendaraan.

Baca juga: Makna Istilah Takjil yang Kerap Muncul saat Ramadan: Lebih dari Sekadar Makanan Ringan untuk Berbuka

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved